Berbagai Konflik Bernuansa Suku dan Agama yang Pernah Terjadi di Indonesia

Khaerunisa

Penulis

Ilustrasi. Konflik Sampit.

Intisari-Online.com - Sejumlah konflik bernuansa suku dan agama pernah terjadi di Indonesia.

Pada halaman 153 buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas X, terdapat soal yang berbunyi ""Berikan analisismu atas konflik bernuansa suku dan agama yang pernah terjadi di Indonesia!".

Untuk menjawab soal tersebut, tentunya harus mengetahui lebih dulu tentang apa saja konflik bernuansa suku dan agama yang pernah terjadi di Indonesia.

Berikut ini beberapa konflik bernuansa suku dan agama yang pernah terjadi di Indonesia.

1. Konflik Sampit

Konflik Sampit terjadi di kota Sampit, Kalimantan Tengah, pada awal Februari 2001.

Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura, dipicu oleh permasalahan ekonomi.

Saat itu para transmigran asal Madura telah membentuk 21 persen populasi Kalimantan Tengah.

Akibatnya, Kalimantan Tengah merasa tidak puas karena terus merasa disaingi oleh Madura.

Terjadilah penyerangan yang membuat sebanyak 1.335 orang Madura harus mengungsi.

Namun, konflik Sampit yang terjadi tahun 2001 bukanlah insiden pertama, karena sebelumnya sudah terjadi perselisihan antara keduanya.

Baca Juga: Upaya Apa Saja yang dapat Dilakukan untuk Memupuk Kerukunan Antarumat Beragama di Indonesia?

Konflik ini mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap provokator.

Kemudian, untuk memperingati akhir konflik tersebut, dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura.

Selain itu, untuk memperingati perjanjian damai tersebut, dibentuk juga sebuah tugu perdamaian di Sampit.

2. Kerusuhan Lampung

Konflik ini terjadi pada 2012, tepatnya pada tanggal 27 Oktober hingga 29 Oktober 2012. Bermula dari program transmigrasi yang diadakan pemerintah, ketika warga asal Bali masuk ke Lampung dan ditempatkan di Lampung Selatan.

Di Lampung Selatan, mereka kemudian mendirikan perkampungan Balinuraga, Baliagung, dan Balinapal.

Kemudian, konflik mencuat dipicu kesalahpahaman antara warga Lampung dan warga asal Bali. Ketika itu, dua gadis dari penduduk Desa Agom, Lampung Selatan, terjatuh dari motor yang kemudian dibantu oleh warga Desa Balinuraga.

Namun, warga Desa Balinuraga dianggap membantu korban sembari melakukan pelecehan. Akibatnya, terjadi bentrokan antara warga Desa Agom dengan Desa Balinuraga.

Total sebanyak 14 orang tewas akibat peristiwa bentrok tersebut. Selain itu ratusan rumah dan puluhan kendaraan bermotor juga rusak.

Koflik ini pun kemudian membuat ratusan orang dari Desa Balinuraga mengungsi.

Baca Juga: Kumpulan Soal TWK Sejarah CPNS dan Kunci Jawabannya (Bagian 12)

Pascakerusuhan, warga Desa Agom dan Desa Balinuraga melakukan kesepakatan damai untuk tidak saling menuntut secara hukum.

Selain itu, mereka sepakat untuk menjaga keamanan, ketertiban, kerukunan, dan perdamaian antarsuku di Lampung Selatan.

3. Konflik Poso

Konflik Poso adalah sebutan untuk serangkaian kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Konflik ini terjadi sejak 25 Desember 1998 hingga 20 Desember 2001.

Peristiwa Konflik Poso dimulai dari sebuah bentrokan kecil antarkelompok pemuda sebelum akhirnya menjalar menjadi kerusuhan bernuansa agama.

Kabuten Poso memiliki penduduk mayoritas Muslim di desa-desa, sedangkan mayoritas Protestan di dataran tinggi.

Selain penduduk asli Muslim, terdapat juga pendatang orang Bugis dari Sulawesi Selatan dan Gorontalo bagian utara.

Kabupaten Poso pun menjadi fokus program transmigrasi pemerintah.

Sehingga pada akhir tahun 1990-an, penduduk di Kabupaten Poso mayoritas adalah Muslim dengan persentase di atas 60 persen.

Para pendatang kemudian membuat adanya persaingan ekonomi antara penduduk asli Poso yang mayoritas Kristen dengan para pendatang Bugis yang memeluk Islam.

Kondisi itulah yang kemudian melatarbelakangi konflik bernuansa suku dan agama yang terjadi di Poso.

Konflik Poso sendiri berakhir pada 20 Desember 2001 dengan ditandangani Deklarasi Malino.

Baca Juga: Cara Menghitung Weton Jawa Untuk Nikah dan 8 Arti Penafsirannya

Itulah beberapa konflik bernuansa suku dan agama yang pernah terjadi di Indonesia.

Konflik merupakan hal yang terjadi sebagai akibat dari interaksi manusia. Terjadinya konflik, biasanya dilatarbelakangi oleh perbedaan yang dibawa oleh individu dalam interaksi.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara multikultural (majemuk) terbesar di dunia. Kemajemukan Indonesia dapat dilihat dari agama, budaya, bahasa, etnis, dan adat istiadat yang ada.

Keragaman memang dapat menciptakan adanya potensi konflik antarmasyarakat, seperti yang pernah terjadi di Indonesia tersebut.

Namun di sisi lain, keragaman pun dapat menjadi berkah jika dapat dikelola dengan baik. Keragaman dapat menjadi modal sosial (social capital) yang berharga bagi bangsa Indonesia.

Untuk itu, agar menghindarkan terjadinya konflik di negara multikultural ini diperlukan upaya untuk mengelolanya.

Dengan mengelolanya, keragaman dapat menjadi modal sosial sekaligus mencegah potensi konflik di tengah masyarakat Indonesia.

Salah satunya adalah dengan melakukan kolaborasi antarbudaya di Indonesia, seperti yang dibahas pada bagian 3 unit 3 buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas X.

Kolaborasi merupakan sebuah kerja sama yang dilakukan baik individu maupun kelompok.

Beberapa manfaat kolaborasi budaya yaitu membuat masyarakat saling mengenal budaya masing-masing, meningkatkan toleransi, hingga mengikis prasangka.

Baca Juga: 10 Candi Peninggalan Kerajaan Budha, Simak Selengkapnya Berikut Ini

(*)

Artikel Terkait