Penulis
Intisari-Online.com-Kopiah dan Tongkat Komando. Dua benda itu selalu melekat di badan proklamator Indonesia, Soekarno saat menjadi presiden pertama negeri ini.
Bahkan konon tongkat Bung Karno pernah menjadi buruan politisi Malaysia.
Seperti sudah direncanakan, pada 3 Juli 1993 akan ada ritual pelipatgandaan uang di Negeri Jiran.
Mona Fandey, mantan penyanyi pop Malaysia yang beralih profesi jadi paranormal juga sudah berjanji, malam itu kliennya akan kejatuhan uang dari langit.
Klien itu bernama Mazlan Idris.
Seorang politikus dari partai Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu atau dikenal dengan United Malays National Organization (UMNO).
Ia juga pernah menjabat sebagai salah satu Ahli Dewan Undangan Negeri (ADUN) Batu Talam/badan legislatif, Raub Pahang, Malaysia.
Sebelum pukul 22.00 waktu setempat, Mazlan sudah tiba di rumah Mona Fandey.
Mona (37), bersama suaminya Mohamad Nor Affandi Abdul Rahman (36) serta asisten mereka Juraimi Hassan (23).
Juraimi saat itu membantu mempersiapkan semua keperluan ritual penggandaan uang yang dilakukan dengan upacara mandi kembang.
Uang yang akan digandakan sebanyak RM300 ribu yang baru diambil Mazlan dari bank di Kuala Lumpur.
Sudah beberapa bulan ini, Mazlan memang menjadi pelanggan duo paranormal yang lumayan terkenal di wilayah itu.
Konon ilmu hitam yang dimiliki mereka memang sakti.
Buktinya, Mazlan yang lulusan universitas di AS itu pun takjub dan memohon bantuannya supaya karier politiknya makin melejit.
Mazlan memang dikenal sangat ambisius dalam dunia politik.
Demi hasrat akan kekuasaan itu, ia tergiur akan tawaran Mona soal penggandaan uang.
Walau kaya, ia masih perlu uang untuk bertahan di dunia politik.
Kado dari langit
“Kapan jimat sakti itu awak ambil?” tanya Mazlan memulai pembicaraan.
Mona memang sudah bersepakat dengan Mazlan mengenai jimat sakti yang bisa membuatnya menjadi politikus terkuat dan tak terkalahkan.
Kabarnya, jimat yang dimaksud itu haruslah tongkat dan songkok yang sebelumnya dimiliki presiden Indonesia, Soekarno.
Mazlan disuruh berbaring di atas selimut tebal yang sudah digelar Juraimi sebelumnya.
Kepalanya diminta lebih tegak menengadah ke atas.
Itu adalah posisi untuk menyambut uang, yang kata Mona, akan jatuh dari langit sebentar lagi.
“Sekarang tutup matamu,” seru Mona. Mazlan mengikuti perintahnya.
Ia mengambil peralatan ritual yang sudah disiapkan, sebuah kapak tajam yang baru diasah.
Jrap! Kapak melayang satu kali ke batang leher Mazlan.
Tubuhnya menggelepar.
(*)