Penulis
Intisari-Online.com -Sekilas, sosoknya seperti orang kebanyakan. Dengan perawakan agak kecil, berkulit gelap, wajahnya bahkan terlihat lebih muda dari usianya yang kini 37 tahun.
Dengan pembawaan yang ceria, orang tidak akan mengira kalau Dona Rifana adalah penyandang talasemia. Penyakit kelainan darah ini menyebabkan penderitanya mengalami ketidakseimbangan hemoglobin dan akibatnya juga dapat mengancam jiwa.
Akibat penyakitnya, Dona harus menjalani transfusi darah dua kali dalam sebulan, pengobatan rutin setiap hari, serta menjaga pola hidup sehat. Semua itu harus dijalaninya seumur hidup, tentu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
Sehari-hari hidup Dona memang seperti layaknya orang normal. Hanya saja, setiap dia bertemu dengan orang yang baru dikenal, maka dia harus menjelaskan perihal talasemia. Terutama, saat bertemu dengan seseorang yang diperkirakan bakal jadi calon istri.
Baca juga:Kocak! Komentar-komentar Netizen Ini 'Enggak Nyambung' Tapi Justru Sering Jadi 'Top Comment'
“Pacar saya selalu saya minta untuk cek darah dulu, apakah juga pembawa sifat dari talasemia,” tutur dia.
Pengertian tentang penyakit ini penting, terutama untuk calon pasangan hidup penyandang talasemia. Sebab, talasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orangtua yang menjadi pembawa sifat.
Jika dua orang pembawa sifat ini saling menikah, maka anaknya kemungkinan 50% menjadi pembawa sifat, 25% menderita talasemia mayor, dan hanya 25% kemungkinan tidak terkena talasemia. Nah, Dona termasuk dalam talasemia mayor yang harus menjalani pengobatan seumur hidupnya.
Kesadaran untuk mengetahui apakah kita adalah pembawa sifat, amatlah penting. Sebab, selalu ada kemungkinan dua pembawa sifat ini bertemu dalam perkawinan. Dari 100 orang penduduk Indonesia, sekitar 6-10 orang adalahpembawa sifat.
“Cita-cita saya dan para penyandang lainnya adalah memutus mata rantai talasemia. Jangan sampai berlanjut ke generasi anak-anak kita,” tutur Dona yang kini sudah memiliki dua putri, berusia 5 tahun dan 4 tahun.
Memutus mata rantai hanya bisa dilakukan dengan pengecekan darah sebelum perkawinan. Bagi yang sudah terlanjur menikah, maka bisa dilakukan sebelum ibu hamil.
“Setelah dilakukan screening, maka selanjutnya diadakan konseling dan disampaikan adalah risiko-risiko ini kalau diteruskan. Jadi mereka siap,” kata Dr. dr. Pustika Amalia Wahidiyat, Sp.A(K) dari RS Cipto Mangunkusumo, dalam acara temu media di Kementerian Kesehatan RI, Senin (7/5). Acara diadakan dalam rangka memperingati Hari Talasemia Sedunia, setiap 8 Mei.
Jika memang pasangan didapati memiliki kemungkinan menurunkan talasemia kepada anaknya, tambah dr. Pustika Amalia, bukan berarti pasangan harus selalu putus berhubungan. Di Italia contohnya, tidak sampai 1% yang memilih untuk putus.
Pasangan yang memilih untuk tetap meneruskan perkawinan, maka akan diberi persiapan agar produktivitas anak mereka jikalau mengidap talasemia mayor tetap dapat dipertahankan.
“Agar kelak mereka bisa tetap hidup seperti manusia normal, memiliki pekerjaan, mendapat pasangan, dan seterusnya,” tutur dr. Pustika Amalia.
Dona sendiri bersyukur dapat menjalani hidupnya seperti tanpa kendala. Sambil terus berobat, dia dapat bersekolah hingga menjadi sarjana, bahkan sempat bekerja di kantor, dan kini berwiraswasta.
“Di masa lalu, penyandang talasemia malah dikatakan hanya bisa hidup sampai usia 19 tahun,” kata Dona.
Hanya saja sejak kecil dia sangat akrab dengan rumah sakit, bahkan dianggap seperti rumah keduanya. “Justru di sana bisa beristirahat, karena bisa tidur selama transfusi,” tutur dia bergurau.
Para penyandang talasemia juga bersyukur, untuk biaya pengobatan, seluruhnya ditanggung oleh BPJS. Dona sendiri tidak bisa membayangkan jika pengobatannya tidak mendapat bantuan.
Bayangkan, jika sekali kontrol dan transfusi saja nilainya bisa mencapai Rp15 juta yang harus dilakukan dua kali sebulan.
Khusus untuk Dona, pengobatan harian yang cocok untuknya dilakukan dengan pompa suntik selama 12 jam. Jadwalnya lima hari dalam seminggu.
Terdengar cukup memprihatinkan. Kita juga bisa membantu Dona untuk memutus mata rantai talasemia dengan memberi kesadaran kepada orang-orang di sekitar tentang pentingnya pengecekan darah sebelum terjadi perkawinan.