Penulis
Intisari-Online.com - Baru sedikit bernapas lega dari pandemi Covid-19 yang telah dihadapi masyarakat dunia dua tahun lamanya, belakangan ini dunia kembali dibuat ketar-ketir.
Hal itu lantaran muncul kasus monkeypox atau cacar monyet di sejumlah negara di dunia dengan banyak orang terinfeksi.
WHO melaporkan bahwa kini ada lebih dari 20 negara ditemukan kasus monkeypox.
Negara-negara tersebut termasuk Belgia, Jerman, Australia, dan AS yang diketahui bukan merupakan tempat enemik virus.
WHO mengatakan hampir 200 kasus cacar monyet telah dilaporkan di lebih dari 20 negara, yang biasanya tidak diketahui memiliki wabah penyakit yang tidak biasa tersebut, seperti dikutip huffpost.com (28/5/2022).
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), cacar monyet pertama kali terdeteksi pada tahun 1958.
Kasus manusia pertama dilaporkan pada tahun 1970 di Kongo. Belakangan, kasus cacar monyet dilaporkan terjadi pada manusia di negara-negara Afrika Tengah dan Barat.
Pada 2019-2020, sejumlah negara di dunia telah mencatat kasus cacar monyet, namun keduanya terkait dengan dua wilayah endemik di atas.
Baca Juga: Pendaftaran PPDB Surabaya 2022, Berikut Ketentuan Jalur Zonasi yang Perlu Anda Ketahui
Sementara itu, sejak Mei 2020, banyak negara di dunia yang mencatat kasus cacar monyet namun belum menentukan apakah terkait dengan daerah endemik.
Membuat ketar-ketir dunia, apakah kasus ini dapat menjadi pandemi berikutnya?
Dengan ditemukannya sejumlah kasus monkeypox belakangan ini, WHO menggambarkan bahwa epidemi itu "dapat dikendalikan".
WHO mengusulkan pembuatan persediaan vaksin dan obat terbatas yang tersedia di seluruh dunia untuk dibagikan secara adil.
Selama briefing publik pada hari Jumat, badan kesehatan PBB mengatakan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang apa yang memicu wabah cacar monyet yang belum pernah terjadi sebelumnya di luar Afrika, tetapi tidak ada bukti bahwa perubahan genetik pada virus bertanggung jawab.
“Pengurutan pertama virus menunjukkan bahwa jenisnya tidak berbeda dari jenis yang dapat kita temukan di negara-negara endemik dan (wabah ini) mungkin lebih disebabkan oleh perubahan perilaku manusia,” kata Dr. Sylvie Briand, direktur pandemi WHO dan penyakit epidemik.
Ketika negara-negara termasuk Inggris, Jerman, Kanada, dan AS mulai mengevaluasi bagaimana vaksin cacar dapat digunakan untuk membendung wabah, WHO mengatakan kelompok ahlinya sedang menilai bukti dan akan segera memberikan panduan.
Sementara itu, Dr Rosamund Lewis, kepala departemen cacar WHO, mengatakan bahwa “tidak perlu vaksinasi massal."
Baca Juga: Bagaimana Proses Sidang Tidak Resmi yang Dilaksanakan BPUPKI?
Ia menjelaskan bahwa cacar monyet tidak menyebar dengan mudah dan biasanya memerlukan kontak kulit-ke-kulit untuk penularan.
Bukti yang ada menunjukkan bahwa orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah mereka yang melakukan kontak fisik dekat dengan penderita monkeypox ketika mereka menunjukkan gejala.
Selain itu, tidak ada vaksin yang dikembangkan secara khusus untuk melawan monkeypox, tetapi WHO memperkirakan bahwa vaksin smallpox efektif sekitar 85%.
Menurut WHO, dibandingkan dengan cacar, cacar monyet kurang menular, memiliki gejala yang lebih ringan, dan memiliki tingkat kematian yang lebih rendah.
Kebanyakan pasien cacar monyet hanya mengalami demam, nyeri tubuh, kedinginan, dan kelelahan.
Orang dengan penyakit yang lebih serius dapat mengalami ruam dan luka pada wajah dan tangan yang dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Penyakit ini biasanya berlangsung 2 hingga 4 minggu dengan gejala yang dapat muncul di mana saja di tubuh 5-21 hari setelah infeksi.
Saat ini, organisasi dan ilmuwan juga terus memantau peringatan dan tindakan pencegahan.
Baca Juga: Bagaimana Proses Sidang Tidak Resmi yang Dilaksanakan BPUPKI?
(*)