‘Ketika Kita Mati, Jangan Cari Makamnya di Bumi, Tapi Temukan di Hati Manusia’, Kehilangan Guru dan Temannya, Jalaluddin Rumi Tuangkan Dalam 40.000 Puisi yang Dianggap Sebagai Quran Berbahasa Persia

K. Tatik Wardayati

Penulis

Jalaludin Rumi, atas kehilangan guru dan temannya, dia tuangkan ke dalam 40.000 puisinya.

Intisari-Online.com – Siapakah pria yang memiliki popularitas di Barat sejak awal abad ke-21 ini, siapakah Jalaluddin Rumi?

Jalaluddin Rumi atau Jalal al-Din Rumi lahir pada 30 September 1207 di kota Balkh, yang sekarang berada di Afghanistan.

Dia tinggal besama keluarganya di ujung timur jauh Kekaisaran Persia dan dibesarkan dalam tradisi keluarganya sebagai ahli hukum Islam.

Ayahnya Bahauddin Walad dianggap seabgai ‘Sultan Ulama’.

Balkh merupakan pusat budaya dan tasawuf Persia.

Di tempat inilah Rumi bertemu dengan penyair Persia Fariduddin Attar dan Sani, selain ayahnya adalah pengaruh terpenting pada pemuda itu.

Ketika bangsa Mongol yang dipimpin oleh Jenghis Khan mulai menyerang, keluarga itu pindah 2.000 mil ke barat ke Konya di Anatolia.

Dalam perjalanan ke Konya itu, keluarga tersebut melakukan ziarah ke Mekah dan bertemu idola Rumi, yaitu Fariduddin Attar, di kota Nishapur di Iran.

Attar mengenali bakat anak berusia delapan belas tahun itu dan memberi Rumi bukunya Asrarnama, atau Kitab Tuhan, sebuah buku tentang keterjeratan jiwa di dunia material.

Pertemuan dan pekerjaan Attar ini rupanya memiliki pengaruh besar pada kehidupan dan pekerjaan Rumi di kemudian hari.

Di Konya, Bahauddin menjadi kepala madrasah, atau sekolah agama.

Lalu, ketika dia meninggal pada tahun 1231, Rumi yang berusia dua puluh lima tahun menggantikan ayahnya.

Dia juga menjadi ahli hukum Islam, mengeluarkan fatwa dan memberikan khotbah.

Dia telah menikah dua kali dan menduda satu kali, serta merupakan ayah dari empat anak, tiga putra dan satu putri. Kehidupan yang sangat terhormat.

Namun, segalanya berubah ketika dia bertemu Shamse Tabrizi.

Syams adalah seorang darwis, atau ‘manusia dewa’ yang telah bersumpah miskin.

Dia adalah pria blak-blakan yang jauh di bawah kelas sosial Rumi.

Julukannya adalah ‘burung’ karena dia tidak bisa tinggal di satu tempat untuk waktu yang lama.

Legenda mengataka bahwa Rumi mengajar murid-muridnya dengan air mancur dan Syams menabrak kuliah dan melemparkan buku-buku Rumi ke dalam air.

Rumi ngeri karena buku-buku yang dibawanya itu termasuk jurnal ayahnya dan sekarang semuanya hancur.

Ketika ditanya mengapa Syams melakukan itu, Syams menjawab bahwa sekarang Rumi harus menjalani apa yang telah dia baca.

Tetapi bukannya membuat Rumi marah, justru ini malah menginspirasinya.

Kemudian dia mengatakan bahwa kehidupan sejati dan puisi sejatinya dimulai pada pertemuan itu, “Apa yang saya pikirkan sebelumnya sebagai Tuhan, saya temui hari ini dalam diri manusia.”

Namun, tidak semua orang berpikiran sama seperti Rumi atas tindakan Syams.

Fakta bahwa kedua pria itu berada di kelas sosial yang berbeda adalah sebuah masalah, keduanya tidak seharusnya berinteraksi pada tingkat yang bersahabat.

Apalagi Syams mudah marah dan memiliki temperamen yang buruk, melansir historynaked.

Dia disebut bersumpah di depan anak-anak Rumi dan anti-sosial, berulang kai bahkan diusir oleh murid-murid Rumi, dan menjadi musuh bebuyutan salah satu putra Rumi, yaitu Alaaldin.

Sebuah legenda mengetakan bahwa setelah diusir oleh ancaman pembunuhan, Rumi sedih karena dia sangat kesepian tanpa guru dan temannya itu.

Lalu Rumi mendapat ide gila, dan menikahi putri tirinya yang masih kecil dengan guru untuk melegitimasi kehadirannya di rumah mereka.

Keemia muda berusia sekitar dua belas tahun dan Shams berusia sekitar enam puluh tahun, dan ini adalah ide yang buruk sepanjang sejarha.

Keemia kemudian meninggal karena penyakit yang tidak diketahui, dan Shams menghilang.

Beberapa cerita mengatakan bahwa dia kembali ke cara lama mengembara dan berakhir di India.

Cerita lain mengatakan bahwa dia dibunuh karena penistaan agama, sedang yang lain mengatakan dia dibunuh oleh saudara tiri Keemia muda, yaitu putra Rumi sendiri.

Tidak ada yang tahu pasti.

Rumi sendiri disebutkan bahwa dia pergi mencari temannya yang hilang itu.

Duka rumi atas guru dan temannya yang hilang disulapnya menjadi kumpulan puisi berjudul Divane Shams-e Tabrizi atau karya Syams Tabriz.

Buku tersebut berisi kumpulan lebih dari 40.000 sajak lirik dari semua jenis puisi Islam Timur dan dianggap sebagai salah satu karya terbesar sastra Persia.

Tahun-tahun terakhir kehidupan Rumi, dia habiskan bersama juru tulis dan murid favoritnya, Hussam Chalabi.

Rumi mendiktekan karya besarnya, Syair Spiritual, kepada Hussam Chalabi dan itu dianggap sebagai salah satu karyanya yang paling pribadi.

Hal itu dianggap oleh beberapa Sufi sebagai Quran berbahasa Persia.

Pada akhir hidupnya, Rumi meninggal karena penyakit yang tidak dikethaui pada tanggal 17 Desember 1273 dan dimakamkan di sebelah ayahnya di Konya.

Sebuah kuil bernama Yesil Turbe atau Makam Hijau, dibangun di atas situs pemakamannya.

Batu nisannya berbunyi, “Ketika kita mati, jangan cari makam kita di bumi, tetapi temukan di hati manusia.”

Baca Juga: Tak Bisa Mendapatkan Gelar Khalifah, Beginilah Kisah Amir Timur sang Penakluk Turki-Mongol yang Mengklaim Punya Kekuatan Supernatural Anugerah dari Tuhan

Baca Juga: Pimpin Serangan Terhadap Athena dan Menang, Tetapi Mengapa Banyak Orang Athena Benci Artemisia? Kebenciannya Bahkan Senilai Milyaran Rupiah, Apa yang Sudah Dilakukan Ratu Ini?

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait