Penulis
Sultan Agung punya ambisi untuk menguasai seluruh Pulau Jawa di bawah panji Mataram Islam. Dia juga ingin menguasai Bali tapi gagal.
Intisari-Online.com -Rupa-rupanya penguasa Mataram Islam Sultan Agung terinspirasi Majapahit untuk menguasai Jawa dan Nusantara.
Tapi apa mau dikata, Mataram gagal menduplikasi kejayaan Majapahit dengan patih Gajah Mada-nya.
Apa sebabnya?
Beragam cara dilakukan Mataram untuk menguasai bagian timur Pulau Jawa juga Bali, tapi hasilnya tak sesuai harapan.
Blambangan yang berada di sebelah timur Jawa memang sempat berhasil ditaklukkan, tapi Bali tidak.
Penguasaan atas Blambangan juga cuma sementara karena berhasil direbut lagi oleh Bali.
Dalam buku Nusantara karyaBernand H M. Vlekke dijelaskan bagaimana ekspansi Mataram Islam setelah gagal menaklukkan Banten dan Batavia.
Ketika menghadapi Belanda, lobi-lobi penting dilakukan Sultan Agung, termasuk dengan Portugis dan pedagang Inggris.
Tapi sayang, saat itu kekuatan Portugis yang berpusat di Malaka sedang redup-redupnya.
Pun begitu dengan armada Inggris yang belum ada apa-apanya dibanding armada VOC.
Dua kali Mataram Islam menyerang benteng VOC di Batavia, dan dua kali pula mereka gagal.
Setelah gagal di barat, Mataram mengalihkan perhatiannya.
Kali ini adalah wilayah timur Jawa dan Bali.
Tepatnya pada 1639.
Mataram tak butuh waktu terlalu lama untuk menaklukkan Blambangan.
Setelah itu, Mataram mengarahkan armadanya menyeberangi Selat Bali, tapi pasukan Bali ternyata berperang dengan gigih.
Mataram dan pasukannya akhirnya turusir.
Setelah itu, Bali punmengambil semua wilayah kekuasaan mereka.
Termasuk Blambangan yang berada di ujung timur Pulau Jawa.
Perang Mataram dengan Bali disebut sebagai perang terakhir Sultan Agung.
Ambisi Sultan Agung tersebut dimulai sejak pertama memimpin Mataram pada 1613.
Setelah mendapat gelar dari Mekkah pada 1640, kesehatan Sultan Agung menurun hingga ia jatuh sakit pada 1642.
Lantaran Sultan Agung mengalami sakit keras, pemerintahan Mataram kemudian diurus oleh Tumenggung Wiraguna.
Sementara itu, ada riwayat yang menjelaskan bahwa Nyi Roro Kidul sudah meramalkan kematian Sultan Agung pada 1644.
Sejak saat itu, Sultan Agung merasa bahwa waktunya meninggal dunia sudah dekat.
Sebelum meninggal dunia, pada 1645, Sultan Agung memerintah untuk membangun sebuah tempat pemakaman baru.
Pemakaman baru tersebut berada di puncak bukit di Imogiri, sekitar 5 kilometer sebelah selatan Istana Mataram.
Sebelum meninggal dunia, Sultan Agung berwasiat supaya anak tertuanya, Pangeran Adipati Arya Mataram, meneruskan takhta Kesultanan Mataram.
Hingga akhirnya, Sultan Agung meninggal dunia pada 1646.
Tanda alam Kematian Sultan Agung meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan seluruh masyarakat Mataram.
Bahkan, alam ikut bersedih karena meninggalnya Sultan Agung.
Hal itu dibuktikan dengan melerusnya Gunung Merapi yang suaranya begitu menggelegar saat Sultan Agung meninggal dunia.