Bukan Sultan Agung, Ternyata Ini Raja Jawa Pertama Yang Menerima Gelar Sultan Dari Makkah

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Sultan Agung ternyata bukan raja Jawa pertama yang menerima gelar sultan dari Makkah. Dia kalah dari Pangeran Ratu dari Banten.

Sultan Agung ternyata bukan raja Jawa pertama yang menerima gelar sultan dari Makkah. Dia kalah dari Pangeran Ratu dari Banten.

Intisari-Online.com -Ternyata bukan Sultan Agung, raja Mataram, raja di Jawa yang pertama kali menerima gelar sultan dari Makkah.

Lalu siapa?

Jawabannya adalah Pangeran Ratu, raja keempat Kesultanan Banten, sosok pertama yang mendapatkan gelar sultan dari Makkah.

Gelar yang diberikan kepadanya adalah Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdulkadir.

Dan siapa sangka, gelar ini ternyata membuat Anyakrakusuma alias Raden Mas Jatmika alias Raden Mas Rangsang dari Mataram iri.

Raden Mas Jatmika baru mendapatkan gelar sultan dari Makkah pada 1641, sementara Pangeran Ratu dari Banten mendapatkan gelar itu pada 1636.

Sebelum menggunakan gelar Sultan Agung, Raden Mas Jatmika menggunakan gelar Susuhunan Anyakrakusuma atauPrabu Pandita Anyakrakusuma.

Setelah menaklukkan Madura pada 1624, dia mengubah gelarnya menjadiSusuhunan Agung Adi Prabu Anyakrakusuma atau Sunan Agung.

Untuk menguatkan legitimasinya, dia kemudian mengirim utusan ke Makkah untuk meminta gelar sultan.

Ternyata langkah itu dia tempuh karena tidak mau kalah dari Pangeran Ratu dari Banten yang juga adalah pesain terkuatnya.

Pada 1641, utusan itu tiba di Mataram, dan membawa gelar sultan melalui perwakilan syarif Makkah, Zaid ibnu Muhsin Al Hasyimi.

Gelar tersebut adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani al-Jawi.

Pemberian gelar itu dilengkapi dengan kuluk untuk mahkotanya, bendera, pataka, dan sebuah guci yang berisi air zamzam.

Guci yang dulunya berisi air zamzam itu kini ada di makam Astana Kasultanagungan di Imogiri dengan nama Enceh Kyai Mendung.

Sejak itu, Anyakrakusuma dikenal dengan Sultan Agung.

Tapi gelar tersebut hanyadigunakan selama empat tahun (1641-1645), dimulai semenjak Sultan Agung menerima gelar tersebut dari 1641 hingga wafat pada 1645.

Setelah dirinya, tak ada lagi raja Mataram yang bergelar sultan.

Persaingan antara Sultan Agung dari Mataram dan Sultan Agung dari Banten juga menarik untuk diceritakan.

Semua berawal ketika Mataram menerapkan politik ekspansi sejak 1613.

Sesuai namanya, politik itu bertujuan menyatukan seluruh wilayah Jawa di bawah panji Mataram.

Surabaya sudah ditaklukkan, kini giliran Kesultanan Banten.

Sultan Agung beranggapan, Banten harus menjadi bagian dari Mataram karena dulu Banten adalah bagian dari Kesultanan Demak, leluhur Mataram.

Terlebih, pada 1619, Kesultanan Cirebon juga sudah tunduk kepada Mataram, disusul kerajaan-kerajaan di sekitarnya.

Sultan Agung punmempersiapkan tentaranya untuk berekspansi ke arah barat.

Tapi sebelum menyerbu Banten, Sultan Agung harus menyerbu Batavia lebih dahulu agar bisa mengusir VOC dan menjadikan Batavia sebagai pangkalan militer.

Dengan begitu, tinggal menunggu waktu saja Banten bakal dikuasai.

Tapi alih-alih menaklukkan Banten, Mataram justru terjegal oleh Batavia, oleh VOC, dalam dua kali serangannya,1628 dan 1629.

Sejak itu, Banten dan Mataram terus bermusuhan hingga terjadi Pemberontakan Trunajaya yang terjadi di tahun 1674.

Artikel Terkait