Find Us On Social Media :

'Saya Pikir Saya ke Istana untuk Belajar,' Inilah Li Yuqin sang Permaisuri Terakhir dari Kaisar Terakhir Tiongkok yang 'Diperbudak' sejak Usia 15 Tahun

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 8 Mei 2022 | 16:29 WIB

(Ilustrasi) Kaisar Pu Yi, kaisar terakhir Tiongkok.

Intisari-Online.com - Dalam banyak budaya kuno dan tradisi keagamaan, penguasa dan anggota elit masyarakat tidak hanya memiliki istri, mereka juga memiliki selir.

Kepemilikan selir biasanya memiliki tujuan ganda - untuk meningkatkan prestise pria dan kesempatan tak terbatas untuk menikmati hasrat seksual.

Kebanyakan orang mengasosiasikan selir dengan tradisi China kuno di mana sang Kaisar biasanya punya ribuan selir, namun, praktik kepemilikan selir tidak hanya terjadi di China.

Peradaban Mesopotamia kuno dan Babilonia juga memberlakukan praktik yang sama.

Dalam Yudaisme, selir disebut dengan istilah Ibrani pilegesh yang berarti "seorang nyonya yang tinggal di rumah".

Menurut Talmud Babilonia, perbedaan antara selir dan istri yakni jika istri menerima kontrak pernikahan dan pernikahannya didahului oleh pertunangan resmi.

Sementara itu di China, salah satu tugas penting kaisarnya yakni agar punya anak laki-laki sebagai pewaris takhta.

Untuk tujuan ini, para kaisar Kekaisaran China mempunyai banyak sekali selir.

Ada hierarki di sana dan secara umum mengenal tiga tingkatan: ratu, permaisuri, dan selir.

Selama Dinasti Han (206 SM – 220 M), tidak ada batasan yang ditetapkan untuk jumlah permaisuri yang bisa dimiliki Kaisar, dan selama pemerintahan Kaisar Huan dan Kaisar Ling, ada lebih dari 20.000 wanita yang tinggal di istana.

Selir terakhir China

Selir terakhir di China yakni Li Quin yang 'diperbudak' sejak usia 15 tahun.