Find Us On Social Media :

Ritual ‘Tangisan Pernikahan’, Adat Suku Tujia di China, Prosedur Pernikahan Wajib Selama 30 Hari, Bila Tidak Dilakukan Pengantin Wanita Dipandang Rendah dan Jadi Bahan Tertawaan

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 15 September 2022 | 16:05 WIB

Ritual 'Tangisan Pernikahan' suku Tijua di China.

Intisari-Online.comRitual atau kebiasaan-kebiasaan sebuah suku dalam menjalani pernikahan tentunya berbeda-beda.

Bisa dimaklumi bila dalam pernikahan ada tangisan, terutama tangisan bahagia, terutama dari pengantin wanita.

Seperti ritual ‘tangisan pernikahan’ yang sudah ada sejak lama di banyak daerah di Provinsi Sichuan, China Barat Daya, dan tetap populer hingga akhir Dinasti Qing (1644-1911).

Meski tidak sepopuler sebelumnya, adat ini masih dipatuhi oleh masyarakat di banyak tempat, terutama masyarakat suku Tujia, yang memandangnya sebagai prosedur pernikahan yang wajib.

Tradisi ini sangat mirip di berbagai tempat di provinsi ini.

Menurut orang tua, setiap pengantin harus menangis di pesta pernikahan.

Jika tidak, tetangga mempelai wanita akan memandang rendah dirinya sebagai gadis yang kurang berbudaya dan akan menjadi bahan tertawaan desa.

Bahkan, ada kasus di mana pengantin wanita dipukuli ibunya karena tidak menangis di pesta pernikahan, melansir China Daily.

Selama Periode Negara-negara Berperang (475-221 SM), seperti yang diungkapkan oleh catatan sejarah, putri Negara Zhao menikah dengan Negara Yan untuk menjadi seorang ratu.

Ibunya, saat titik keberangkatan putrinya, menangis di kakinya dan memintanya untuk kembali ke rumah sesegera mungkin.

Belakangan, kisah itu disinggung sebagai asal mula ritual ‘tangisan pernikahan’.

Di Provinsi Sichuan barat, kebiasaan ini disebut ‘Zuo Tang (duduk di aula)’.