Penulis
Intisari-online.com - Ki Ageng Pemanah II adalah salah satu abdi dalem Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja ketiga dari Kerajaan Mataram yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645.
Ia adalah putra dari Ki Ageng Pamanahan, pendiri desa Mataram yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Mataram.
Dirinya merupakan saudara kandung dari Panembahan Senapati, raja pertama dari Kesultanan Mataram.
Ki Ageng Pemanah II memiliki kesaktian dalam bidang memanah. Ia mampu menembak musuh dari jarak jauh dengan akurasi yang tinggi.
Ia juga memiliki panah sakti yang bisa menembus baju besi dan perisai musuh.
Karena kehabatannya itu, ia sering membantu Sultan Agung dalam berbagai peperangan melawan musuh-musuh Mataram, seperti VOC Belanda, Kerajaan Banten, dan Kerajaan Surabaya.
Salah satu kisah heroik Ki Ageng Pemanah II adalah ketika ia berhasil menembak mati Kapten Tack, seorang komandan VOC Belanda yang menyerang Mataram pada tahun 1629.
Kapten Tack adalah seorang prajurit yang berani dan tangguh. Ia memimpin pasukan Belanda yang berjumlah sekitar 1.000 orang untuk menyerbu ibu kota Mataram di Karta.
Ia juga membawa meriam-meriam besar untuk menghancurkan benteng-benteng Mataram.
Namun, ketika pasukan Belanda sudah mendekati Karta, mereka disambut oleh pasukan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung sendiri.
Sultan Agung memerintahkan Ki Ageng Pemanah II untuk menembak Kapten Tack dari jarak jauh. Ki Ageng Pemanah II pun mengambil panah saktinya dan mengarahkannya ke arah Kapten Tack.
Dengan sekali tembak, ia berhasil menembus baju besi dan jantung Kapten Tack. Kapten Tack pun tewas seketika di tempat.
Kematian Kapten Tack membuat pasukan Belanda kaget dan panik. Mereka tidak tahu dari mana datangnya panah maut itu.
Mereka pun mundur dan kocar-kacir. Pasukan Mataram pun mengejar dan menghabisi mereka.
Dari 1.000 orang pasukan Belanda, hanya sekitar 50 orang yang berhasil selamat dan kembali ke Batavia.
Selain menembak Kapten Tack, Ki Ageng Pemanah II juga pernah menembak seorang raja dari Kerajaan Surabaya yang bernama Pangeran Benowo.
Pada tahun 1625, Sultan Agung mengirim pasukan Mataram untuk menyerang Surabaya yang merupakan sekutu Belanda.
Pasukan Mataram berhasil mengepung kota Surabaya dan membuat Pangeran Benowo terdesak.
Pangeran Benowo kemudian mencoba melarikan diri dengan menggunakan perahu kecil. Ia berharap bisa mencapai kapal-kapal Belanda yang berada di laut.
Namun, rencananya gagal karena Ki Ageng Pemanah II yang melihatnya dari jarak jauh.
Ki Ageng Pemanah II pun mengambil panah saktinya dan menembak Pangeran Benowo di dada.
Pangeran Benowo pun tewas sebelum bisa naik ke kapal Belanda.
Dengan kematian Pangeran Benowo, Kerajaan Surabaya pun jatuh ke tangan Mataram.
Sultan Agung kemudian mengangkat putra Pangeran Benowo yang masih kecil, yaitu Raden Jayengrono, sebagai raja boneka di Surabaya.
Raden Jayengrono kelak dikenal sebagai Sunan Lawu, salah satu raja Mataram yang memberontak melawan Sultan Agung.
Ki Ageng Pemanah II tidak hanya berperang melawan musuh-musuh Mataram, tetapi juga membantu Sultan Agung dalam hal-hal lain.
Ia juga pernah mendampingi Sultan Agung dalam perjalanan ziarah ke Makam Sunan Giri di Gresik.
Ki Ageng Pemanah II juga pernah membantu Sultan Agung dalam membangun Masjid Agung Mataram di Karta.
Beliau wafat pada tahun 1640 dan dimakamkan di Pasarean Mataram, Kotagede, Yogyakarta.
Meninggalkan seorang putra bernama Ki Ageng Mangir I, yang kelak menjadi raja Mangir dan menikahi putri Sultan Agung, yaitu Ratu Pembayun.
Ki Ageng Pemanah II adalah salah satu abdi dalem Sultan Agung yang memiliki kesaktian dalam bidang memanah.
Beliau adalah saksi sejarah dari kejayaan Kesultanan Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung.
Simbol dari keberanian dan keterampilan abdi dalem Mataram yang tidak kenal takut dan menyerah.
Beliau juga contoh dari kesetiaan dan keberanian abdi dalem Mataram yang rela berkorban demi raja dan tanah airnya.
*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai