Pemerintah Sampai Bikin Peraturan Beli Pertalite dan Solar Harus Daftar di Aplikasi MyPertamina, Ternyata Subsidi BBM di Indonesia Sudah Disorot Bank Dunia, Begini Katanya

May N

Penulis

Antrean pengisian BBM non-tunai di SPBU Pertamina tidak sepanjang di pengisian BBM tunai. Bagi pelanggan yang akan membeli BBM menggunakan aplikasi MyPertamina maka bisa melakukannya di bagian non-tunai.

Intisari - Online.com -Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi membuat Indonesia memutar otak untuk mendistribusikannya secara merata.

Kini, pemerintah Indonesia sampai membuat peraturan membeli Pertalite dan Solar harus mendaftar di aplikasi MyPertamina.

Aturan ini menyulitkan warga Indonesia yang hendak membeli BBM subsidi tersebut.

Meski begitu, ternyata tingkat subsidi BBM di Indonesia sudah di level memprihatinkan.

Melansir Kompas.com, Bank Dunia (World Bank) menyoroti subsidi energi yang diberikan pemerintah Indonesia untuk Pertamina dan PLN tahun 2022 ini.

Pantas saja disoroti, karena ternyata subsidi energi yang diberikan meningkat menjadi 1,5 persen dari PDB tahun 2022.

Angka ini lebih besar dari besaran subsidi pemerintah ke dua raksasa BUMN itu tahun 2021 lalu, yang hanya sebesar 0,7 persen dari PDB, seperti diungkap dalam laporan terbaru Bank Dunia, Indonesia Economic Prospects berjudul Financial Deepening for Stronger Growth and Sustainable Recovery.

Subsidi energi eksplisit sendiri diproyeksikan meningkat dari awalnya 0,8% menjadi 1,1% dari PDB tahun 2021 sampai tahun 2022.

"Subsidi implisit yang dibayarkan kepada PLN dan Pertamina sebagai kompensasi atas penjualan listrik dan bahan bakar minyak di bawah harga pasar, diproyeksi meningkat dari 0,7 persen menjadi 1,5 persen," tulis Bank Dunia dalam laporan terbarunya dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/6/2022).

Golongan atas

Subsidi yang diberikan pemerintah dihitung berdasarkan selisih antara harga jual eceran (HJE) dengan harga keekonomian.

HJE Pertalite yang berlaku saat ini sebesar Rp 7.650 per liter, sementara harga keekonomian Rp 12.556 per liter dengan asumsi harga minyak mentah di kisaran 100 dollar AS per barrel.

Bank Dunia juga menyoroti bengkaknya subsidi energi dan listrik tersebut banyak dinikmati oleh masyarakat golongan atas.

Padahal seharusnya, subsidi ini dinikmati oleh masyarakat kecil.

Berdasarkan laporan, rumah tangga kalangan menengah atas mengonsumsi antara 42 - 73 persen solar bersubsidi dan 5-29 persen LPG bersubsidi.

"Subsidi ini sebagian besar menguntungkan rumah tangga kalangan menengah dan atas. Jika kedua subsidi ini dihilangkan, maka bisa menghemat 1 persen dari PDB pada harga tahun 2022," sebut Bank Dunia.

Penghapusan subsidi energi

Bank Dunia menyebut subsidi energi bisa diganti dengan bantuan sosial yang secara pasti lebih punya target untuk masyarakat miskin, rentan, dan kalangan calon kelas menengah dengan biaya yang lebih murah, yaitu 0,5% dari PDB.

Hal ini juga menguntungkan bagi pemerintah, karenapemerintah mendapat penghematan tambahan fiskal bersih sebesar 0,6 persen dari PDB.

Selain itu sementara subsidi energi dapat menahan inflasi karena adanya dorongan biaya (cost-push inflation) dalam jangka pendek mengingat harga komoditas tetap stabil, kebijakan subsidi ini tidak akan berkelanjutan secara jangka panjang.

"Dengan demikian, harus ada alasan yang kuat mengenai perlunya rencana keluar dari subsidi energi tinggi melalui transmisi harga (passthrough) secara bertahap dan beralih ke subsidi yang ditargetkan untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan," sebut Bank Dunia.

Baca Juga: Disorot Seisi Dunia Sebagai Pemimpin Negara Asia Pertama yang KetemuZelensky, Jokowi Bahas Hal Penting Ini, Termasuk Jadi 'Pembawa Pesan' untuk Putin

Artikel Terkait