Penulis
Intisari-Online.com -Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi yang menjamin hak dan kewajiban warga negara untuk memilih dan dipilih sebagai perwakilan rakyat.
Namun, pada tahun 2014, Indonesia mengalami fenomena yang cukup mengkhawatirkan, yaitu penurunan tingkat partisipasi pemilih pada pemilihan presiden (pilpres) dibandingkan dengan pemilu legislatif (pileg) yang digelar beberapa bulan sebelumnya.
Mengapa partisipasi pemilih pada pilpres 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan angka partisipasi pada saat pileg 2014?
Apa faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya angka golput (golongan putih) atau abstain pada pemilu 2014?
Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan data dan analisis dari berbagai sumber.
Mengapa partisipasi pemilih pada Pilpres 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan angka partisipasi pada saat Pileg 2014?
Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi alasan mengapa partisipasi pemilih dalam Pilpres 2014 lebih rendah daripada saat Pileg 2014, yaitu:
- Faktor politik
Ada pemilih yang merasa tidak senang atau kecewa dengan hasil Pileg 2014. Mereka merasa partai politik atau caleg yang mereka dukung tidak mewakili atau memberikan keuntungan bagi mereka.
Mereka juga kurang tertarik atau percaya dengan janji-janji dari dua paslon presiden dan wapres dalam Pilpres 2014. Mereka berpikir bahwa tidak ada perubahan yang berarti antara dua paslon tersebut.
- Faktor sosial
Ada pemilih yang terbawa oleh suasana sosial di sekitar mereka, misalnya keluarga, teman, komunitas, atau media sosial. Mereka mengikuti pilihan atau pendapat dari orang-orang yang memutuskan untuk golput.
Mereka juga terpengaruh oleh isu-isu negatif yang beredar di masyarakat, seperti politik uang, kampanye hitam, hoax, atau intimidasi. Mereka merasa was-was atau takut untuk memilih karena khawatir akan ada ancaman atau sanksi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
- Faktor administratif
Ada pemilih yang menghadapi masalah administratif yang menghalangi mereka untuk memilih.
Contohnya, mereka tidak masuk dalam daftar pemilih, tidak punya KTP atau KTP-el, tidak tahu lokasi atau waktu pencoblosan, atau tidak dapat surat pemberitahuan pemilih (formulir C6).
Mereka juga mengalami kesulitan akses ke tempat pencoblosan karena faktor jarak, transportasi, cuaca, atau kesehatan.
Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya angka Golput pada Pemilu 2014
Beberapa faktor yang dapat menjelaskan fenomena ini adalah sebagai berikut:
- Faktor sosial
Faktor sosial meliputi faktor demografi seperti usia, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, status perkawinan, agama, etnis, dan lain-lain.
Baca Juga: Urutan Partai Pemenang Pemilu 2019, Siapa Saja yang Lolos ke Senayan?
Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat kesadaran, minat, motivasi, dan preferensi politik seseorang
- Faktor politik
Faktor politik meliputi faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem pemilu, partai politik, calon, kampanye, dan dinamika politik.
Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat kepuasan, loyalitas, identifikasi, dan dukungan pemilih terhadap pilihan politiknya.
- Faktor ekonomi. Faktor ekonomi meliputi faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi ekonomi makro dan mikro, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, kemiskinan, kesejahteraan, dan lain-lain.
Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat harapan, kebutuhan, tuntutan, dan aspirasi pemilih terhadap pemerintah dan calon.
- Faktor budaya
Faktor budaya meliputi faktor-faktor yang berkaitan dengan nilai-nilai, norma-norma, sikap-sikap, perilaku-perilaku, tradisi-tradisi, adat-istiadat, dan lain-lain yang berkembang dalam masyarakat.
Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat orientasi, identitas, solidaritas, toleransi, dan partisipasi politik seseorang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada berbagai faktor yang menyebabkan penurunan partisipasi pemilih pada pilpres 2014 dibandingkan dengan pileg 2014, antara lain faktor sosial, politik, ekonomi, budaya, psikologis, dan teknis.
Baca Juga: Mengapa Kesadaran Literasi Digital dan Pemikiran Kritis Penting Jelang Pemilu 2024?