Penulis
Intisari-online.com - Korupsi dan penyelewengan pajak bukanlah fenomena baru di Indonesia.
Sejak zaman kerajaan, praktik-praktik tidak terpuji ini sudah ada dan merugikan kepentingan rakyat.
Namun, bagaimana cara kerajaan-kerajaan di masa lalu mengatasi masalah ini? Apakah ada contoh yang bisa kita tiru dari sejarah?
Salah satu kerajaan yang terkenal dengan pemberantasan korupsi dan penyelewengan pajak adalah Majapahit.
Kerajaan yang berdiri pada abad ke-13 hingga ke-16 ini memiliki sistem pemerintahan yang teratur dan efisien.
Majapahit juga memiliki hukum yang tegas dan adil bagi para pelaku kejahatan, termasuk koruptor dan mafia pajak.
Berikut adalah beberapa cara yang dilakukan oleh Majapahit untuk membereskan mafia pajak dan koruptor Jawa kuno:
1. Menetapkan tarif pajak yang wajar dan transparan
Majapahit menetapkan tarif pajak yang wajar dan transparan bagi rakyatnya.
Pajak dibayar sesuai dengan kemampuan dan hasil usaha masing-masing.
Misalnya, petani membayar pajak berupa hasil panen, pedagang membayar pajak berupa barang dagangan, dan nelayan membayar pajak berupa ikan.
Pajak juga dibayar secara langsung ke kas kerajaan, tanpa perantara atau calo.
Hal ini untuk mencegah adanya penipuan atau pemotongan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pajak yang masuk ke kas kerajaan digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan menopang kesejahteraan rakyat.
2. Menghukum mati para koruptor dan mafia pajak
Majapahit tidak main-main dalam menghukum para koruptor dan mafia pajak.
Mereka dianggap sebagai durjana atau penjahat yang merusak tatanan sosial dan moral.
Hukuman mati adalah hukuman yang paling sering diberlakukan bagi mereka.
Ada beberapa cara hukuman mati yang diterapkan oleh Majapahit, antara lain:
a. Dibuang ke laut
Hukuman ini diberikan kepada para koruptor dan mafia pajak yang mencuri uang negara atau menipu rakyat.
Mereka dibuang ke laut dengan harapan agar dimangsa oleh makhluk-makhluk air yang digambarkan sebagai bhurloka atau dunia bawah.
Hukuman ini sering disebut sebagai sapatha atau kutukan dalam prasasti-prasasti Majapahit.
b. Disula seperti babi guling
Hukuman ini diberikan kepada para pejabat tinggi yang melakukan korupsi atau penyelewengan besar-besaran.
Mereka disula atau ditusuk-tusuk seperti babi guling. Hukuman ini disebut sebagai cineleng-celeng dalam kitab Pararaton.
Salah satu contoh pejabat yang mendapat hukuman ini adalah Rakryan Mahamantri Gajah Mada, yang diduga melakukan kudeta terhadap Ratu Tribhuwana Tunggadewi.
c. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten
Majapahit tidak membeda-bedakan status sosial atau jabatan dalam menegakkan hukum.
Siapa pun yang terbukti melakukan korupsi atau penyelewengan pajak akan dihukum sesuai dengan kesalahannya.
Tidak ada perlindungan atau kekebalan bagi para pejabat atau bangsawan.
Salah satu contoh kasus yang menunjukkan sikap adil dan konsisten Majapahit adalah kasus pengemplangan pajak di Desa Kinewu pada zaman Kerajaan Medang (987 M).
Pada kasus ini, para perangkat Desa Kinewu mengadu ke penguasa setempat, Rakryan Randaman Mpu Wama, karena merasa tidak adil dengan penetapan pajak atas sawah mereka.
Mereka harus membayar biaya administrasi berupa emas dan seekor kerbau kepada beberapa petugas untuk mengajukan permohonan pengukuran ulang sawah.
Namun, permohonan mereka tidak diproses sampai Rakryan Mpu Wama meninggal.
Mereka pun mengadu langsung ke Sri Maharaja Dyah Balitung, yang kemudian mengabulkan permohonan mereka dan menetapkan pajak yang lebih rendah.
Kasus ini dicatat dalam Prasasti Kinewu yang ditemukan di Kabupaten Magetan.
Dari kasus ini, kita bisa melihat bahwa Majapahit tidak membiarkan rakyatnya menderita akibat pajak yang tidak wajar.
Raja dan pejabatnya bersedia mendengarkan keluhan rakyat dan memberikan solusi yang adil. Raja juga tidak segan-segan menghukum pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya dalam hal pajak.
Demikianlah beberapa cara yang dilakukan oleh Majapahit untuk membereskan mafia pajak dan para koruptor. (*)
Artikel ini dibuat dengan bantuan AI
Baca Juga: Kisah Cinta Prabu Brawijaya V dan Siu Ban Ci, Selir yang Melahirkan Musuh Majapahit