Penulis
Mataram Islam ternyata pernah punya seorang sufi perempuan dalam diri Ratu Mas Blitar. Dia menyalir karya sufistik Jawa.
Intisari-Online.com -Ini adalah cerita tentang Ratu Mas Blitar atau Ratu Mas Balitar.
Selain dikenal sebagai wanita yang melahirkan raja-raja besar Mataram Islam, Ratu Mas Balitar disebut sebagai satu-satunya sufi perempuan yang menyalin karya sufistik Jawa.
Ratu Mas Blitar dikenal sebagai wanita yang melahirkan raja-raja besar Mataram Islam, baik trah Surakarta maupun trah Yogyakarta.
Apakah Ratu Mas Blitar punya hubungan dengan Retno Dumilah, begini silsilahnya:
Retno Dumilah menikah dengan Panembahan Senopati, punya anak bernama Panembahan Juminah.
Panembahan Juminah punya putra bernama Adipati Blitar, punya cucu bernama Pangeran Blitar.
Nah, Pangeran Blitar inilah ayah dari Ratu Mas Blitar, yang kelak bergelar Ratu Pakubowono setelah menikah dengan Pakubuwono I.
Dari pernikahannya dengan Pakubuwono I, Ratu Mas Blitar dianugera beberapa putra.
Yang paling terkenal adalah yang kelak bergelar Sunan Amangkurat IV.
Dari Amangkurat IV lalu lahir Pakubuwono II dan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Arya Mangkunegara.
Pakubuwono II punya anak Pakubuwono II yang kelak memindahkan keraton Mataram Islam dari Kartasura ke Surakarta.
Sementara Pangeran Mangkubumi akhirnya memisahkan diri dan mendirikan keraton di Yogyakarta dengan gelar Hamengkubuwono I.
Arya Mangkunegara sendiri nantinya punya anak bernama Raden Mas Said yang kelak bergelar Mangkunegara I.
Sementara dari Hamengkubuwono I lahir salahnya seorang putra bernama Pangeran Natakusuma, pendiri Kadipaten Pakualaman.
Ratu Mas Blitar menjadi Bupati Madiun pada 1703 hingga 1704, itulah kenapa namanya tak seharus Retno Dumilah.
Di lingkungan keraton Kartasura, Ratu Mas Blitar dikenal sebgai sosok dekat dengan spiritualitas dan sastra.
Ratu Mas Blitar disebut sebagai satu-satunya sufi perempuan di Indonesia yang menulis dan menyalin karya sufistik Jawa.
Karya-karya itu di antaranya Carita Iskandar, Serat Yusuf, dan Kitab Usulbiyah.
Serat Iskandar ditulis pada 1729-1730 diterangkan bahwa agama Islam merupakan sumber kekuatan untuk menghadapi kekuatan kafir, pemeluk Majusi, dalam hal ini adalah VOC.
Dalam serat ini Ratu Mas Blitar juga terang-terangan mengkritik elite Mataram Islam yang berkompromi dengan Belanda.
Ratu Mas Blitar meninggal dunia pada 5 Januari 1732 di usia 75 tahun dan dimakamkan di Godean, Sleman, DIY.