Penulis
Sultan Agung pernah berhadapan dengan iparnya sendiri, Adipati Pragola II, yang bersikukuh bahwa Pati dan Mataram Islam sederajat.
Intisari-Online.com -Ada dua Adipati Pragola dan dua-duanya pernah merepotkan Mataram Islam.
Adipati Pragola I bikin repot Panembahan Senopati, pendiri Mataram Islam, sementara Adipati Pragola II akhirnya tewas di ujung tombak pengawal Sultan Agung.
Bagaimana Adipati Pragola II begitu gigih menentang Sultan Agung dari Mataram?
Adipati Pragola II merupakan pemimpin Kadipaten Pati sekaligus saudara ipar dari Sultan Agung, pemimpin Kerajaan Mataram Islam (1613-1645).
Keduanya memang saudara ipar, tapiAdipati Pragola II dalam sejarahnya pernah terlibat perang dengan Sultan Agung.
Perang saudara inilah yang membuat Adipati Pragola II tewas pada 4 Oktober 1627.
Hingga sekarang bagaimana asal-usul Adipati Pragola II masih menjadi perdebatan.
Beberapa sumber bilang,Adipati Pragola II adalah putra Adipati Pragola I--yang memberontak kepada Panembahan Senopati.
Tapi ada juga yang bilang, Adipati Pragola II adalah putra Pangeran Puger atau Pakubuwono II alih-alih Adipati Pragola I.
Terlepas dari perbedaan tersebut, catatan sejarah kompak menyebut Adipati Pragola II terlibat perang saudara dengan Sultan Agung.
Hubungan saudara yang terjalin antara Pragola II dengan Sultan Agung dilatarbelakangi oleh pernikahan Adipati Pragola II dengan Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar, adik Sultan Agung.
Pada masa kepemimpinannya, sang adipati menyatakan bahwa Pati dan Mataram sederajat.
Oleh sebab itu, Adipati Pragola II enggan patuh terhadap Mataram.
Wujud pembangkangan yang dilakukan Adipati Pragola II adalah dengan tidak mengikuti Pisowanan Agung yang diwajibkan bagi bawahan Mataram oleh Sultan Agung.
Pisowanan Agung adalah sebuah tradisi atau rapat tahunan antara Sultan Agung dengan para bawahannya.
Pada awalnya, Sultan Agung masih menoleransi ketidakhadiran adik iparnya itu.
Sebab, daerah Pati tergolong sebagai basis kekuatan bagi Mataram di bagian utara Jawa.
Selain itu, Pati pada zaman kepemimpinan Sultan Agung juga termasuk kadipaten yang paling kuat, karena menjadi satu-satunya wilayah yang belum pernah terkalahkan.
Adapun tujuan Sultan Agung membiarkan perbuatan Adipati Pragola II itu karena tidak ingin Pati memberontak.
Alasan lainnya adalah karena Sultan Agung tidak ingin terjadi perang antara dirinya dengan Adipati Pragola II.
Namun, karena Adipati Pragola II terus-terusan tidak hadir dalam rapat, kemarahan Sultan Agung pada akhirnya meledak.
Terlebih lagi setelah Sultan Agung mendapat informasi bahwa Adipati Pragola II hendak menyerang Kerajaan Mataram Islam.
Pada kenyataannya, informasi tersebut adalah sebuah provokasi yang dilakukan oleh punggawa Matara, yaitu Tumenggung Endranata.
Namun, karena Sultan Agung belum mengetahui kebenarannya, ia pun terkena hasutan Tumenggung Endranata.
Akibatnya, Sultan Agung memutuskan untuk melawan Adipati Pragola II.
Sementara itu, Adipati Pragola II dibantu oleh enam tumenggung nya yang sudah menjadi sekutu.
Keenam tumanggung tersebut adalah: Tumenggung Mangun Jaya, Adipati Kenduruan, Tumenggung Ramananggala, Tumenggung Toh Pati, Adipati Sawunggaling, dan Tumenggung Sindurejo.
Pada awal pertempuran, pasukan Pati berhasil menggugurkan banyak prajurit Mataram.
Alhasil, Kerajaan Mataram Islam sempat terdesak mundur.
Namun, Mataram berhasil memukul balik Pati setelah mengirim para sentana Mataram.
Di tengah kecamuk besar ini, Pragola II memutuskan untuk langsung menyerang Sultan Agung.
Ketika mengetahui bahwa Sultan Agung dibidik oleh Adipati Pragola II, asisten Sultan Agung, yaitu Ki Naya Darma meminta izin untuk menghadapi Pragola II.
Tanpa berpikir panjang, Sultan Agung mengizinkannya. Alhasil, terjadilah perang hebat antara Adipati Pragola II dengan Ki Naya Darma.
Dalam perang sengit ini, Ki Naya Darma berhasil menghujamkan tombaknya, Kyai Baru, ke lambung Adipati Pragola II hingga tembus ke punggungnya.
Akibat tikaman tombak ini, Adipati Pragola II tewas.
Disebutkan bahwa Adipati Pragola II tewas pada 4 Oktober 1627.
Jenazahnya kemudian dimakamkan di Sendang Sani.