Peristiwa Pencucian Uang Rafael Alun, Ternyata Ini Modus Seseorang Melakukan Money Laundering

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Ada beberapa modus seseorang seperti Rafael Alun melakukan tindak pidana pencucian uang. Salah satunya karena uang yang dia hasilkan bermasalah.

Ada beberapa modus seseorang seperti Rafael Alun melakukan tindak pidana pencucian uang. Salah satunya karena uang yang dia hasilkan bermasalah.

Intisari-Online.com -Dua kali KPK menetapkan Rafael Alun Trisambodo sebagai tersangka.

Pertama, Rafael Alun ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi.

Kedua, ayah Mario Dandy itu ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Menurut KPK, pencucian uang yang dilakukan Rafael Alun nilainya mencapai puluhan miliar dan bisa lebih.

Sejumlah saksi telah diperiksa oleh KPK terkait penetapan Rafael Alun sebagai tersangka.

Salah satunya adalah Grace Tahir, putri konglomerat kaya raya, Dato Sri Tahir.

Sebenarnya apa motif orang melakukan pencucian uang alias money laundry?

Sedikit mundur ke belakang,istilah money laundering mulanya dikenal di Amerika Serikat sejak 1930-an.

Ketika itu para pelaku tindak kejahatan terorganisir (organized crimes) seperti kelompok mafia Italia-Amerika dan sindikat lain menanamkan uang hasil kejahatan mereka dengan membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya.

Selain itu, sindikat kriminal itu juga kerap mendirikan, membeli, atau menanamkan modal dalam bisnis pencucian pakaian atau laundromat yang saat itu tengah berkembang di Negeri Paman Sam sebagai kedok.

Uang hasil tindak kejahatan seperti menyelundupkan minuman keras (pemerintah AS melarang peredaran minuman keras pada 1930-an), perjudian, dan pelacuran ditanamkan dalam bisnis pencucian pakaian itu dan kemudian diputar.

Hasil dari bisnis pencucian pakaian itu kemudian ditanamkan dalam bentuk usaha lain hingga membeli saham.

Itulah awal mula istilah pencucian uang muncul.

Dengan perkembangan zaman, pelaku kejahatan juga semakin cerdik untuk menghindari hukuman dan menyamarkan harta hasil kejahatan mereka dengan pencucian uang.

Di Indonesia, aksi pencucian uang kerap diidentikkan dengan kasus korupsi.

Namun, aparat penegak hukum juga bisa mengusut dugaan money laundering dari pelaku tindak kejahatan narkoba sampai terorisme.

Tujuan awal pencucian uang adalah menyamarkan asal usul uang dari kegiatan yang melanggar hukum seolah berasal dari aktivitas legal.

Selain itu, pencucian uang juga bertujuan untuk memperkaya diri sendiri dengan berupaya mengaburkan asal usul uang atau aset yang didapatkan dari cara yang tidak wajar atau ilegal.

Seperti korupsi, terorisme, perampokan, perdagangan manusia, narkoba, pencurian ikan, penipuan (fraud), dan sebagainya.

Pemerintah Indonesia mempunyai landasan hukum untuk mengusut pencucian uang setelah mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada 17 April 2002. Beleid itu kemudian direvisi dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 pada 13 Oktober 2003.

Menurut pakar hukum pidana AS Sarah Newcomb Welling dalam buku Smurfs, money laundering, and the federal criminal law: The crime of structuring transactions, tindak pidana pencucian uang dimulai dari dirty moneyalias uang kotor.

Kita mengenalnya sebagai uang haram.

Welling mengatakan, uang dapat menjadi kotor dengan dua cara.

Pertama lewat pengelakan pajak (tax evasion), kedua lewat cara-cara yang melanggar hukum.

Yang dimaksud dengan “pengelakan pajak” ialah memperoleh uang secara legal atau halal, tetapi jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan perhitungan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya diperoleh.

Tujuan pencucian uang adalah:

1. Menyembunyikan uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan.

Hal ini bertujuan agar uang atau kekayaan tersebut tidak dipermasalahkan secara hukum dan tidak disita oleh pihak yang berwajib atau juga agar tidak dicurigai banyak orang.

2. Menghindari penyelidikan dan/atau tuntutan hukum.

Pelaku kejahatan ingin melindungi atau menghindari tuntutan hukum dengan cara “menjauhkan” diri mereka sendiri dari uang atau harta kekayaan, misalnya dengan menyimpannya atas nama orang lain.

3. Meningkatkan keuntungan. Pelaku kejahatan bisa saja mempunyai beberapa usaha lain yang legal.

Seringkali, uang hasil kejahatan disertakan ke dalam perputaran usaha-usaha mereka yang sah tersebut.

Akibatnya, uang hasil kejahatan bisa melebur ke dalam usaha atau bisnis yang sah, menjadi lebih sulit terdeteksi sebagai hasil kejahatan, dan juga dapat meningkatkan keuntungan bisnis yang sah tersebut.

Saat ini dikenal 3 tahapan dalam proses pencucian uang.

1. Placement (penempatan)

Pada tahap penempatan bentuk uang diubah karena sebagian besar aktivitas kejahatan bergantung pada uang tunai sebagai alat pertukaran utama, mekanisme penempatan biasanya melibatkan pengubahan mata uang menjadi bentuk lainnya.

Contohnya seorang bandar narkoba membeli barang-barang mewah untuk kepentingan pribadi dari hasil pencucian uang.

2. Layering (penyelubungan, pelapisan)

Setelah pencucian uang berhasil melakukan tahap placement, tahap berikutnya adalah layering atau disebut pula heavy soaping.

Dalam tahap ini pencuci uang berusaha untuk memutuskan hubungan uang hasil kejahatan itu dari sumbernya.

Hal itu dilakukan dengan cara memindahkan uang tersebut dari satu bank ke bank yang lain dan dari negara yang satu ke negara yang lain sampai beberapa kali, yang sering kali pelaksanaannya dilakukan dengan cara memecah-mecah jumlahnya, sehingga dengan pemecahan dan pemindahan beberapa kali itu asal-usul uang tersebut tidak mungkin lagi dapat dilacak oleh otoritas moneter atau oleh para penegak hukum.

Contohnya memindahkan uang mereka ke bank lain antarwilayah atau ke negara lain.

Contoh lainnya adalah dengan uang hasil kejahatan secara lintas batas negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah maupun shell company (perusahaan cangkang).

3. Integration (pengintegrasian)

Dalam tahap ini dapat dikatakan juga bahwa pelaku menggabungkan dana hasil kejahatan yang baru dicuci dengan dana yang berasal dari sumber yang sah sehingga lebih sulit untuk memisahkan keduanya.

Setelah mencapai tahap ini, pelaku kejahatan bebas menggunakan dana tersebut dengan berbagai cara.

Hasil kejahatan ini bisa diinvestasikan kembali kedalam kegiatan kriminal dan kemudian digunakan untuk melakukan kejahatan lain seperti terorisme.

Dana ilegal juga dapat digunakan untuk berinvestasi dalam perekonomian yang sah.

Modus pencucian uang

Menurut Adrian Sutedi dalam buku Tindak Pidana Pencucian Uang, ada delapan modus dalam tindak pidana pencucian uang.

1. Melalui kerja sama modal Uang hasil kejahatan secara tunai dibawa ke luar negeri.

Uang tersebut masuk kembali dalam bentuk kerjasama modal (Joint Venture Project).

Keuntungan inventasi tersebut harus diinvestasikan lagi dalam berbagai usaha lain.

Keuntungan usaha lain ini dinikmati sebagai uang yang sudah bersih karena tampaknya diolah secara legal, bahkan dikenakan pajak.

2. Melalui agunan kredit Uang tunai hasil kejahatan diselundupkan ke luar negeri oleh pelaku atau sindikat.

Lalu disimpan di bank negara tertentu yang prosedur perbankannya termasuk lunak.

Dari bank tersebut ditransfer ke bank lain dalam bentuk deposito.

Kemudian dilakukan peminjaman ke suatu bank di negara lain dengan jaminan deposito tersebut.

Uang hasil kredit ditanamkan kembali ke asal uang haram tadi.

3. Melalui perjalanan luar negeri Uang tunai hasil kejahatan ditransfer ke luar negeri melalui bank asing yang berada di negaranya.

Lalu uang tersebut dicairkan kembali dan dibawa kembali ke negara asalnya oleh orang tertentu.

Seolah–olah uang tersebut berasal dari luar negeri.

4. Melalui penyamaran usaha dalam negeri Uang hasil kejahatan digunakan untuk mendirikan perusahaan samaran sebagai kedok, tidak dipermasalahkan apakah uang tersebut berhasil atau tidak.

Tetapi kesannya uang tersebut telah menghasilkan uang bersih karena digunakan dalam kegiatan bisnis perusahaan itu.

5. Melalui penyamaran perjudian Uang hasil kejahatan diputar atau ditanamkan dalam usaha perjudian.

Tidak menjadi masalah apakah menang atau kalah.

Akan tetapi akan dibuat kesan menang, sehingga ada alasan asal usul uang tersebut.

6. Melalui penyamaran dokumen Uang hasil kejahatan secara fisik tidak kemana-mana.

Tetapi keberadaannya didukung oleh berbagai dokumen palsu atau yang diadakan, seperti membuat double invoice dalam jual beli dan ekspor impor, agar ada kesan uang tersebut sebagai hasil kegiatan luar negeri.

7. Melalui pinjaman luar negeri Uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri dengan berbagai cara, lalu uang tersebut dimasukkan kembali sebagai pinjaman luar negeri.

Hal ini seakan-akan memberi kesan bahwa pelaku memperoleh bantuan kredit luar negeri.

8. Melalui rekayasa pinjaman luar negeri Uang hasil kejahatan secara fisik tidak kemana-mana, tetapi kemudian dibuat suatu dokumen seakan-akan ada bantuan atau pinjaman luar negeri.

Jadi pada kasus ini sama sekali tidak ada pihak pemberian pinjaman, yang ada hanya dokumen pinjaman yang kemungkinan besar adalah dokumen palsu.

Artikel Terkait