Temukan Harta Karun Peninggalan Mataram Kuno, Sosok Pekerja Tol Solo-Jogja Mengaku Dapat Wangsit

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Sejumlah pekerja proyek jalan tol Solo-Jogja menemukan harta karun diduga peninggalan Mataram Kuno di Situs Wonoboyo. Mengingatkan penemuan emas di lokasi yang sama pada 1990.

Sejumlah pekerja proyek jalan tol Solo-Jogja menemukan harta karun diduga peninggalan Mataram Kuno di Situs Wonoboyo. Mengingatkan penemuan emas di lokasi yang sama pada 1990.

Intisari-Online.com -Pekerja proyek tol Solo-Jogja menemukan harta karun emas diduga peninggalan Mataram Kuno.

Benda berharga itu ditemukan di situs Desa Wonoboyo, Jogonalan, Klaten, Jawa Tengah, tak jauh dari exit tol Jogonalan.

Benda-benda itu kini sudah dievakuasi olehBalai Pelestari Kebudayaan (BPK) Wilayah X Jateng-DIY.

Tak jauh dari tempat penemuan itu, sekitar 100 meter, pernah ditemukan harta karun emas Wonoboyo pada Oktober 1990.

Salah satu pekerja yang menemukan benda-benda berharga pada 25 April 2023 itu adalah Sriyanto.

Dia mengaku ia mendapat wisik atau bisikan lewat mimpi untuk mendatangi lahan karena ada sesuatunya.

Bersama beberapa rekannya dia punmengorek tanah yang sebagian sudah dikeruk alat berat.

Di situ dia menemukanguci keramik dan belanga berbahan logam yang sudah keropos.

Dia juga menemukanpecahan gerabah, dua arca kecil berbahan logam, semacam canang, cepuk, dan nampan besar yang juga terbuat dari logam.

Pada 26 April 2023, temuan itu tersiar ke masyarakat.

Sriyanto dan kawan-kawan lantas menyerahkan temuan itu ke Balai Desa Wonoboyo.

Penemuan di lahan yang sama ini menguak kembali kisah lama penemuan aneka perhiasan emas dari Desa Wonoboyo pada era Orde Baru itu.

Menurut sejarawan dari UGM Timbul Haryono,harta karun emas temuan Wonoboyo merupakan benda- benda regalia, atau simbol kerajaan.

Meski belum ada bukti sahih, dari ciri fisik benda dan gaya seninya, harta karun emas itu berasal dari abad 9 atau awal abad 10 Masehi.

Dia berhipotesis, pemiliknya tidak mungkin bangsawan biasa, pengrajin emas, apalagi rakyat biasa.

Periode itu dianggap masa keemasan dinasti Mataram Kuno di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Terbentang sejak masa Rakai Warak Dyah Manara (803 M) hingga Dyah Balitung (898 M).

Di antara periode itu masa Rakai Pikatan (847 M-855 M) meninggalkan jejak istimewa di sekitar Prambanan.

Dikiranya 100 kg lebih, diumumkannya tak sampai 20 kg

Penemuan harta karun emas di Situs Wonoboyo itu masih menyimpan misteri hingga sekarang, terutama soal berat emas yang ditemukan.

Warga yang menemukan harta karun itu memperkirakan berat harta karun itu lebih dari 100 kg, tapi ketika diumumkan oleh pemerintah tak sampai 20 kg.

"Saya waktu itu paling kecil di antara enam orang," kata Sumarno (45) di rumahnya di Desa Wonoboyo.

Sumarno adalah satu satu penemu harta karun tersebut.

"Beratnya sekitar dua kuintal (200 kg), dari tiga guci dan benda lain yang ditemukan."

Harta karun itu tepatnya ditemukan di persawahan milik Ny Cipto Suwarno (alm), warga Wonoboyo juga.

Lokasi ini masuk wilayah Dusun Ploso Kuning, berada di tepian sungai kecil yang airnya mengalir sepanjang tahun.

Sesudah serangkaian penelitian lanjutan tahun 1990 dan 1991, situs tersebut dibiarkan telantar.

Kini situs tersebut kembali jadi sawah.

Namun warga Wonoboyo masih mengingat tempatnya persis di bawah pohon kluwih, yang tumbuh di sisi barat sawah.

"Ya, perkiraan saya lebih dari 100 kilogram," jawab Marno saat diulang-ulang ditanya berapa perkiraan bobot temuan emas itu menurutnya.

"Satu guci saja ada kali, 50 kilogram," ujarnya.

Marno menggambarkan kejadian waktu itu ketika sepeda yang dipakai untuk membawa sebuah guci, sampai pecah bannya saking beratnya beban.

"Ban sepeda lho sampai pecah waktu mau bawa guci ke balai desa," ujar sopir truk pasir ini.

"Berat banget," timpalnya.

Sementara itu, angka berbeda disebutkan sejarawan UGM, Prof Dr Timbul Haryono, yang turut menelaah temuan ini.

Ia menuliskan angka 30 kilogram emas pada prolog laporan kajian tentang harta karun emas Wonoboyo.

Angka ini cukup umum jadi pengetahuan publik, selain versi lain yang muncul di konten Wikipedia tentang temuan Wonoboyo.

Di publikasi-publikasi lainnya tertulis16,9 kilogram.

Terdiri emas 14,9 kilogram, dan perak 2 kilogram.

Paling menonjol bokor gembung dan baskom emas berukir adegan epos Ramayana.

Lainnya ada 6 tutup bokor, 3 gayung, 1 baki, 97 gelang, 22 mangkuk kecil, pipa rokok, guci besar dari era dinasti Tang.

Ada lagi 2 guci kecil, 11 cincin, 7 piring, 8 subang, tas emas berbentuk persegi, gagang keris atau mungkin hiasan pucuk payung, manik-manik, dan uang logam emas berbentuk seperti biji jagung.

Semua temuan ini jadi koleksi Museum Nasional di Jakarta.

Tanpa ragu, Marno mengungkap sejumlah keganjilan yang menyertai penemuan harta karun zaman Mdang.

"Dulu, mana berani orang cerita. Para penemu seperti tak habis-habisnya diinterogasi," aku Marno.

Beruntung, sebagai anggota termuda, Marno tak banyak didatangi polisi dan tentara.

"Lima orang yang seperti tanpa henti ditanyai. Mereka memastikan tidak ada yang menyimpan atau menyembunyikan temuan," lanjutnya.

Enam orang penemu harta karun emas Wonoboyo terdiri atas Witomoharjo, Dadi, Surip, Dodo, Marno, dan Hadi Sihono.

Di antara mereka, Witomoharjo sebagai orang tertua, dan Hadi Sihono sudah meninggal.

Menurut Marno, semua temuan di lahan Cipto Suwarno yang dikeruk tanahnya untuk urugan itu diangkut ke Balai Desa Wonoboyo, sebelum kemudian dibawa ke kantor purbakala.

"Setelah itu kita tidak tahu gimana-gimananya. Hanya saat pertama kali nemu, lihat barangnya warna kuning. Kita tidak menyangka itu emas murni," katanya.

Bagi Marno, yang paling membikin penasaran sampai sekarang, para penemu dan pemilik sawah mendapat hadiah yang nilainya spektakuler juga untuk ukuran saat itu.

"Totalnya terima 500 juta, dibagi dua untuk pemilik sawah dan penemu," katanya.

"Kami masing- masing dapat bagian 38 juta rupiah, dan pemilik sawah 239 juta rupiah. Itu jumlah yang sangat fantastis," urai Marno.

"Nilai segitu, pada masa 90an, bagi saya, juga mungkin bagi umum, luar biasa banyak. Waktu itu saya sampai berpikir uang ini mungkin tidak akan habis," lanjut Marno yang menerima tanda penyerahan uang di kantor BNI Cabang Yogya di kawasan Titik Nol Kilometer.

Sesudah itu uang ditransfer ke BPD Jateng.

Sebelum dia pindahkan ke BRI Kraguman Klaten.

"Saya ambil tunai di BPD, ada tiga kantong kresek besar, lalu saya setor ke BRI," katanya sembari menyebut pecahan terbesar waktu itu Rp 20 ribu.

Dari nilai penghargaan yang spektakuler itulah Marno lantas mengingat taksirannya bahwa bobot emas temuan bisa sampai dua kuintal.

"Pokoknya banyak lah, saya liat ada butiran emas seperti jagung, koin, stempel, dan aneka rupa benda lain, termasuk tas emas dan talinya. Yang besar yang baskom dan bokor," ujarnya.

Lantas ke mana jika memang ada ratusan kilogram? Marno hanya tertawa.

"Ya, entahlah. Tahu sendiri situasi waktu itu," kata Marno yang berjabat tangan dengan Presiden Soeharto dan Ibu Tien saat mereka diundang ke Candi Prambanan beberapa waktu sesudah penemuan.

Artikel Terkait