Indonesia Bisa Rugi Bandar Gara-Gara Tambang Nikel Indonesia Dikorupsi Rp5,7 Triliun

Afif Khoirul M

Penulis

Nikel merupakan bahan tambang yang akan menjadi masa depan Indonesia.

Intisari-online.com - Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia. Nikel adalah bahan baku penting untuk industri baterai, baja, dan stainless steel.

Namun, potensi besar ini ternyata tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah dan pelaku usaha.

Bahkan, ada kasus korupsi tambang nikel yang merugikan negara hingga Rp5,7 triliun.

Kasus ini terkait dengan kerja sama operasional (KSO) antara PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan PT Lawu Agung Mining (LAM) serta perusahaan daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) di Blok Mandiodo, Konawe Utara.

Kejaksaan Agung telah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini, termasuk pemilik PT LAM, Windu Aji Sutanto.

Modus operandi para tersangka adalah menjual hasil tambang nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam menggunakan dokumen rencana kerja anggaran biaya (RKAB) dari PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo.

Padahal, berdasarkan perjanjian KSO, semua ore nikel hasil tambang di wilayah IUP PT Antam harus diserahkan kepada PT Antam, sementara PT LAM hanya mendapat upah selaku kontraktor pertambangan.

Akibatnya, PT Antam tidak mendapat pemasukan dari penjualan nikel, melainkan hanya mendapat royalti sebesar 10 persen dari nilai produksi.

Sementara itu, PT LAM dan perusahaan-perusahaan lain mendapat keuntungan besar dari penjualan nikel ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.

Hal ini juga berdampak pada hilangnya potensi hilirisasi industri nikel di Indonesia.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar, meminta pemerintah mengevaluasi seluruh izin dan praktik pertambangan nikel di Indonesia.

Baca Juga: Ronggowarsito dan Ganjar Pranowo, Apakah Ramalan Sang Nujum Terbukti?

Menurutnya, kasus ini hanya puncak gunung es dari banyaknya pelanggaran dan penyimpangan yang terjadi di sektor pertambangan nikel.

"Negara harus bertindak tegas dan mengambil alih seluruh aset tambang nikel yang terlibat dalam kasus korupsi ini. Jangan sampai negara hanya menjadi penonton dalam pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik rakyat," kata Melky.

Melky juga mengkritik lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku usaha tambang nikel.

Ia menilai, ada indikasi kuat adanya keterlibatan pejabat tinggi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam kasus ini.

Ia meminta agar Kejaksaan Agung mengusut tuntas siapa saja yang terlibat dan memberikan sanksi yang sepadan.

"Korupsi tambang nikel ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tapi juga merusak lingkungan dan mengancam kesejahteraan masyarakat sekitar. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan bangsa Indonesia," tegas Melky.

Artikel Terkait