Penulis
Intisari-Online.com -Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menduga ada penjegalan terhadap Anies Baswedan sebagai calon presiden oleh pihak tertentu.
AHY mengaitkan hal itu dengan upaya hukum yang dilakukan oleh Moeldoko untuk merebut Partai Demokrat dari dirinya.
Namun, pernyataan AHY tersebut mendapat tanggapan sinis dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut mengecam AHY sebagai kampungan dan menjamin bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan bermain kotor untuk menghalau calon tertentu dari kontestasi Pilpres 2024.
Beberapa pihak menilai bahwa AHY mencontoh taktik ‘dizalimi’ yang sering dipraktikkan oleh ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Taktik ‘dizalimi’ ini pertama kali muncul ketika SBY mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu 2004. Taktik itu pun masih sering ditampilkan SBY dalam berbagai kesempatan.
Apa fakta di balik taktik ‘dizalimi’ SBY dan klaim AHY tentang penjegalan Anies?
Klaim Penjegalan dari AHY dan Sebutan 'Kampungan' dari Luhut
Ada dugaan bahwa upaya hukum yang dilakukan oleh Moeldoko untuk merebut Partai Demokrat dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) adalah bagian dari skenario politik untuk menghalangi Anies Baswedan maju sebagai calon presiden.
Hal itu disampaikan oleh AHY selaku Ketua Umum Partai Demokrat saat berbicara di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, pada 3 April 2023.
“PK ini bukan tidak mungkin erat kaitannya dengan kepentingan politik pihak tertentu. Tujuannya jelas, menggagalkan pencapresan Saudara Anies Baswedan,” kata AHY.
Baca Juga: Inilah Partai Pemenang Pemilu 2004, 3 Besar Malah Gagal Menang Pilpres
Menurut AHY, dugaan tersebut semakin kuat karena waktu pengajuan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) oleh kubu Moeldoko cs pada 3 Maret 2023.
Padahal, sehari sebelumnya, 2 Maret 2023, Demokrat telah secara resmi menyatakan dukungan kepada Anies sebagai capres.
Namun, pernyataan AHY tersebut mendapat tanggapan sinis dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan
Luhut mengecam pernyataan AHY sebagai pernyataan yang tidak pantas.
Luhut menjamin bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan bermain kotor untuk menghalau calon tertentu dari kontestasi Pilpres 2024 karena Jokowi adalah seorang yang menghormati demokrasi.
"Presiden itu bukan seperti yang dibilang Agus Yudhoyono tadi. Enggak betul sama sekali itu, saya jamin kalau itu. Saya kan perwira, kalau itu saya jamin enggak ada, jadi enggak usah bikin bicara-bicara, kampungan itu menurut saya," ujar Luhut dalam program Rosi di Kompas TV, Kamis (20/7/2023).
Luhut malah menuduh balik bahwa AHY lah yang berpotensi menjegal orang lain jika suatu saat berada di posisi berkuasa.
"Kalau ada yang ngomong-ngomong seperti itu, dirinya yang seperti itu. Kalau dia berkuasa akan jegal orang, ya itu refleksi," kata dia.
Taktik 'Dizalimi' Khas SBY?
Beberapa pihak menilai bahwa AHY mencontoh taktik 'dizalimi' yang sering dipraktikkan oleh ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Taktik 'dizalimi' ini pertama kali muncul ketika SBY mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu 2004.
Salah satu momen yang menonjol adalah ketika mendiang Taufik Kiemas, suami Megawati, mengecam SBY yang saat itu menjadi Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) karena tidak pernah lagi diundang rapat kabinet oleh Megawati setelah menyatakan keinginan maju sebagai capres.
Taufik menyarankan SBY untuk menanyakan langsung alasan itu kepada Megawati, bukan melalui media massa.
"Mestinya dia (SBY) datang ke Ibu Presiden, tanya, kok enggak diajak (rapat kabinet). Bukannya ngomong di koran, seperti anak kecil. Masa jenderal bintang empat takut ngomong ke presiden," kata Taufik saat itu.
SBY tidak memberikan respons atas ucapan Taufik tersebut.
Sebelum Pemilu 2004 digelar, SBY mengundurkan diri sebagai Menko Polhukam kabinet Megawati.
Sejak saat itu, muncul opini bahwa SBY dizalimi dan mendapat banyak simpati dari masyarakat.
Akhirnya, pemberitaan media tentang posisi terzalimi yang dialami SBY berhasil membawa menantu Sarwo Edhie menjadi pemenang di Pilpres 2004 dengan mengalahkan Megawati.
Taktik yang 'Sering' Diulangi
Gaya politik terzalimi itu pun masih sering ditampilkan SBY dalam berbagai kesempatan.
Pada 2009, SBY melontarkan isu asal bukan capres S (ABS) di lingkungan TNI.
Menurut kompas.com, pengamat politik CSIS, J Kristiadi menilai taktik "dizalimi" juga dipakai dalam isu ABS tersebut.
"Padahal SBY sendiri belum yakin terhadap berita itu, tetapi sudah dilontarkan secara publik. Ini juga membuat ketidakpercayaan dalam tubuh anggota TNI itu sendiri," ujar Kristiadi.
"Pola-pola dizalimi itu dijadikan alat lagi untuk mengangkat dia (SBY) dan membuat orang menjadi simpatik padanya," jelasnya. Menurut Kristiadi, perdebatan politik ini tak mendidik dan tak membuat pendidikan politik bagi masyarakat.
SBY juga memainkan politik terzalimi ketika mengusung anaknya Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2017 lalu bersama Sylviana Murni.
Kala itu SBY menyebut Antasari Azhar telah melakukan manuver politik di detik-detik terakhir jelang pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta 2017.
SBY mengatakan tindakan Antasari bukan hanya menyudutkan dirinya tapi juga merusak citra anaknya, AHY, yang tengah berjuang untuk menjadi pemimpin di DKI Jakarta.
"Nasib Agus Harimurti Yudhoyono nampaknya sama pada saat saya mengikuti Pemilu Presiden 2004," ujar SBY saat menggelar konferensi pers di Jakarta, 14 Februari 2017.