Find Us On Social Media :

Mengapa Belanda Gelar Pengadilan Rakyat Internasional Soal Peristiwa 1965?

By Ade Sulaeman, Jumat, 13 November 2015 | 13:30 WIB

Mengapa Belanda Gelar Pengadilan Rakyat Internasional Soal Peristiwa 1965?

Nantinya, ada tujuh hakim yang akan memutuskan perkara, yaitu Sir Geoffrey Nice, Helen Jarvis, Mireille Fanon Mendes France, John Gittings, Shadi Sadr, Cees Flinterman, dan Zak Yacoob.

2. Pengadilan tidak memiliki kekuatan hukum

Karena diprakarsai dan dibentuk murni oleh warga sipil biasa, IPT berada di luar negara dan lembaga formal seperti PBB. Itu artinya, keputusan apa pun yang dihasilkan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Pemerintah Indonesia sudah menegaskan tidak mempunyai masalah dengan proses yang berlangsung di Den Haag.

Namun, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mewanti-wanti IPT itu merupakan bentuk kebebasan berpendapat, bukan bagian dari proses pengadilan internasional.

"Pemerintah Indonesia sudah mempunyai proses tersendiri untuk rekonsiliasi terkait dengan sejarah kita yang masa lalu itu," tambah Arrmanatha Nasir.

3. Mengapa harus dilakukan di Den Haag?

Dalam situs resminya, panitia pengadilan mengatakan, Den Haag dipilih sebagai lokasi pengadilan karena dianggap sebagai "simbol keadilan dan perdamaian internasional".

Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice) memang bermarkas di Den Haag.

Sejumlah tribunal khusus, seperti Tribunal Yugoslavia, pernah diselenggarakan di ibu kota Belanda itu.

Geneva sebelumnya sempat dipertimbangkan sebagai lokasi, tetapi  karena masalah logistik: biaya, akomodasi, dan kerumitan penyelenggaraan, panitia memutuskan sidang digelar di Belanda. Sebagian besar panitia penyelenggara pun memang warga Indonesia yang bermukim di Belanda.

Sejumlah pengguna media sosial mengkritik keputusan ini yang dianggap tidak tepat karena dianggap mengingatkan kembali "dosa penjajahan yang lebih besar".

Malik Yusuf mengatakan, "Pemerintah Belanda (yang) harus kita gugat karena Belanda telah melakukan pelanggaran HAM terhadap bangsa Indonesia selama 350 tahun!!"

"Terus... kapan Belanda disidang?" tanya yang lainnya.

"Sidang ini sebenarnya penting sekali untuk rekonsiliasi, tapi sayangnya kok di Den Haag, Belanda, yang notabene kerajaan yang distigma oleh rakyat Indonesia. Mana didengerin. Mestinya diadakan di Indonesia juga atau di negara yang posisinya lebih netral secara politik," kata Sano Wasi Wisrawa Yoga di akun Facebook BBC Indonesia.

(BBC Indonesia via kompas.com)