Kisah Demang Lehman, Bermodal 300 Prajurit Taklukkan Benteng Belanda Saat Perang Banjar

Afif Khoirul M

Penulis

Demang Lehman melakukan perlawanan dengan 300 orang menyerbu benteng Belanda.

Intisari-online.com - Perang Banjar (1859-1905) adalah salah satu peristiwa heroik dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda.

Dalam perang ini, banyak tokoh pejuang yang berjasa, salah satunya adalah Demang Lehman.

Siapa dia dan bagaimana kisahnya?

Demang Lehman lahir di Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan pada tahun 1832 dengan nama Idis.

Ia adalah seorang panakawan (ajudan) dari Pangeran Hidayatullah II, salah satu pemimpin Perang Banjar yang merupakan pewaris takhta Kesultanan Banjar.

Karena kesetiaan dan kecakapannya, ia diangkat menjadi Kiai Demang, yaitu pejabat yang memimpin sebuah lalawangan (distrik) di Kesultanan Banjar.

Demang Lehman terkenal sebagai panglima perang yang berani dan cerdik.

Ia menggunakan taktik gerilya kilat untuk menyerang pos-pos pertahanan Belanda secara tiba-tiba dan cepat.

Dengan menggunakan senjata andalan berupa keris Singkir dan tombak Kalibelah yang membuatnya ditakuti oleh musuh.

Salah satu prestasi Demang Lehman adalah berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio, Tanah Laut pada Agustus 1859.

Ia dibantu oleh Kiai Langlang dan Penghulu Haji Buyasin.

Baca Juga: Bikin Willem Daendels Sampai Ketar-Ketir, Inilah Prajurit Estri Tentara Elit Wanita Mataram yang Ditakuti Belanda

Mereka menyerbu benteng tersebut dengan 300 pasukan dan berhasil menguasainya.

Namun, Belanda tidak tinggal diam dan mengirim pasukan besar untuk merebut kembali benteng tersebut.

Dalam pertempuran sengit yang terjadi, Demang Lehman dan pasukannya berhasil mempertahankan benteng tersebut dengan gagah berani.

Mereka menewaskan sembilan serdadu Belanda dan melukai banyak lainnya.

Namun, karena serangan Belanda didukung oleh kapal perang yang menembakkan meriam dari sungai, Demang Lehman akhirnya memutuskan untuk mundur dari benteng tersebut tanpa meninggalkan korban.

Demang Lehman kemudian memusatkan kekuatannya di benteng Gunung Lawak, Tanah Laut.

Benteng ini terletak di atas bukit dan dipersenjatai dengan meriam di setiap sudutnya.

Pada September 1859, Demang Lehman kembali berhadapan dengan pasukan Belanda dalam pertempuran memperebutkan benteng ini.

Meski kekuatan musuh lebih besar, Demang Lehman tidak gentar dan mempertahankan benteng tersebut dengan gigih.

Namun, ia harus kehilangan sekitar 100 pasukannya dalam pertempuran ini.

Demang Lehman tidak pernah menyerah dalam perjuangan melawan Belanda.

Baca Juga: Dua Kali Berani Serang Belanda, Inilah 8 Fakta Sultan Agung, Raja Mataram yang Ditakuti VOC

Ia terus bergerilya di sekitar Martapura dan Tanah Laut bersama pasukannya.

Juga membantu Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari dalam berbagai pertempuran lainnya.

Ia bahkan sempat menyerbu Benteng Amawang pada Maret 1860 dengan 300 pasukan lagi.

Sayangnya, nasib tragis menimpa Demang Lehman pada tahun 1862.

Lalu tertangkap oleh Belanda saat sedang beristirahat di sebuah rumah di Tanjung Rema.

Ia dibawa ke Martapura dan disiksa untuk mengungkapkan rahasia perjuangan rakyat Banjar.

Namun, ia tetap tegar dan tidak mau bekerja sama dengan musuh.

Akhirnya, Demang Lehman dihukum gantung oleh Belanda pada tanggal 8 Juni 1862 di depan Benteng Amawang.

Sebelum dieksekusi, ia sempat berpidato dengan lantang dan mengajak rakyat Banjar untuk terus melakukan perlawanan.

Artikel Terkait