Penulis
Kerajaan Majapahit pernah menghadapi pemberontakan besar yang dipimpin oleh para Bhayangkara termasuk Ra Kuti. Ra Kuti sendiri memang berhasrat menjadi Raja Majapahit.
Intisari-Online.com -Dari sekian pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Majapahit, barangkali pemberontakan Ra Kuti yang paling besar.
Pemberontakan bahkan sampai membuat Raja Jayanegara, penguasa Majapahit ketika itu, harus melarikan diri.
Salah satu yang dikenang dari pemberontakan ini adalah munculnya sosok Gajah Mada.
Nama Ra Kuti tentu tidak asing bagi pencinta sandiwara radio Mahkota Mayangkara yang merupakan sekuel dari Tutur Tinular.
Sandiwara ini berlatarbelakang runtuhnya Kerajaan Singasari dan berdirinya Kerajaan Majapahit.
Protagonis tokoh ini adalah Arya Kamandanu.
Sementara sosok Ra Kuti sendiri mendominasi seri-seri awal serial Mahkota Mayangkara.
Bahkan dalam salah satu adegan, Ra Kuti sempat bertemu dengan Jambunada yang merupakan putra Arya Kamandanu yang ketika itu sedang mengasingkan diri di lereng Gunung Arjuna.
Ra Kuti, dalam serial tersebut, digambarkan sebagai satu dari beberapa orang yang menguasai Aji Segoro Geni, ajian sakti yang bisa bikin musuhnya gosong.
Di situ juga Ra Kuti digambarkan sebagai sosok pemuda desa yang begitu ambisius dan punya hasrat besar untuk menjadi Raja Majapahit.
Tapi Ra Kuti bukan tokoh rekaan semata, nama itu benar-benar ada.
Fakta mengejutkannya, dia bisa dibilang sebagai pemberontak Majapahit pertama yang berhasil mengusir Raja dari istananya.
Siapa sebenarnya pemuda yang sejak muda ngebet jadi raja itu?
Ra Kuti merupakan tokoh sejarah yang terlibat dalam pemberontakan terhadap Raja Jayanagara, raja kedua Kerajaan Majapahit.
Dia adalah anggota Dharmaputra, yaitu pejabat tinggi yang disayangi raja Majapahit.
Lembaga ini dibentuk oleh Raden Wijaya, raja pertama Majapahit.
Dharmaputra berjumlah tujuh orang, yaitu Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.
Karena ini adalah lembaga tinggi kerajaan, Dharmaputra memiliki kedudukan khusus di Majapahit.
Mereka dianggap sebagai pengawal setia raja dan memiliki hak istimewa.
Kitab Pararaton menyebut Dharmaputra sebagai "pengalasan wineh suka" atau "pegawai istimewa yang disayangi raja".
Mereka juga memiliki kekuasaan di daerah-daerah tertentu.
Ra Kuti sendiri berkuasa di daerah Pajarakan yang sekarang menjadi Kabupaten Probolinggo.
Pemberontakan Ra Kuti didasari oleh rasa tidak puas terhadap Raja Jayanagara yang dianggap lemah dan mudah dipengaruhi.
Kitab Pararaton menyebut Raja Jayanagara dengan nama Kalagemet yang berarti "lemah" atau "jahat".
Selain itu, asal-usul Jayanagara juga menjadi alasan ketidaksukaan para Dharmaputra.
Jayanagara bukanlah anak Raden Wijaya dari istri permaisuri, melainkan dari istri selir.
Ibunda Jayanagara adalah Dara Petak, putri Kerajaan Dharmasraya dari Sumatera.
Jayanagara juga berdarah campuran, bukan turunan murni dari Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singasari yang merupakan pendahulu Majapahit.
Pemberontakan Ra Kuti terjadi pada tahun 1241 Saka atau 1319 Masehi.
Ra Kuti bersama beberapa Dharmaputra lainnya mengadakan kudeta terhadap Raja Jayanagara.
Mereka menyerang istana dan membunuh beberapa pejabat kerajaan.
Raja Jayanagara berhasil melarikan diri dengan bantuan Gajah Mada, mahapatih Majapahit yang saat itu masih berpangkat bhayangkara (prajurit).
Gajah Mada kemudian memimpin pasukan kerajaan untuk menumpas pemberontakan Ra Kuti.
Pertempuran sengit terjadi di daerah Tumapel (sekarang Malang) antara pasukan Gajah Mada dan pasukan Ra Kuti.
Akhirnya, Gajah Mada berhasil mengalahkan dan menangkap Ra Kuti beserta pengikutnya.
Pemberontakan Ra Kuti memberikan dampak besar bagi sejarah Majapahit.
Pertama, pemberontakan ini menunjukkan adanya ketidakstabilan politik di dalam kerajaan.
Raja Jayanagara tidak mendapatkan dukungan penuh dari para pejabatnya.
Bahkan, beberapa pejabat tinggi seperti Dharmaputra berani memberontak terhadap raja.
Kedua, pemberontakan ini menunjukkan peran penting Gajah Mada sebagai tokoh militer dan politik di Majapahit.
Gajah Mada memulai kariernya sebagai bhayangkara (prajurit) yang berhasil menyelamatkan raja dari pemberontakan Ra Kuti.
Atas jasanya itu, ia diberi jabatan Patih Daha dan kemudian Patih Kahuripan.
Ia kemudian menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi, putri Jayanagara yang menggantikan ayahnya sebagai raja.
Gajah Mada membantu Tribhuwana memperluas wilayah Majapahit melalui berbagai ekspedisi militer.
Dia juga mengucapkan Sumpah Palapa, yaitu sumpah untuk tidak memakan palapa (makanan berbumbu) sebelum berhasil menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Situasi ketika Majapahit dikuasai Ra Kuti
Ketika Ra Kuti berhasil menguasai Majapahit untuk sementara waktu, ternyata banyak yang tidak setuju.
Salah satunya adalah karena faktor kasta.
Ra Kuti disebut berasal dari kasta sudra, kasta rendah dalam tradisi Hinduisme.
Niat para pemberontak pertama adalah menggulingkan Jayanegara dan menggantikannya dengan keturunan Raden Wijaya yang lain.
Tapi yang terjadi justru Ra Kuti menobatkan diri sebagai raja Majapahit.
Kondisi ibu kota Majapahit pun tidak kondusif.