Mengenal Sosok Jaka Tingkir, Raja Jawa yang Berasal dari Rakyat Biasa

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Sosok Jaka Tingkir, Raja Jawa dengan latar belakang rakyat biasa.

Intisari-online.com -Jaka Tingkir adalah tokoh legenda dalam sejarah Nusantara.

Ia adalah pendiri dan raja pertama dari Kerajaan Pajang, sebuah kerajaan Islam yang terletak di perbatasan Surakarta dan Sukoharjo pada abad ke-16.

Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, yang diberi oleh ayahnya, Ki Kebo Kenanga, seorang adipati dari Pengging.

Ia lahir pada tanggal 18 Jumadilakhir tahun Dal mangsa VIII menjelang subuh.

Sejak kecil, ia dibesarkan oleh Nyai Ageng Tingkir, janda dari Ki Ageng Tingkir, seorang dalang wayang beber yang wafat setelah mendalang di rumah Ki Kebo Kenanga.

Karena itu, ia lebih terkenal dengan nama Jaka Tingkir.

Ia suka bertapa, berlatih bela diri dan kesaktian, sehingga menjadi pemuda yang kuat, tampan dan berani.

Kemudian ia juga berguru pada beberapa tokoh terkenal, seperti Sunan Kalijaga, Ki Ageng Sela, dan Ki Ageng Banyubiru.

Saat dewasa, Jaka Tingkir diperintahkan untuk mengabdi ke Kerajaan Demak, yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggana.

Dengan menggunakan getek (rakit), ia berangkat bersama tiga sahabatnya, yaitu Pangeran Monco Negoro, Kanjeng Tumenggung Wilomarto, dan Kanjeng Tumenggung Wuragil.

Dalam perjalanan di sungai Bengawan Solo, ia sempat melawan seekor buaya yang akhirnya bisa dikalahkan dan mengiringinya hingga Demak.

Baca Juga: Cukup Sekali Ekspedisi, Sosok Ini Jadi Orang Inggris Pertama Yang Temukan Nusantara

Di Demak, ia menunjukkan keberanian dan kesetiaannya dengan menundukkan seekor kerbau yang mengamuk dan membantu Sultan Trenggana menghadapi pemberontakan Arya Penangsang dari Jipang.

Ia juga berhasil menikahi Ratu Kalinyamat, janda dari Sultan Hadlirin yang terbunuh oleh Arya Penangsang.

Dengan demikian, ia menjadi menantu Sultan Trenggana dan memiliki kedudukan tinggi di keraton.

Setelah Sultan Trenggana wafat pada tahun 1546 Masehi, Jaka Tingkir mendukung putra bungsunya, Pangeran Prapen (Sultan Prawoto), untuk menjadi raja Demak menggantikan kakaknya, Sultan Hadiwijaya (Joko Lelono).

Namun, Pangeran Prapen tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dan akhirnya dibunuh oleh Arya Penangsang pada tahun 1549 Masehi.

Jaka Tingkir kemudian membalas dendam dengan membunuh Arya Penangsang dan mengambil alih wilayah Jipang.

Ia juga mengalahkan Adipati Wirasaba yang memberontak dan merebut wilayah Mataram dari Ki Ageng Pemanahan yang merupakan saudaranya sendiri.

Dengan demikian, ia menjadi penguasa tunggal di Jawa Tengah.

Namun, Jaka Tingkir tidak mau menjadi raja Demak karena merasa tidak pantas menggantikan Sultan Prawoto yang merupakan saudara iparnya.

Ia juga tidak mau tinggal di Jipang karena merasa tidak nyaman dengan suasana bekas musuhnya.

Oleh karena itu, ia memilih untuk membangun kerajaannya sendiri di Pajang, sebuah desa kecil di pinggir sungai Bengawan Solo.

Baca Juga: Melalui Pajang Dan Jaka Tingkir, Mataram Islam Mengaitkan Diri Dengan Kerajaan Demak Bintoro

Pada tahun 1568 Masehi, ia dinobatkan sebagai raja Pajang dengan gelar Sultan Adiwijaya atau Hadiwijaya.

Ia memerintah dengan bijaksana dan adil.

Juga menjalin hubungan baik dengan para wali Songo dan para ulama Islam.

Bahkan memberikan tanah Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas pengabdiannya.

Sultan Adiwijaya wafat pada tahun 1582 Masehi dan dimakamkan di desa Butuh (sekarang masuk wilayah Kabupaten Sragen).

Makamnya berada di kompleks pemakaman keluarga Jaka Tingkir yang juga berisi makam Nyai Ageng Tingkir (ibu angkatnya), Ki Kebo Kenanga (ayah kandungnya), Ratu Kalinyamat (istrinya), dan beberapa anaknya.

Jaka Tingkir adalah sosok yang patut dijadikan teladan.

Ia adalah raja yang berani, setia, rendah hati, dan religius.

Meski berasal dari rakyat biasa yang berhasil menjadi raja karena usaha dan takdirnya.

Artikel Terkait