Penulis
Intisari-Online.com - Pada tahun 600-an, China berada di bawah kekuasaan Kaisar Yang atau Yangdi yang membuat begitu banyak gerakan licik.
Dia bersekongkol melawan saudara-saudaranya sendiri demi takhta.
Dia juga diduga membunuh ayah tercintanya, yang baru saja menyatukan kembali China di bawah dinasti Sui setelah empat abad perpecahan nasional.
Dia melancarkan invasi ke Tibet, Mongolia, Champa (Vietnam), wilayah Turki, Goguryeo (Korea), Taiwan.
Pada akhir pemerintahannya, dinasti Sui akan digulingkan dan salah satu orang yang melakukan penggulingan yakni seorang gadis bernama Pingyang.
Pingyang memimpin 70.000 tentara yang dia kumpulkan sendiri.
Pingyang adalah putri seorang komandan militer bernama Li Yuan.
Di awal kehidupannya, dia, bagaimanapun, adalah putri yang berbakti dan istri yang penuh kasih.
Pada tahun 617, karena takut akan kekuatan Li Yuan, Yangdi memerintahkan Li Yuan untuk dipenjarakan atas tuduhan yang dibuat-buat.
Namun, Yangdi segera membatalkan perintah ini ketika dia sadar membutuhkan Li Yuan untuk menjaganya dari beberapa orang lain yang mencoba menggulingkan pemerintah.
Penerapan Hukuman Penjara ini tidak membuktikan kejeniusan manajerial yang diinginkan Yangdi, dan segera Li Yuan juga berencana untuk membunuh Yangdi.
Langkah ini membuat Pingyang dalam bahaya.
Sebagai istri kepala penjaga istana, dia adalah sosok yang sangat terlihat oleh Yangdi dan dapat dengan mudah disandera.
Bahaya ini hanya meningkat ketika suaminya pergi untuk bergabung dengan Li Yuan.
Khawatir akan terlalu berbahaya bagi mereka jika mereka berdua meninggalkan istana sekaligus, Pingyang mengajukan diri untuk tinggal sebentar.
“Sebagai seorang wanita,” katanya kepada suaminya, “mudah bagi saya untuk bersembunyi ketika saatnya tiba. Aku punya cara untuk menjaga diriku sendiri.”
Segera setelah itu, dia menyelinap keluar dari istana dan berjalan ke tanah keluarganya dalam kesendirian.
Di sana dia menemukan orang-orang biasa yang menderita kekeringan, dan sebagian besar telah ditinggalkan oleh pemerintah.
Merasakan kesempatan, dia membuka gudang keluarganya dan membagikan makanan.
Penduduk setempat sangat berterima kasih sehingga banyak yang berjanji setia padanya.
Ini adalah awal dari apa yang kemudian dikenal sebagai Tentara Wanita.
Selama beberapa bulan berikutnya, ketika ayah dan suaminya berperang secara terbuka melawan Yangdi, Pingyang diam-diam membuat aliansi politik untuk menumbuhkan pasukannya sendiri.
Pasukannya akhirnya membengkak hingga 70.000 orang, semuanya di bawah panji seorang wanita.
Tidak boleh ada penjarahan, apa pun yang diambil tentara, mereka harus membayarnya.
Setelah kemenangan, tentara membagikan makanan untuk antara penduduk setempat.
Tidak mengherankan bahwa ke mana pun mereka pergi, mereka disambut sebagai pembebas daripada penakluk.
Setelah kurang dari satu tahun pertempuran, tentara Pingyang akhirnya melawand pasukan Yangdi, dinasti Sui jatuh dan Yangdi melarikan diri.
Li Yuan naik takhta, mengantarkan salah satu era keemasan Tiongkok dengan berdirinya dinasti Tang.
Hal ini tidak hanya menjadikan Pingyang sebagai putri resmi, tetapi juga memberinya sejumlah penghargaan.
Dia diangkat sebagai marsekal, yang membawa serta pembantu militer dan staf, dan dia diberi gelar zhou (bijaksana).
Dinasti Tang kemudian menjadi dinasti yang berumur panjang.
Sayangnya, Pingyang sendiri hidup singkat setelahnya. Dia meninggal pada usia 23 tahun karena penyebab yang tidak diketahui (mungkin melahirkan), dan kepergiannya ditangisi banyak orang.
(*)