Kisah Permaisuri Kekaisaran Tibet Yangchen Agung, Wujudkan Kedamaian dan Kemakmuran Setelah Terjadi Pemberontakan Hebat dan Mendapat Pencerahan Karena Perbuatannya yang Dilakukannya Ini

K. Tatik Wardayati

Penulis

Permaisuri Yangchen Agung yang memerintah Kekaisaran Tibet dan membawa kedamaian dan kemakmuran.

Intisari-Online.comYangchen adalah pemimpin hebat yang pernah dimiliki Tibet.

Dia membangun banyak kuil, membawa kedamaian dan kemakmuran pada Kekaisaran.

Hingga saat ini, masih banyak orang yang menghormati Permaisuri Yangchen Agung atas prestasinya.

Yangcheng Gampo lahir pada tahun 822 sebagai putri Kaisar Langdarma dan Permaisuri Khri Btsun, di Istana Potala di Lhasa.

Sebagai putri keluarga kekaisaran, dia tidak diizinkan pergi ke luar istana.

Dia belajar sopan santun dan sejarah Tibet di bawah bimbingan seorang Lama yang tinggi dengan saudara-saudaranya.

Dia tumbuh di istana dan ditakdirkan untuk menghabiskan seluruh hidupnya di istana dan dilupakan dalam sejarah.

Namun, pada tahun 838 mereka melakukan misi diplomatik ke Nanjing di China.

Yangchen bertemu Li Zeng, putra seorang bangsawan dan wanita bangsawan.

Mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi perasaan satu sama lain dan saling memahami hingga mereka jatuh cinta.

Mereka menghabiskan tiga bulan di sana sebelum keluarga kembali ke Lhasa, dan berjanji untuk kembali.

Pada tahun 841 ayahnya dibunuh tanpa petunjuk seorang penerus.

Ketika saudara-saudara berebut untuk naik takhta, dia mendapatkan ‘pandangan’ Buddha yang menyuruhnya membawa kedamaian dan kemakmuran bagi dunia.

Maka, dia mengambil kesempatan untuk mengubah nasibnya dan dinobatkan sebagai Permasuri Tibet pada 24 September 842.

Yangchen kemudian menikahi Li pada hari yang sama dan Li dinobatkan sebagai Kaisar.

Yangchen kemudian mengusir saudara-saudaranya ke India untuk meastikan agar tidak dikhianati.

Dia pun berangkat untuk mengkonsolidasikan kekaisaran.

Dia egois dan kejam selama masa pemerintahannya, bahkan menyerang Kaisar Devapala dari Kekaisaran Pala.

Dia memperingatkan Kaisar Devapala bahwa dia akan menjadi pelayannya atau melarikan diri.

Dia juga menaklukkan bagian Kazakhstan, Cina utara, Mongolia, Afghanistan, dan Pakistan dan memperlakukan orang-orang yang ditaklukkannya dengan keras.

Dia juga mengklaim dirinya bahwa dia adalah Buddha dan mendapatkan mandat surga.

Selama pemerintahannya terjadi pemberontakan besar yang ingin menjatuhkam rezim.

Pemberontakan meningkat dan mencapai Lhasa, Istana Potala dibakar dan peninggalan dihancurkan.

Permaisuri Yangchen memerintahkan pasukannya untuk membunuh para pemberontak secara brutal!.

Puluhan ribu orang terbunuh dan Yangchen mengalami pencerahan.

Dia menyadari bahwa dia adalah orang yang kejam dan membunuh banyak orang tidak bersalah, lalu dia mengubah cita-citanya dan memulai era baru kedamaian.

Lalu dia memulai periode perdamaian dan kemakmuran baru, di mana Tibet menjadi kerajaan paling kuat dan terhebat di Bumi.

Untuk meminta maaf pada Kaisar Devapala, dia mengembalikan tanahnya, tetapi dengan satu syarat bahwa dia harus menikahi putrinya, Lhamo Gampo.

Dia mengizinkan kebebasan beragama dan mengubah hukum sehingga semua orang setara.

Meskipun tidak menjadi seorang pasifis, namun dia memberikan negosiasi damai prioritas.

Dia kemudian membangun banyak biara, kuil, dan merekonstruksi Istana Potala.

Dia juga mendorong seniman dan ilmuwan untuk tinggal di ibu kota Lhasa dan memulai zaman keemasan untuk Kekaisaran Tibet.

Di akhir masa pemerintahannya, dia membuat banyak misi diplomatik ke berbagai negara.

Lhasa menjadi kota terbesar di Bumi pada tahun 882 dengan lebih dari satu juta penduduk.

Kekuatan dan pengaruh Tibet mencapai benua yang jauh dan beberapa pemimpin seperti Siemon I, al-Mutawakkil, Paus Agatho, dan Indravarman I bahkan bertemu Yangchen dan mengunjungi Lhasa.

Dia juga mulai berdagang dengan Eropa melalui Jalur Sutra.

Permaisuri Yangchen Agung turun takhta pada tahun 882 demi putranya Tenzin Gampo Yarlung.

Pada tahun 883, Li Zeng meninggal, ini membuat kesehatan Yangchen menurun dan dia tinggal di Istana Potala sampai kematiannya.

Dia mencapai nirwana pada usia 90 tahun saat bermeditasi, menerima segalanya dari masa lalu dan menemukan kedamaian sekali lagi.

Pada usia 100 tahun, sumber resmi mengatakan dia dengan damai meninggal di ranjang kematiannya dalam tidurnya, sakit parah, dengan keluarganya berada di sampingnya.

Dia kemudian dikremasi dan abunya dimasukkan ke dalam guci dan dimakamkan di Istana Potala.

Baca Juga: Kisah Ratu Wencheng, Putri China dari Dinasti Tang yang Jadi Ratu Tercinta Tibet, Sebarkan Agama Buddha ke Seluruh Tibet Hingga Bawa Banyak Adat China ke Negara Itu

Baca Juga: Sky Burial, Ritual Kematian 'Pemakaman Langit' Tibet Kuno, Amalkan Ajaran Buddha Lakukan Tindakan Welas Asih Terakhir dengan Berikan Tubuh Sebagai Makanan untuk Bumi

Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari

Artikel Terkait