Penulis
Intisari-Online.com -Kota Solo dan Kota Yogyakarta yang kini bak disatukan lewat pernikahan Kaesang-Erina, dulu justru dipisahkan oleh VOC.
Melalui perjanjian Giyanti yang dikenal sebagaisiasat licik VOC, Kerajaan Mataram pun dipecah-belah.
Seperti diketahui, Kaesang Pangarep dan Erina Gudono telah menyelesaikan ijab kabul melalui akad nikah yang dilaksanakan di Pendopo Agung Royal Ambarrukmo, Sleman, Sabtu (10/12/2022).
Hadir sebagai saksi dalam akad nikah tersebut adalahMensesneg Pratikno dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
SementaraKakak Erina, Allen Adam Rinaldy Gudono, hadir sebagai wali nikah membacakan maskawin.
Baca Juga: Jadi Salah Satu Tempat Pernikahan Kaesang Pengarep dan Erina Gudono, Ini Sejarah Loji Gandung
"Ananda Kaesang Pangarep, putra Bapak Haji Joko Widodo, saya nikahkan Ananda dengan Erina Gudono, putri Bapak Haji Gudono, nikah untuk Ananda sendiri dengan maskawin berupa seperangkat alat shalat, logam mulia 10, 12, 20, 22 gram, dan uang tunai sebesar Rp300.000," ujar Allen, seperti dilansir dari Kompas TV, Sabtu (10/12/2022).
Kaesang pun menjawab, "Saya terima nikahnya Erina Gudono binti Muhammad Gudono dengan maskawin tersebut dibayar tunai".
Dengan demikian, keduanya pun secara resmi telah terikat sebagai pasangan suami dan istri.
Kaesang pun langsung mengucapkan "Alhamdulillah" usai para saksi menyatakan bahwa akad telah berlangsung secara sah.
Baca Juga: Jan Ethes Mencuri Perhatian saat Jadi Juru Bicara Keluarga pada Pernikahan Kaesang-Erina
Dipecah-belah VOC
Solo dan Yogyakarta yang kini 'disatukan' lewat pernikahan Kaesang-Erina justru punya sejarah kelam akibat siasak licik VOC.
Siasat licik yang dimaksud adalah perjanjian Giyanti antara VOC dengan Kerajaan Mataram yang diwakili olehPakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi.
Salah satu isidari perjanjian yang dilakukan pada 13 Februari 1755 tersebut adalah terbaginya kekuasaan Mataram kepada dua pihak,Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi.
Inilah yang kemudian menjadi titik awal terpecahnya Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Baca Juga: Ritual ‘Panggih’ Upacara Perkawinan Adat Yogyakarta Kaesang Pengarep dan Erina Gudono
Selain itu, perjanjian Giyanti juga berisi tentang gelar yang akan digunakan kedua kerajaan serta berbagai kerja sama yang mengikat dengan VOC.
Berikut 9 poin perjanjian Giyanti seperti dilansir dari Tribunneswiki.com:
1. Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah dengan separuh dari kerajaan Mataram. Hak kekuasan diwariskan secara turun-temurun.
2. Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC dengan rakyat kesultanan.
Baca Juga: Jadi Salah Satu Adat Jawa yang Dilakukan Kaesang Pengarep dan Erina Gudono, Inilah Makna Midodareni
3. Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur. Pepatih Dalem adalah pemegang kekuasaan eksekutif sehari-hari dengan persetujuan dari residen atau gubernur.
4. Sri Sultan tidak akan mengangkat atau memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati sebelum mendapatkan persetujuan dari VOC.
5. Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang memihak VOC dalam peperangan.
6. Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Pakubuwana II kepada VOC dalam kontraknya tertanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya, VOC akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan sebesar 10.000 real tiap tahunnya.
7. Sri Sultan akan memberi bantuan kepada Sri Sunan Pakubuwana III sewaktu-waktu jika diperlukan.
Baca Juga: Jadi Salah Satu Adat Jawa yang Dilakukan Kaesang Pengarep dan Erina Gudono, Inilah Makna Midodareni
8. Sri Sultan berjanji akan menjual bahan-bahan makanan dengan harga tertentu kepada VOC.
9. Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC, khususnya perjanjian-perjanjian yang dilakukan pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746, dan 1749.
Dengan lahirnya Perjanjian Giyanti maka Dinasti Mataram Islam sebagai kerajaan independen pun secara resmi berakhir.
Peradaban Kebudayaan Jawa pun akhirnya terpecah menjadi dua dengan terpusat di Surakarta dan Yogyakarta.
Baca Juga: 7 Sumber Mata Air yang Digunakan dalam Prosesi Siraman Kaesang-Erina