Penulis
Selain VOC, Mataram Islam juga mendapat bantuan dari pasukan Bugis pimpinan Arung Palakka saat menumpas pemberontakan Trunojoyo.
Intisari-Online.com -Ada sejumlah pihak yang membantu Mataram Islam memadamkan pemberontakan Trunojoyo.
Selain VOC, Mataram Islam juga mendapat bantuan dari pasukan Bugis yang dipimpin oleh Arung Palakka.
Arung Palakka adalah Sultan Bone yang berkuasa pada tahun 1672-1696.
Dia dikenal sebagai pejuang bagi masyarakat Bone karena membebaskan mereka dari penguasaan Kerajaan Gowa.
Meski begitu, Arung Palakka juga sering dianggap sebagai pengkhianat karena bekerja sama dengan VOC.
Pada 1674, Trunojoyo berhasil mengalahkan pasukan Mataram di Jawa Timur dan mendeklarasikan dirinya sebagai raja Madura dan Jawa Timur.
Ia juga mengancam kekuasaan VOC di Batavia dan Banten.
VOC yang merasa terancam kemudian meminta bantuan Arung Palakka dan pasukan Bugis untuk menghadapi Trunojoyo.
Arung Palakka yang ingin memperluas pengaruhnya di Jawa bersedia membantu VOC dengan syarat mendapatkan sebagian wilayah Jawa Timur sebagai hadiah.
Pada tahun 1676, Arung Palakka dan pasukan Bugis tiba di Jawa dan bergabung dengan pasukan VOC dan Mataram.
Perang antara Trunojoyo dan gabungan VOC-Bugis-Mataram berlangsung selama dua tahun.
Trunojoyo sempat menguasai beberapa kota penting seperti Surabaya, Kediri, dan Madiun.
Namun, ia akhirnya kalah karena kekurangan persenjataan.
Dengan bantuan Arung Palakka, VOC berhasil mengalahkan pemberontakan Trunojoyo dan memperkuat posisinya di Jawa.
Arung Palakka adalah salah satu tokoh sejarah yang memiliki peran penting dalam memerdekakan rakyat Bone dari penjajahan Kerajaan Gowa.
Arung Palakka lahir pada tahun 1634 di Soppeng, sebagai putra dari raja Bone ke-13.
Pada tahun 1646, ia dan keluarganya ditawan oleh Kerajaan Gowa dan dibawa ke Makassar.
Di sana ia mendapat pendidikan dari Karaeng Pattingalloang, mangkubumi Gowa yang ramah kepadanya.
Arung Palakka kemudian diberi gelar Daeng Serang karena kecerdasan dan kepandaiannya.
Pada tahun 1660, Arung Palakka berhasil melarikan diri dari Makassar bersama rakyatnya dan kembali ke tanah Bugis.
Ia kemudian memimpin perlawanan terhadap Gowa yang ingin menundukkan kerajaan-kerajaan Bugis.
Namun, ia mengalami kekalahan dan terpaksa melarikan diri lagi ke Buton.
Di sana ia bertemu dengan utusan VOC yang menawarkan bantuan.
Arung Palakka menerima tawaran VOC dengan syarat mendapatkan wilayah-wilayah yang direbut dari Gowa.
Pada tahun 1666, ia bersama pasukan VOC dan Bugis berlayar menuju Makassar untuk menyerang Gowa.
Perang Makassar berlangsung selama tiga tahun hingga akhirnya Gowa menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1669.
Perjanjian Bongaya memberikan kemerdekaan kepada kerajaan-kerajaan Bugis dan memberikan hak monopoli perdagangan kepada VOC.
Arung Palakka pun dinobatkan sebagai Sultan Bone ke-15 pada tahun 1672.
Ia kemudian memperluas pengaruhnya di Sulawesi Selatan dan Tenggara dengan mengalahkan kerajaan-kerajaan lain yang menentangnya.
Terlepas dari segala kontroversi yang meliputi dirinya, Arung Palakka dikenal sebagai ahli perang yang mumpuni.
Ia mampu membebaskan rakyatnya dari penjajahan Gowa dan membawa Kerajaan Bone ke puncak kejayaan.
Ia juga menjalin hubungan baik dengan VOC untuk menguntungkan dirinya sendiri--itulah kenapa dia disebut sebagai pengkhianat.
Arung Palakka meninggal pada tahun 1696 di Bontoala, Makassar, dan dimakamkan di samping makam ayahnya di kampung Lamatti, Soppeng.
Ia digantikan oleh putranya, La Patau Matanna Tikka, sebagai Sultan Bone ke-16.