Penulis
DN Aidit ternyata punya peran penting dalam peristiwa Rengasdengklok menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada peristiwa 30 September 1965, dia jadi antagonis nomor wahid.
Intisari-Online.com -Peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945 menjadi salah satu fragment terpenting proses kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Itu adalah momen ketika Soekarno dan Hatta diculik oleh sekelompok anak muda yang mendesak keduanya segera memproklamasikan kemerdekaan.
Ada sederet nama populer dalam peristiwa itu, di antaranya adalah Chaerul Saleh, Sayuti Melik, Wikana, S.K. Trimurti, dan lain sebagainya.
Tapi tak banyak yang tahu, D.N. Aidit juga termasuk di dalamnya.
Dalam peristiwa Rengasdengklok, Aidit bersama Chaerul Saleh, Djohar NUr, Soebadio Sastrosatomo, Margono, Darwis Karimoeddin, Sjarif Thajep, Erie Soedewo, Chandra Alif, Wahidi, Soebianto, Nasrun Iskandar, Armansyah, A.B. Lubis, dan Bonas S.K. punya tugas khusus.
Tugas mereka adalah:
1. Mengadakan rapat di Gedung Bakteriologi, pada 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB.
2. Mendesak agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan Indonesia
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sendiri akhirnya dibacakan Soekarno dan Hatta pada Jumat, 17 Agustus 1945, di kediaman Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 65.
Setelah kemerdekaan, tokoh-tokoh yang terlibat dalam kemerdekaan Republik Indonesia punya jalannya masing-masing.
Tak terkecuali para Golongan Muda, seperti D.N. Aidit.
Bertahun-tahun kemudian, D.N. Aidit menjadi orang paling diburu dalam peristiwa 30 September 1965.
Ketika itu D.N Aditi adalah pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dituding sebagai dalang peristiwa yang menewaskan tujuh jenderal Angkata Darat itu.
Aidit merupakan politikus ulung PKI.
Berkat kepemimpinannya, pada 1960-an PKI menjelma menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah RRC dan Uni Soviet.
Dalam sejarah Indonesia, DN Aidit dianggap sebagai tokoh antagonis yang dituduh sebagai dalang atas peristiwa G30S.
Sebagai pemimpin terakhir PKI, ia memang pernah mengaku bertanggung jawab atas peristiwa G30S, meski pada akhirnya disangkal oleh tokoh lain.
Dalam kondisi yang tak menentu itu dan menjadi pihak tertuduh,DN Aidit pergi dari Jakarta menuju ke Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang menjadi basis PKI, untuk menemui ketua PKI setempat.
Tapi dalam misi itu, DN Aidit malah tertangkap pada 22 November malam oleh kelompok yang dipimpin Kolonel Yasir Hadibroto di sebuah rumah di Desa Sambeng, Solo.
Keesokan paginya, DN Aidit ditembak mati oleh pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Yasir Hadibroto di daerah Boyolali.
Meskipun dikatakan bahwa DN Aidit meninggal karena ditembak di Boyolali, tidak ada satu pun yang mengetahui keberadaan jasadnya sejak hari itu.
Sampai sekarang, otak dari peristiwa G30S masih menjadi misteri.
Begitu pula dengan eksekusi tanpa pengadilan terhadap DN Aidit, yang menjadi kontroversi.
Beberapa pihak menyayangkan eksekusi itu karena banyak yang bisa digali dari DN Aidit, yang notabene sebagai pemimpin PKI.
Kabarnya, sebelum dieksekusi, DN Aidit sempat diinterogasi dan membuat pengakuan sebanyak 50 lembar.
Pengakuan tersebut jatuh ke Risuke Hayashi, koresponden koran berbahasa Inggris yang terbit di Tokyo, Asahi Evening News.
Menurut Asahi, DN Aidit mengaku sebagai penanggung jawab tertinggi peristiwa G30S.
Kendati demikian, hal ini ditampik oleh Wakil Perdana Menteri era Soekarno, Soebandrio.
Menurut Soebandrio, G30S didalangi tentara, dan PKI terseret akibat oknum di dalamnya, salah satunya adalah Sjam Kamaruzaman.
Hal sama juga disampaikan Njoto, yang membantah bahwa hubungan PKI dengan G30S dan pembunuhan Jenderal Angkatan Darat, tidak ada.
Sementara itu, dalam wawancaranya, Kolonel Abdul Latief pernah mengatakan bahwa G30S dirancang untuk menggagalkan upaya kudeta Dewan Jenderal.
Akan tetapi, gerakan itu diselewengkan oleh oknum dalam PKI, hingga akhirnya terjadi pembunuhan jenderal dan PKI dituduh sebagai dalangnya.
Adik DN Aidit, yaitu Murad Aidit, mengatakan bahwa pada malam peristiwa G30S, ia tengah menginap di rumah kakaknya.
Dia menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda atau kesibukan khusus di rumah sang kakak.
Hanya saja, malam itu, DN Aidit menerima beberapa tamu sebelum akhirnya dijemput oleh sejumlah orang dari kediamannya.
Pihak yang menjemput dan tujuan DN Aidit malam itu juga masih menjadi perdebatan.
Murad Aidit menduga ada pengkhianat dalam tubuh PKI yang mengorbankan sang kakak.
Hingga saat ini, tidak pernah ada kejelasan terkait peran DN Aidit dan PKI dalam peristiwa G30S.