Tak Sekedar Mengarak Patung, Ini Cerita yang Disajikan Dalam Ritual Ogoh-Ogoh, Ada Cinta Terlarang Hingga Penyihir Jahat

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Ritual Ogoh-Ogoh di daerah Bali.

Intisari-online.com - Sejarah tradisi ogoh-ogoh sendiri dimulai pada tahun 1983.

Tahun tersebut merupakan bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali, pasalnya pada tahun itu mulai dibuat wujud-wujud Bhuta Kala berkenaan dengan ritual Nyepi di Bali.

Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional.

Sebelumnya, sudah ada tradisi serupa yang melibatkan pengarakan patung-patung raksasa, seperti tradisi Ndong Nding di daerah Gianyar dan Karangasem, Ngaben Ngwangun dan Barong Landung.

Namun, ogoh-ogoh baru menjadi populer dan meluas saat diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.

Pada awalnya, ogoh-ogoh dibuat dari anyaman bambu bertulang kayu yang dilapisi kertas.

Namun seiring perkembangan zaman, bahan-bahan yang digunakan menjadi lebih ringan dan mudah dibentuk, seperti styrofoam atau gabus.

Hal ini mempercepat proses pembuatan dan menghemat biaya.

Tradisi ogoh-ogoh kemudian juga merambah ke kota-kota lain di Indonesia, seperti Yogyakarta dan Jakarta.

Di sana, ogoh-ogoh juga digelar sebagai bagian dari perayaan Hari Raya Nyepi dengan nuansa budaya lokal.

Ogoh-ogoh adalah karya seni patung yang diarak dalam sebuah pawai menuju perayaan Hari Raya Nyepi.

Ogoh-ogoh menggambarkan sebuah tokoh Hindu yang bernama Bhuta Kala, yang merupakan kekuatan alam semesta dan waktu yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Baca Juga: Biasanya Hanya Buat Ogoh-ogoh, Kini Pemuda Ini Jadi Salah Satu Pembuat Properti Panggung di Pembukaan Asian Games 2018

Ogoh-ogoh biasanya berwujud raksasa yang menakutkan, namun juga bisa mengambil bentuk makhluk-makhluk lain seperti naga, gajah, widyadari atau tokoh-tokoh terkenal.

Tradisi ogoh-ogoh berasal dari tahun 1983, ketika wujud Bhuta Kala mulai dibuat berkaitan dengan ritual Nyepi di Bali.

Budaya ini semakin meluas saat ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.

Ogoh-ogoh sebenarnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi, namun dijadikan sebagai pelengkap kemeriahan upacara ngerupuk atau pengerupukan.

Pawai ogoh-ogoh dilakukan pada malam sebelum Hari Raya Nyepi dengan diiringi irama gamelan khas Bali yang disebut bleganjur.

Sebelum memulai pawai, para peserta upacara biasanya minum-minuman keras tradisional atau arak.

Ogoh-ogoh diarak menuju sema atau tempat persemayaman umat Hindu sebelum dibakar dan pada saat pembakaran mayat.

Proses pembakaran ogah-oogh melambangkan pengusiran hal-hal negatif dari diri manusia dan lingkungan.

Selain itu, ogoh-ogoh juga menjadi ajang kreativitas para pemuda yang mengambil berbagai cerita sebagai tema patungnya. Beberapa cerita yang diangkat dalam ogah-oogh antara lain:

Cerita tentang Dewa Wisnu dan Dewa Brahma yang berselisih tentang siapa pencipta alam semesta.

Mereka kemudian bertemu dengan Dewa Siwa dalam wujud batang api tanpa ujung. Dewa Siwa memberikan tantangan kepada mereka untuk mencari ujung batang api tersebut.

Baca Juga: Ogoh-ogoh, Simbol Kekuatan Jahat yang Hendak ‘Ditenangkan’

Namun mereka gagal dan akhirnya menyadari bahwa Dewa Siwa adalah pencipta alam semesta.

Cerita tentang Bima Suci yang mencari air tirta amerta untuk menyelamatkan keluarganya dari kutukan Sang Hyang Tunggal.

Bima Suci harus melewati berbagai rintangan dan musuh dalam perjalanannya. Salah satu musuhnya adalah Naga Basuki yang menjaga air tirta amerta.

Cerita tentang Raja Jaya Pangus dan Putri Kang Cing Wei yang saling jatuh cinta namun ditentang oleh ayah sang putri karena beda agama.

Mereka akhirnya melarikan diri ke Bali dan menikah secara adat Hindu.

Namun mereka dikutuk oleh ayah sang putri menjadi barong landung, yaitu dua patung raksasa berwujud laki-laki dan perempuan.

Cerita tentang Durga Mahisasura Mardini yang merupakan manifestasi dari Dewi Uma sebagai istri Dewa Siwa.

Durga Mahisasura Mardini bertugas untuk membasmi Mahisasura, yaitu raja asura (raksasa) berwujud kerbau yang mengancam ketertiban dunia.

Cerita tentang Calon Arang yang merupakan seorang penyihirjahat yang membawa malapetaka bagi masyarakat Bali karena dendam atas kematian putrinya Ratna Manggali.

Calon Arang memiliki kitab ilmu hitam bernama Wedha Kala Tattwa yang bisa menghidupkan mayat-mayat menjadi prajuritnya.

Ia juga bisa mengirimkan penyakit sampar ke mana-mana.

Artikel Terkait