Pemakaman Banyusumurup, Tempat bersemayamnya Pembangkang Mataram Islam

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Pemakaman Banyusumurup saksi bisu sejarah kelam Mataram Islam yang kaya intrik dan konflik.

Pemakaman Banyusumurup saksi bisu sejarah kelam Mataram Islam yang kaya intrik dan konflik.

Intisari-Online.com -Bisa dibilang, kompleks pemakaman Banyusumurup adalah noda hitam dalam sejarah Mataram Islam.

Di tempat itulah disemayamkan sosok-sosok yang dianggap musuh, pengkhianat, atau pecundang oleh Mataram.

Pemakaman Banyusumurup adalah sebuah pemakaman yang terletak di Dusun Banyusumurup, Girirejo, Imogiri, Bantul.

Lokasinya berdekatan dengan Pemakaman Imogiri, tempat dimakamkannya raja-raja Mataram Islam.

Namun, berbeda dengan Pemakaman Imogiri yang megah dan terawat, Pemakaman Banyusumurup tampak sederhana dan sepi.

Hal ini karena pemakaman ini merupakan tempat bagi mereka yang dianggap sebagai musuh atau pengkhianat oleh penguasa Mataram pada masa lalu.

Pemakaman Banyusumurup mula-mula dipakai untuk mengebumikan Pangeran Pekik asal Surabaya, beserta para anak dan bawahannya setelah dihukum mati oleh Amangkurat I pada 21 Februari 1659.

Pangeran Pekik adalah ipar Sultan Agung.

Dia dituduh terlibat dalam konspirasi pembunuhan Amangkurat I bersama Trunojoyo dan Raden Kajoran.

Namun, tuduhan ini diduga sebagai fitnah untuk menghilangkan lawan politik Amangkurat I yang tidak menyukai kebijakan-kebijakannya.

Di antara 52 nisan yang ada di Banyusumurup, terdapat 32 yang berkaitan dengan Pangeran Pekik, yakni:

- Pangeran Pekik

- Ratu Pandansari

- Putra Raja yang masih kecil

- Pangeran Lamongan

- RAy Tyutang

- RAy Kleting Wulung

- RAy Jambul

- KGP Timur

- Pangeran Demang

- Ratu Lembah

- Raden Kertonegoro

- Singolesono

- Martapuro

- Kertonadi

- Wongsokusumo

- Jagaraga

- Cokronogoro

- Singorowo

- Janarutro

- Tomo Pawiro Tarung Hangggajoyo

- Raden Tondo

- Raden Lamongan

- Kertopuro

- Koryonegoro

- Wirokusumo

- Irawongso

- Wongsocitro

- Wirosari

- Aryo Kusumo Atmojo Kusumo

Setelah itu, Banyusumurup dipakai untuk mengebumikan orang-orang yang berkhianat, berontak, atau anti terhadap penguasa, selama masih berasal dari golongan keluarga keraton.

Salah satu figur terkenal yang dimakamkan di Banyusumurup adalah Roro Oyi.

Roro Oyi, putri asal Surabaya yang direncanakan untuk dipinang Amangkurat I, antara 1668-1670.

Tapi di tengah jalan, dia malah jatuh cinta dengan putra Amangkurat I.

Selain Rara Oyi, ada nama Raden Ronggo Prawirodirjo III yang didakwa berontak terhadap Belanda, 1810.

Namun makam Prawirodirjo dipindahkan ke Magetan pada tahun 1957, ditempatkan di samping makam istrinya, Maduretno.

Ada juga Danurejo II, dihukum mati di dalam keraton Yogyakarta pada tanggal 28 Oktober 1811 karena dituduh bersekongkol dengan Belanda.

Kemudian dipindahkan ke Mlangi pada 1865.

Lalu Raden Tumenggung Danukusumo, ayah dari Danurejo II, dihukum gantung saat diasingkan menuju Pacitan, 15 Januari 1812.

Kemudian dipindahkan ke Mlangi pada tahun 1812.

Lalu Pangeran Joyokusumo I dan putranya Joyokusumo II dan Atmokusumo berpihak pada Pangeran Diponegoro.

Tewas di Kelurahan Sengir, Kulonprogo pada 21 September 1829 dan kepalanya dipenggal oleh Tumenggung Cokrojoyo dan dibawa ke Jenderal De Kock di Magelang.

Kepalanya dikebumikan di Banyusumurup dan badannya dikebumikan di Sengir.

Pemakaman Banyusumurup menjadi saksi bisu dari sejarah kelam Mataram Islam yang penuh dengan konflik, intrik, dan pembunuhan.

Artikel Terkait