Penulis
Intisari-online.com - Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan maritim yang berpusat di Palembang, Sumatera Selatan.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-10 hingga ke-11, ketika menguasai jalur perdagangan laut antara India dan Tiongkok.
Namun, pada awal abad ke-11, Sriwijaya menghadapi ancaman besar dari Kerajaan Chola di India Selatan, yang dipimpin oleh Rajendra Chola I.
Rajendra Chola I adalah raja yang ambisius dan ekspansionis, yang ingin menguasai jalur perdagangan laut antara India dan Tiongkok yang selama ini dikuasai oleh Sriwijaya.
Dengan demikian, ia dapat memperluas pengaruh dan kekayaannya di Asia Tenggara Maritim.
Rajendra Chola I berhasil menyerang Sriwijaya sebanyak dua kali, yakni pada 1017 dan 1025.
Serangan pertama terjadi pada 1017, ketika Rajendra Chola I mengirim armada lautnya yang besar dan kuat untuk menyerbu Palembang, ibu kota Sriwijaya.
Armada Chola berhasil menembus pertahanan Sriwijaya dan menjarah kota Palembang dengan kejam.
Raja Sriwijaya saat itu, Sangrama Vijayatunggavarman, ditangkap dan dibawa ke India sebagai tawanan.
Serangan kedua terjadi pada 1025, ketika Rajendra Chola I kembali mengirim armada lautnya untuk menyerang Sriwijaya dan sekutu-sekutunya di Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.
Armada Chola berhasil menghancurkan banyak pelabuhan dan kota penting milik Sriwijaya dan sekutu-sekutunya, seperti Kedah, Pannai, Malayu, Jambi, Kadaram, dan Dharmasraya.
Baca Juga: Rahasia Serangan Kerajaan Chola India terhadap Kerajaan Sriwijaya: Apa Motif dan Strategi Mereka?
Raja Sriwijaya saat itu, Samara Vijayatunggavarman, berhasil melarikan diri dari Palembang dan mencari perlindungan di Jawa.
Serangan-serangan Chola menyebabkan kerusakan besar bagi Sriwijaya dan sekutu-sekutunya. Banyak harta benda, budak, gajah, dan perahu yang dirampas oleh Chola.
Banyak pula penduduk yang tewas atau melarikan diri akibat serangan tersebut.
Selain itu, serangan-serangan Chola juga mengganggu jalur perdagangan laut antara India dan Tiongkok yang menjadi sumber pendapatan utama Sriwijaya.
Namun, meskipun mengalami serangan yang mematikan dari Chola, Sriwijaya tidak serta-merta runtuh.
Kerajaan ini masih mampu bertahan dan mempertahankan sebagian wilayahnya di Sumatera Selatan.
Ada beberapa faktor yang membantu Sriwijaya bertahan dari serangan Chola.
Pertama, Sriwijaya memiliki sistem pemerintahan yang fleksibel dan desentralisasi.
Kerajaan ini terdiri dari banyak kerajaan bawahan atau mandala yang saling berhubungan melalui hubungan upeti atau persaudaraan.
Hal ini memungkinkan Sriwijaya untuk beradaptasi dengan kondisi politik yang berubah-ubah dan menjaga loyalitas kerajaan bawahan.
Kedua, Sriwijaya memiliki hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lain di Asia Tenggara Maritim dan Asia Timur.
Kerajaan ini menjalin hubungan dagang dan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan seperti Kambuja (Kamboja), Java (Jawa), China (Tiongkok), dan Pala (Bengal).
Hal ini memberikan Sriwijaya akses ke sumber daya alam dan manusia yang dapat digunakan untuk membangun kembali kerajaannya.
Ketiga, Sriwijaya memiliki tradisi keagamaan dan kebudayaan yang kuat dan berpengaruh. Kerajaan ini dikenal sebagai pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara Maritim.
Banyak biksu dan cendekiawan Buddha yang berasal dari atau berkunjung ke Sriwijaya untuk belajar dan mengajar.
Kerajaan ini juga memiliki banyak candi, vihara, dan stupa yang menjadi saksi sejarah kejayaannya.
Selain itu, Sriwijaya juga memiliki sastra dan seni yang berkembang pesat, seperti kitab Kedukan Bukit, kitab Talang Tuwo, kitab Kota Kapur, dan kitab Karang Brahi.
Keempat, Sriwijaya memiliki semangat perlawanan dan patriotisme yang tinggi terhadap Chola.
Meskipun mengalami serangan yang menghancurkan, rakyat Sriwijaya tidak menyerah begitu saja.
Mereka berusaha untuk mempertahankan tanah air mereka dari penjajahan asing.
Beberapa contoh perlawanan rakyat Sriwijaya terhadap Chola adalah pemberontakan di Kedah pada 1026 dan pemberontakan di Jambi pada 1030.
Kelima, Sriwijaya memiliki keberuntungan karena Chola tidak mampu mempertahankan kekuasaannya di Asia Tenggara Maritim.
Baca Juga: Termasuk Jejak Kerajaan Sriwijaya, Inilah 5 Tempat Bersejarah di Palembang
Chola hanya mampu melakukan serangan-serangan jangka pendek yang bertujuan untuk merampas harta benda dan menghancurkan kota-kota.
Chola tidak mampu menetapkan pemerintahan yang stabil dan efektif di wilayah-wilayah yang mereka taklukkan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jarak yang jauh antara India dan Asia Tenggara Maritim, kurangnya dukungan dari penduduk setempat, adanya perlawanan dari Sriwijaya dan sekutu-sekutunya, dan adanya konflik internal di Chola sendiri.
Dengan demikian, Sriwijaya berhasil bertahan dari serangan Chola yang mematikan dengan bantuan dari beberapa faktor internal dan eksternal.
Meskipun demikian, serangan-serangan Chola telah melemahkan Sriwijaya secara signifikan dan membuka peluang bagi kerajaan-kerajaan lain untuk mengambil alih posisi Sriwijaya sebagai kerajaan maritim terkuat di Asia Tenggara Maritim.