Find Us On Social Media :

Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia: Kedatangan Belanda Justru Membantu Penyebarannya

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 8 Mei 2022 | 07:45 WIB

(Ilustrasi) Sejarah Kebudayaan Islam pada Masa Penjajahan

Intisari-Online.com - Pada awalnya, Islam diperkenalkan melalui para pedagang Muslim Arab.

Setelah itu, lewat aktivitas dakwah yang dilakukan para ulama.

Meski sejarah kebudayaan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7, penyebarannya baru terjadi pada sekitar abad ke-12.

Bukti yang memperkuat dugaan bahwa sejarah kebudayaan Islam mulai berkembang di Pulau Jawa pada abad ke-11 adalah ditemukannya nisan Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, yang berangka tahun 1082 M.

Selain itu, terdapat jirat atau batu nisan khas Gujarat di nisan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.

Di daerah Jawa lainnya, terdapat jirat yang dibuat pada masa Kerajaan Majapahit, yaitu di Troloyo dan Trowulan.

Jirat tersebut menunjukkan bahwa pengaruh pemeluk Islam sudah ada di Kerajaan Majapahit.

Seiring berjalannya waktu, politik Islam juga mulai bertumbuh pada abad ke-13 di pantai utara Sumatera.

Dari catatan Marco Polo, yang singgah di Perlak ketika dalam perjalanan pulang dari China menuju Persia pada 1292, dilaporkan bahwa setidaknya ada satu kota Muslim di Indonesia.

Diketahui bahwa saat itu telah ada kerajaan Islam di Tumasik dan Samudra Pasai, yang menguasai perdagangan di Selat Malaka dan memiliki pelabuhan-pelabuhan penting untuk mengekspor lada ke Gujarat dan Benggala.

Pelabuhan tersebut mulai ramai pada abad ke-12, ketika Majapahit masih memiliki hegemoni di kawasan tersebut dan ketika para pedagang Islam dari berbagai bangsa telah melakukan perdagangan dengan pedagang di kawasan ini.

Secara umum, para pedagang lokal dan bangsawan kerajaan besar adalah orang-orang pertama yang mengadopsi agama baru.

Sejarah kebudayaan Islam pun penyebarannya kian terasa setelah seorang pedagang Muslim menikahi wanita Indonesia.

Setelah itu, pada abad ke-15, pedagang Muslim dari Arab, India, Sumatera, Semenanjung Melayu, dan China mulai mendominasi perdagangan di Indonesia, yang saat itu dikuasai oleh para pedagang Majapahit Jawa.

Dinasti Ming China melakukan pelayaran yang bertujuan untuk menciptakan pemukiman Muslim China di Palembang.

Ming pun secara aktif mendirikan komunitas Muslim Tionghoa-Melayu di pesisir utara Jawa.

Pada 1430, Dinasti Ming berhasil membentuk komunitas Muslim China, Arab, dan Melayu di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel.

Dengan demikian, Islam pun mulai benar-benar berpijak di Jawa, di mana penyebarannya juga tidak dapat dipisahkan dari peran Wali Songo.

Masa penjajahan

Pada abad ke-17, Belanda mulai menjajah Indonesia karena tertarik akan kekayaan rempah-rempah di sana.

Kedatangan Belanda di Indonesia ini mengakibatkan terjadinya monopoli pelabuhan pusat perdagangan.

Di sisi lain, kondisi ini justu membantu proses penyebaran Islam, karena para pedagang Muslim Indonesia pindah ke pelabuhan kecil dan terpencil.

Masih di periode yang sama, transportasi bertenaga uap mulai diperkenalkan, sehingga hubungan antara Indonesia dengan negara Islam lain, seperti Timur Tengah kian meningkat.

Di Mekkah, jumlah peziarah tumbuh secara signifikan.Kemudian pertukaran ulama dan mahasiswa juga mengalami peningkatan.

Sekitar 200 mahasiswa Asia Tenggara, mayoritas dari Indonesia, belajar di Kairo pada pertengahan abad 1920-an.

Selain itu, sekitar 2.000 warga Arab Saudi juga merupakan keturunan Indonesia.

Bersamaan dengan itu, sejumlah pemikiran dan gerakan keagamaan Islam mulai bertumbuh di Indonesia.

Salah satu organisasi massa beraliran Islam pertama adalah Sarekat Islam, yang didirikan oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905.

Sarekat Islam berperan sebagai organisasi nasionalis pertama yang melawan kolonialisme.

Lewat organisasi ini, Islam berusaha diperjuangkan agar menjadi identitas bersama di antara komposisi etnis dan budaya yang beragam di Indonesia.

Selain itu, aliran modernis Muslim mulai muncul di Sumatera Barat, seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915).

Gerakan Modernis juga bertujuan untuk menghapus unsur-unsur yang dianggap jauh dari Islam memasukkan nilai-nilai modern, misalnya membangun sekolah Islam dan melatih perempuan menjadi pengkhotbah.

Pada 1920-an, anak-anak di Pulau Jawa juga mulai belajar Alquran.

Segera setelah itu dibentuk Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926 oleh Hasyim Asy'ari.

Sejak saat itu, berbagai organisasi Muslim mulai terbentuk, seperti Perti (1930) dan Nahdlatul Wathan yang ada di Lombok.

Pasca-kemerdekaan Indonesia Setelah proklamasi kemerdekaan dilakukan, Indonesia menjadi negara Muslim terbesar kedua di dunia.

Perkembangan Muslim di Indonesia yang selanjutnya telah membawa negara ini semakin dekat dengan pusat intelektual Islam.

Sejumlah cendekiawan dan penulis sudah berkontribusi dalam pengembangan interpretasi Islam dengan melakukan pertukaran ilmu bersama orang asing.

Salah satu penulis modernis dan pemimpin agama di Indonesia adalah Abdul Malik Karim Amrullah.

Ia adalah orang pertama yang melakukan tafsir al-Azhar dalam bahasa Indonesia.

Abdul Malik Karim Amrullah mencoba menafsirkan prinsip-prinsip Islam dalam budaya Melayu-Minangkabau.

Selain itu, salah satu tokoh ternama yang juga menggeluti bidang Islam adalah Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang kemudian menjadi Presiden Indonesia.

Gus Dur pernah menempuh pendidikan di Universitas Bagdad dan menjadi tokoh sentral aliran Islam liberal Indonesia.

Ketika Islam semakin tersebar luas, muncul kontroversi mengenai perannya, khususnya dalam bidang politik.

Kendati demikian, terdapat sejumlah partai politik Islam yang masih aktif hingga kini, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) yang berorientasi Muhammadiyah, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang Islamis.

Baca Juga: Sejarah Peradaban Islam: Periodisasi Zaman Klasik, Pertengahan, dan Modern

(*)