Penulis
Intisari-Online.com - Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi nampaknya memang belum begitu merata di Indonesia.
Termasuk pengetahuan masyarakat tentang berbagai turunan pekerjaan yang sebenarnya begitu banyak pada bidang IPTEK itu sendiri.
Begitu juga yang dilakoni oleh salah seorang pemuda asalKalurahan Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta yang dianggap memiliki pekerjaan 'misterius' lantaran kurang tahunya orang-orang du sekitarnya.
Pekerjaan yang tidak biasa ini membuat Nurohman (33) yang biasa dipanggil Nur sering jadi pergunjingan.
Mulai dari disebut pegangguran, tukang begadang bahkan disebut asosial karena tidak pernah ikut kerja bakti dan gotong royong kampung.
Gunjingan itu ia rasakan karena dari keluarga miskin. Dikiranya, anak miskin seperti dia hanya berkurung diri dalam rumah, tidak cekatan bekerja keras, tidak berpeluh dan berbau matahari, lebih kelihatan sebagai penganggur, dan tidak membantu orangtua yang berat menjalani hidup.
Untuk mengurangi gunjingan, Nur sesekali ikut pertemuan para pemuda belakangan ini. "Sampai dikira kerja ghaib," katanya.
Sebaliknya, pekerjaan Nur dimaklumi Sanikem, ibunya. Ia tahu kalau sehari-hari anaknya hanya main komputer, tidak keluar rumah.
Menurut dia, itu hal biasa, yang penting main komputer tetap bisa menghasilkan uang.
“Tahunya Nur itu ya main-main internet gitu saja,” kata Sanikem.
Ia bersyukur anaknya bisa menghasilkan uang sendiri. Bahkan, dengan kemampuannya bisa membantu merenovasi rumah.
Pekerjaan Sehari-hari Nur
Ia masih menatap layar monitor 15 inci dalam kamar 3x3 meter.
Dahinya mengernyit, matanya menyipit lelah melawan sinar lembut layar monitor sekian lama.
Berawal dari pesan dalam aplikasi Slack pada laptop 14 inci, samping monitor. Pesan itu muncul pukul 07.30 PM dan tertulis "Alert!".
Slack aplikasi pengiriman pesan instan yang banyak dipakai pekerja kantoran.
Nur membaca cepat pesan dalam aplikasi itu. Ia lalu mengarahkan panah kursor ke layar 15 inci.
Sekelebat kemudian ia memilih aplikasi Grafana, klik, muncul software analis data dan monitoring, yang bisa membaca data metrics untuk kemudian mengubahnya jadi grafik atau data tertulis.
Di Grafana, Nur membaca grafik sebuah hard disk komputer yang berada sangat jauh dari tempat ia duduk.
Grafik menunjukkan hard disk itu terpakai hingga 95 persen.
“Saya harus memperbaikinya menjadi di bawah 90 persen,” kata Nur.
Pemuda ini terlebih dulu memeriksa fluktuasi grafik pemakaian hard disk di monitor laptop.
Ia merasa grafik tidak bergerak kencang menandakan aplikasi sedang tidak ada yang menggunakan.
Sesaat kemudian, ia kembali ke grafik hard disk dan menekan kursor.
Singkat waktu hard disk pun di bawah 90 persen. Menyusul kemudian masuk notifikasi Slack tertulis OK.
Aplikasi akan berjalan mulus kembali. “Kalau tidak di-maintenance maka bisa berdampak pada aplikasi lain,” kata Nur.
Nur menceritakan, apa yang baru saja dikerjakan adalah terkait aplikasi usaha pada sebuah kafe di Singapura. Bisnis kuliner itu terhubung pada server sebagai penyimpan data.
Bila akan ada persoalan operasional pada aplikasi usaha kafe itu, otomatis komputer milik Nur menerima notifikasi untuk segera mengatasinya.
Nur dimungkinkan membuka logs server. Ia lalu mencari masalah apa yang terjadi pada aplikasi.
Biasanya persoalan server overload. Akibatnya, perusahaan pengguna aplikasi merasa terhambat bekerja sehingga berujung komplain.
Hal ini pernah terjadi dulu, di mana aplikasi kasir sebuah kafe Singapura tidak muncul di aplikasi manajer.
Penggunaan CPU di kafe itu terlalu besar atau sistem otomatis tidak berjalan.
Aplikasi dalam kafe Singapura ini dikelola oleh perusahaan di mana Nur bekerja.
Perusahaan itu bernama Consap Pte Ltd dan berkantor di Singapura.
Nur mengungkapkan, ia mengerjakan setiap hari persoalan seperti ini. Nyaris tidak tidur karena pekerjaan menyita waktu.
Tapi, yang dihadapi hari ini bukan masalah besar. Ia bisa menyelesaikan hanya dengan mempertahankan kapasitas pemakaian hard disk di bawah 90 persen.
Nur merupakan teknisi infrastruktur alias infrastructure engineer di perusahaan yang berkutat dalam internet of things (IoT).
Perusahaan tempatnya bekerja merupakan perusahaan IT yang fokus pada engineering robotik dan otomatisasi.
Perusahaan yang berkantor pusat di Singapura itu menangani IoT, di antaranya smart home, smart hotel, dan smart airport.
Nur mengungkapkan, bekerja di perusahaan asing tidak terbelenggu persyaratan bertele-tele.
Perusahaan asing melihat skill atau kemampuan karyawan. Keahlian memiliki nilai tawar.
Perusahaan di mana ia bekerja memiliki sekitar 20-30 karyawan, beberapa di antaranya tersebar di berbagai negara.
Klien perusahaannya dari berbagai negara, terbanyak di Singapura. Termasuk juga apartemen di Singapura hingga kafe.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemuda Desa di Kulon Progo Ini Kelola Puluhan Server di Berbagai Negara, Sering Dikira Penganggur (1)"
(*)