Penulis
Tak hanya senjata, kereta hingga beringin di alun alun utara juga dibersihkan saat jamasan Keraton Yogyakarta.
Intisari-Online.com -Jamasan benda pusaka menjadi salah satu tradisi rutin yang dilakukan Keraton Yogyakarta selama bulan Suro atau Muharram.
Jamasan sendiri berarti membersihkan atau memandikan.
Maka jamasan di lingkungan Keraton Yogyakarta tujuannya untukmembersihkan benda-benda pusaka milik Keraton Yogyakarta.
Pelaksanaan tradisi Jamasan Pusaka ini dilakukan baik di dalam dan di luar lingkungan Keraton Yogyakarta.
Pusaka-pusaka keraton yang dibersihkan mulai senjata, kereta, bendera, perlengkapan berkuda, gamelan, bahkan pohon beringin di alun-alun utara juga.
Tak sekadar membersihkan dan merawat benda bersejarah, jamasan juga menggambarkansikap masyarakat Jawa dalam menyambut datangnya tahun baru Jawa.
Jamasan Pusaka Keraton Yogyakarta akan dilakukan pada hari Selasa Kliwon pada bulan Suro.
Namun apabila pada bulan Suro di tahun itu tidak terdapat hari Selasa Kliwon, waktu pelaksanaan tradisi Jamasan Pusaka ini diganti menjadi hari Jumat Kliwon.
Pemilihan waktu ini bukan tanpa alasan, namun terkait dengan kalender Jawa buatan Sultan Agung yang merupakan penyatuan antara kalender Saka dan kalender Islam.
Adapun alasan pemilihan hari Selasa Kliwon karena bertepatan dengan hari turunnya wahyu keraton.
Sedangkan pemilihan hari Jumat Kliwon karena dianggap sebagai hari baik bagi umat Islam.
Jamasan Pusaka menjadi sebuah upacara yang bersifat sakral sehingga persiapan yang dilakukan tidak hanya persiapan fisik saja.
Namun juga persiapan rohani.
Para Abdi Dalem yang bertugas pada upacara ini akan berpuasa dan mandi terlebih dahulu, dalam rangka menyucikan diri.
Para Abdi Dalem juga harus menjaga sikap, tutur kata dan perbuatan selama upacara Jamasan Pusaka.
Seluruh rangkaian Jamasan Pusaka di Keraton Yogyakarta akan diawali dengan Sugengan Ageng yang dilakukan satu hari sebelum Jamasan Pusaka dan bertempat di Gedhong Prabayeksa.
Pada upacara Sugengan Ageng, doa-doa akan dipanjatkan agar ritual Jamasan Pusaka dapat berjalan baik dan lancar.
Setelah Sugengan Ageng dilaksanakan, kemudian dilanjutkan dengan tirakatan yang diselenggarakan di Masjid Panepen.
Setelah itu dimulai proses jamasan di mana semua pusaka dibersihkan dengan cara tersendiri, hingga akhirnya pusaka tersebut dikembalikan ke tempat penyimpanan masing-masing.
Sebagai penutup, dilaksanakan upacara Sugengan yang menandai berakhirnya rangkaian Jamasan Pusaka di Keraton Yogyakarta.
Upacara Sugengan dilaksanakan di Bangsal Prabayeksa dan dihadiri oleh kerabat keraton, sebagai rasa syukur atas terselenggaranya Jamasan Pusaka.
Setelah upacara Syukuran selesai, maka berakhirlah seluruh rangkaian Upacara Jamasan Pusaka di Keraton Yogyakarta.
Proses Jamasan Pusaka di Keraton Yogyakarta akan diawali dengan jamasan pada pusaka Kanjeng Kiai Ageng Plered yang dibersihkan oleh Sultan sendiri dengan mengambil tempat di kraton bagian dalam.
Setelah jamasan pusaka Kanjeng Kiai Ageng Plered selesai, baru kemudian dilaksanakan jamasan pada pusaka-pusaka lainnya.
Proses jamasan pada pusaka-pusaka berwujud senjata (tosan aji) tidak jauh berbeda dengan proses pembersihan pusaka senjata pada umumnya.
Pada puncak acara jamasan, pusaka senjata tersebut akan dibersihkan dengan cairan jeruk nipis.
Hal ini dilakukan agar minyak dan kotoran-kotoran yang menempel pada pusaka selama satu tahun lalu dapat larut.
Setelah kotoran pada pusaka dibersihkan, kemudian akan disiram dengan air hingga bersih.
Saat pusaka telah kering, maka permukaan pusaka diberi warangan dengan cara dioleskan berkali-kali.
Warangan terbuat dari arsenik digunakan untuk melindungi pusaka dari karat.
Sebagai sentuhan terakhir, pusaka diolesi minyak kelapa yang dicampur dengan minyak cendana.
Sementara pusaka berbentuk kereta yang tersimpan di Keraton juga tidak ketinggalan untuk dijamas.
Bedanya, jika jamasan pada pusaka-pusaka berwujud senjata dilakukan secara tertutup, jamasan kereta terbuka dan dapat dilihat oleh masyarakat.
Kereta pusaka yang setiap tahun rutin dibersihkan adalah Kanjeng Nyai Jimat, yaitu kereta tertua yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta.
Sedangkan untuk kereta lainnya dijamas bergantian setiap tahun.
Kereta akan dibersihkan dengan menggunakan air yang dicampur dengan irisan jeruk nipis dan air bunga, kemudian dilap dengan potongan kain mori hingga kering.
Bagian kereta yang terbuat dari kaca digosok dengan spiritus, sedang bagian yang terbuat dari kulit digosok dengan minyak kelapa.
Proses ini dilakukan Abdi Dalem secara bersama-sama sehingga tidak memakan waktu lama.
Namun selama dan setelah proses jamasan biasanya ada beberapa warga yang berusaha mendapatkan sisa air atau kain lap bekas karena percaya bahwa benda-benda tersebut dapat membawa berkah.
Selain itu ada pusaka berwujud tandu yang dijamas tidak menggunakan air, namun hanya disikat dan dilap dengan kain basah.
Jamasan pusaka berbentuk tandu ini dilakukan di halaman Bangsal Srimanganti.
Jamasan Pusaka yang dilakukan pada benda-benda pusaka lain dilakukan sesuai dengan jenis pusaka tersebut, seperti pusaka berwujud peralatan berkuda akan dibersihkan dengan sikat dan digosok dengan jeruk nipis.
Pusaka Keraton Yogyakarta yang berbentuk manuskrip akan dijamas dengan membersihkan setiap halamannya menggunakan sikat halus.
Ada pula pusaka berwujud pohon beringin yang terdapat di tengah Alun-Alun Utara yaitu Kiai Dewadaru dan Kiai Jayadaru dijamas dengan pemangkasan dahan-dahan agar pohon rapi dan tampak seperti payung.
Setelah pemangkasan kedua pohon beringin ini selesai, pemangkasan akan dilanjutkan terhadap pohon-pohon beringin lainnya yang mengelilingi Alun-Alun Utara.