Penulis
Melalui tangan Raja Wurawari, Sriwijaya berhasil membumihanguskan Kerajaan Mataram Kuno (Kerajaan Medang). Tak ada yang selamat kecuali Airlangga.
Intisari-Online.com -Semua berawal ketika Raja Wurawari gagal menjadi menantu Raja Dharmawangsa Teguh penguasa Kerajaan Medang.
Padahal, raja kecil yang sejatinya adalah bawahan kerajaan Mataram Kuno itu ingin sekali menjadi penguasa Medang.
Dharmawangsa Teguh sendiri lebih memilih Airlangga, pangeran Bali yang juga keponakannya, menjadi menantu.
Hingga terjadilah apa yang oleh para sejarawan sebut sebagai Prayala Medang alias runtuhnya Medang alias runtuhnya Mataram Kuno.
Ternyata ada peran Kerajaan Sriwijaya dalam hancurnya Mataram Kuno alias Kerajaan Medang.
Kerajaan Medang, atau biasa dikenal sebagai Mataram Kuno, berdiri pertama kali di Jawa Tengah pada abad ke-8.
Medang mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota, mulai dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur.
Pada 1017 M, Mataram Kuno akhirnya runtuh setelah peristiwa Pralaya Medang.
Pralaya Medang terjadi pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh, yang berkuasa antara 985-1017 M.
Yang dimaksud dengan pralaya adalah kehancuran dunia, karena konon katanya peristiwa ini menewaskan banyak pembesar kerajaan hingga membuat Pulau Jawa bagai lautan darah.
Sejarawan menyebut Pralaya Medang disebabkan oleh keputusan Raja Dharmawangsa Teguh untuk menikahkan putrinya dengan Airlangga, pangeran keturunan Bali yang juga masih keponakan raja sendiri.
Raja Wurawari, yang berambisi menikahi putri Raja Dharmawangsa Teguh agar dapat mewarisi takhta kerajaan pun kecewa.
Wurawari adalah penguasa kerajaan kecil yang masih menjadi bawahan Mataram Kuno.
Raja Wurawari kemudian melampiaskan kekecewaannya dengan bersekutu dengan Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya pernah diserang oleh Raja Dharmawangsa Teguh.
Dengan bantuan Kerajaan Sriwijaya, Raja Wurawari dari Lwaram berani melancarkan serbuan untuk menghancurkan Kerajaan Mataram Kuno.
Sebagaimana tertulis pada Prasati Pucangan, Pralaya Medang terjadi setelah dilangsungkannya pernikahan antara Airlangga dengan putri Raja Dharmawangsa Teguh.
Ibu kota Kerajaan Medang yang terletak di Watan (sekitar Madiun sekarang) tiba-tiba diserbu dan dibakar oleh Raja Wurawari.
Serangan mendadak ini tentunya tidak pernah diperhitungkan oleh Raja Dharmawangsa Teguh.
Selain karena istana sedang mengadakan pesta perkawinan, Raja Wurawari adalah bawahannya sendiri.
Pada peristiwa yang dikenal sebagai Pralaya Medang ini, banyak pembesar kerajaan yang tewas, termasuk di antaranya Raja Dharmawangsa Teguh dan putrinya.
Setelah Kerajaan Medang hancur menjadi abu dan hampir seluruh keluarga Raja Dharmawangsa Teguh tewas, Raja Wurawari memilih untuk kembali ke kerajaannya.
Prasasti Pucangan menyebutkan bahwa Airlangga berhasil selamat dari peristiwa Pralaya Medang.
Dia berhasil melarikan ke dalam hutan bersama abdinya, Narottama.
Dalam pelariannya, pangeran yang masih berusia 16 tahun ini memilih untuk memperdalam kekuatan batin dan ilmu agamanya dengan para pertapa.
Pada 1019, Airlangga kemudian mendirikan kerajaan baru yang dikenal sebagai Kerajaan Kahuripan.
Sejak naik takhta, Raja Airlangga memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan kembali wilayah-wilayah yang pernah melepaskan diri dari Kerajaan Medang.
Selain itu, Raja Airlangga juga menyerang Raja Wurawari dan semua musuh yang memiliki andil dalam runtuhnya Kerajaan Medang.