Find Us On Social Media :

Lee Kuan Yew: Bekencan dengan Kawalan Ipar Sang Kekasih

By K. Tatik Wardayati, Senin, 23 Maret 2015 | 16:00 WIB

Lee Kuan Yew: Bekencan dengan Kawalan Ipar Sang Kekasih

Intisari-Online.com – Tanggal 16 September 1998, penduduk Singapura antre untuk membeli buku The Singapore Story, Memoirs of Lee Kuan Yew. Jilid I riwayat menteri senior dan bekas perdana menteri mereka itu diterbitkan bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-75. Di antara orang asing yang dimintai pendapat sebelum buku ini diterbitkan terdapat mantan Menkeu RI AH Wardhana, mantan Menlu Mochtar Kusumaatmadja, dan Menko Wasbang Hartarto. Inilah kisah masa muda Lee Kuan Yew yang menuntut ilmu hukum di Inggris.

--

Kunjungan-kunjungan saya untuk mengecek produksi menyebabkan kami berkawan. September 1944, pada ulang tahun saya yang ke-21, saya mengundang Nyuk Lin, istrinya dan Geok Choo (yang kini sudah saya panggil Choo saja) untuk makan di restoran Cina di Great World.

Inilah pertama kalinya saya mengajak Choo berkencan, walaupun dikawal oleh iparnya.  Di Singapura masa itu, bukan tidak ada maknanya jika seorang gadis menerima undangan makan malam dari seorang pemuda yang berulang tahun ke-21.

Akhir 1944, Jepang sudah keteter dalam perang. Jarang sekali ada kapal dagang datang, sehingga perdagangan mati. Kantor-kantor pun tidak memerlukan lagi lem. Kami berhenti membuat lem, tapi saya tetap datang menjenguk Choo di Tiong Bahru.

Diteror

Saya yakin, Inggris akan merebut Singapura kembali lewat jazirah Malaya. Saya khawatir akan terjadi pertumpahan darah di kalangan penduduk sipil.Lebih baik keluar dari Singapura sebelum Inggris tiba di Malaya. Saya pun mengajukdn permintaan berhenti dari Hodobu.

Sebulan kemudian, sehari sebelum saya berhenti bekerja, petugas yang melayani lift membisikkan agar saya berhati-hati. Katanya, berkas tentang saya sedang dipelajari kempetai. Saya merinding. Saya bertanya-tanya apa sebabnya dan bersiap-siap untuk diinterogasi.

"Mulai saat itu tidak peduli siang maupun malam, selalu ada orang, sedikitnya dua, yang nongkrong di depan ruko di Victoria Street, tempat kami tinggal setelah pindah dari Norfolk Road. Mereka mengikuti saya kalau saya bepergian.

Satu-satunya kemungkinan adalah ada orang yang mengadu kepada kempetai, memfitnah saya pro Inggris dan membocorkan berita-berita kekalahan Jepang.

Kadang-kadang, pukul 02.00 atau 03.00 pagi sebuah mobil berhenti dekat rumah kami. Sulit menjelaskan betapa takutnya saya dijemput mereka. Kekejaman kempetai sudah terkenal. Penguntitan itu berlangsung dua bulan. Gara-gara hal itu kami batal mengungsi.

Tanggal 15 Agustus, lewat radio, Kaisar Jepang mengaku takluk kepada Sekutu. Tiga setengah tahun pendudukan Jepang merupakan masa yang paling penting dalam hidup saya. Masa itu membuat saya memahami perilaku manusia dan masyarakat.