Penulis
Intisari-Online.com - Mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia?
Serangan Sultan Agung ke Batavia terjadi sebanyak dua kali, yaitu tahun 1628 dan tahun 1629.
Keduanya berakhir dengan mundurnya pasukan Mataram dari Batavia.
Meski strategi yang diterapkan sempat berhasil membuat pasukan Belanda kewalahan, rupanya itu belum bisa mematahkan pasukan Belanda.
Serangan pertama yang terjadi pada tahun 1628 dipimpin oleh Tumenggung Baureksa, bupati Kendal.
Dalam serangan ini, strategi yang diterapkan adalah dengan membendung Sungai Ciliwung agar benteng VOC kekurangan air.
Strategi ini berhasil membuat pihak VOC terjangkit wabah kolera.
Tetapi dominasi Belanda belum bisa dipatahkan, dan pada akhirnya pasukan Mataram memilih mundur dan kembali ke kerajaannya.
Baca Juga: Melawan Belanda, Sultan Agung Hanyakrakusuma Melakukan Serangan ke Batavia Sebanyak Berapa Kali?
Baca Juga: Mengapa VOC Membangun Bandar di Batavia pada Tahun 1619? Ini Sejarahnya
Mundurnya pasukan Mataram pada serangan pertama ini, di antaranya terjadi karena stamina pasukan yang telah terkuras, kekurangan bahan makanan, dan juga kalah persenjataan.
Setahun kemudian, yaitu tahun 1629, Mataram kembali melancarkan serangan ke Batavia.
Kali ini pasukan Mataram dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya.
Pasukan Mataram pun melakukan serangan ke Batavia dengan strategi baru setelah belajar dari kekalahan sebelumnya.
Strategi yang diterapkan di antaranya, memperkuat armada militer, meningkatkan jumlah persenjataan, dan membangun lumbung makanan di Tegal dan Cirebon.
Dalam serangan ini, Dipati Puger dan Dipati Purbaya berhasil membawa 80.000 pasukan Mataram sampai di Batavia.
Namun, serangan ini kembali menemui kegagalan. Meski sudah mengantisipasi hambatan serangan sebelumnya, rupanya Belanda masih saja menemukan cara untuk memukul mundur pasukan Mataram.
Belanda membakar lumbung padi milik pasukan Mataram. Dengan dibakarnya lumbung padinya, pasukan Mataram kekurangan bahan makanan dan kelelahan, sehingga memilih untuk mundur pada serangan kedua.
Baca Juga: Info KalenderJawa Juli 2022 Lengkap dengan Hari Pasaran dan Wuku
Baca Juga: Niat Puasa Dzulhijjah JelangIdul Adha 2022, Lengkap dengan Jadwal Puasa
Alasan Mengapa Sultan Agung Merencanakan Serangan ke Batavia
Sultan Agung merupakan raja Kesultanan Mataram yang memerintahkan pada 1613-1645.
Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika atau terkenal juga dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Ia naik tahta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun.
Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada 1627.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram berkembang menjadi salah satu kerajaan terbesar dan paling dihormati di Nusantara.
Ketika itu, Mataram hampir menguasai seluruh tanah Jawa.
Banten serta Batavia (Jakarta), yang menjadi markas VOC, merupakan salah satu wilayah di Jawa yang belum dikuasai.
Keberadaan VOC dianggap sebagai penghalang bagi Mataram untuk menguasai Banten.
Untuk dapat menyerang Banten, Mataram juga harus mengatasi Batavia terlebih dahulu.
Baca Juga: Info KalenderJawa Juli 2022 Lengkap dengan Hari Pasaran dan Wuku
Sultan Agung juga menganggap kedudukan VOC di Batavia sebagai ancaman karena kerap menghalangi kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka.
Itulah alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629.
Meski pada akhirnya gagal dan terpaksa menarik mundur pasukannya, namun keberanian Sultan Agung melakukan perlawanan terhadap Belanda menjadi salah satu catatan penting dalam sejarah Nusantara.
Sultan Agung menjadi penguasa lokal pertama yang melawan kehadiran VOC Belanda.
Bahkan sampai akhir hayatnya, Sultan Agung tetap tidak mau berdamai dengan VOC, meskipun diberikan tawaran yang cukup menjanjikan.
Setelah kegagalan Mataram, VOC akhirnya berhasil memperluas pengaruhnya.
Mereka mengakuisisi dataran tinggi Priangan serta pelabuhan pantai utara Mataram, seperti Tegal, Kendal, dan Semarang.
Sementara itu, perlawanan lain terhadap VOC kemudian juga dilakukan di Maluku, Makassar, dan Banten, beberapa tahun kemudian.
(*)