Find Us On Social Media :

Proklamasi Mundur Sehari karena Rengasdenglok (1)

By Moh Habib Asyhad, Rabu, 17 Agustus 2016 | 09:00 WIB

Proklamasi Mundur Sehari karena Rengasdenglok (1)

Sebelum jagung berbunga

Tampil dengan judul tulisan "Legenda dan Realitat Sekitar Proklamasi 17 Agustus", Bung Hatta mengungkapkan awal pengalamannya tatkala bersama-sama dengan Bung Karno dan Dr. Radjiman Wedjodiningrat diundang ke Dalat (Indocina) oleh Panglima Tertinggi Tentara Jepang di Asia Tenggara Jenderal Terautji untuk menerima putusan pemerintah Jepang tentang Indonesia Merdeka. Dalam pertemuan resmi tanggal 12 Agustus itu, Jenderal Terautji berkata, "Terserah kepada Tuan-tuan akan menetapkan kapan Indonesia akan merdeka."

Waktu kembali, di Singapura, ketiga utusan tersebut secara kebetulan bertemu dengan Mr. Teuku Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas yang semuanya adalah anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dari Sumatera. Secara bersama-sama, mereka juga akan bertolak ke Jakarta. Selain itu juga mereka mendengar kabar bahwa Rusia sudah mengumumkan perang kepada Jepang dan sudah menyerbu ke Mancuria.

Setelah bertukar pikiran, "Kami semua berkeyakinan bahwa kalahnya Jepang tidak akan berbilang bulan lagi. Melainkan berbilang minggu. Karenanya, pernyataan Indonesia Merdeka harus dilakukan secepatnya."

Setelah tiba di Jakarta, tanggal 14 Agustus 1945, masih di Lapangan Terbang Kemayoran, Bung Karno berpidato di depan masyarakat yang menyarnbutnya: "Kalau dulu saya berkata, sebelum jagung berbuah Indonesia akan merdeka, sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga."

Sore hari itu juga, Sjahrir datang kepada Bung Hatta menyampaikan berita bahwa Jepang telah meminta damai kepada Sekutu, lalu ia bertanya bagaimana soal kemerdekaan kita. "Jawab saya, soal kemerdekaan kita adalah semata- mata di tangan kita," tulisnya.

Sjahrir mengusulkan, pernyataan kemerdekaan Indonesia janganlah dilakukan oleh Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sebab Indonesia Merdeka yang lahir semacam itu akan dicap oleh Sekutu sebagai Indonesia buatan Jepang. Sebaik baiknya, Bung Karno sendiri saja menyatakannya sebagai pemimpin rakyat atas nama rakyat dengan melalui corong radio.

Ternyata Bung Karno tidak setuju dengan usul Sjahrir, karena sebagai Ketua Badan Persiapan, ia tidak bisa bertindak sendiri dengan melewati saja badan tersebut. Selanjutnya Bung Kamo menyatakan ingin mendapat keterangan dulu dari Gunseikanbu tentang berita Jepang menyerah itu.

"Setelah keesokan harinya, tanggal 15 Agustus, ternyata Jepang memang meminta berdamai," tulis Bung Hatta selanjutnya, "kami putuskan mengundang Panitia Persiapan berapat tanggal 16 Agustus pukul 10 pagi di kantor Dewan Sanyo Pejambon 2."

Pernyataan Indonesia Merdeka harus dilakukan secepatnya, Undang-Undang Dasar harus dimufakati dengan tiada banyak berdebat dan susunan pemerintahan Indonesia di pusat dan di daerah harus dapat diselenggarakan dalam beberapa hari saja. Anggota Panitia Persiapan dari luar Jawa harus kembali selekas-lekasnya ke daerah masing-masing dengan membawa instruksi yang lengkap dari pemerintah Indonesia Merdeka.

Waktu tidak boleh terbuang, karena kalau terlambat pulang, mungkin mereka dialang-alangi berangkat oleh Jepang yang sejak menyerah, kedudukannya di Indonesia hanya sebagai juru kuasa Sekutu saja. Sungguh Jepang telah menyetujui kemerdekaan Indonesia, tentara Jepang di Indonesia boleh diperintah Sekutu untuk menindas dan melikuidasi Indonesia Merdeka.

"Kami juga harus memperhitungkan bahwa Sekutu akan mencoba mengembalikan Indonesia ke bawah pemerintah Hindia-Belanda," tulisnya selanjutnya. Karena itu, revolusi yang diorganisasikan harus ada sehingga barulah kemerdekaan dapat dipertahankan dengan perjuangan yang dipikul oleh seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan atas keyakinan inilah Bung Hatta menolak teori merebut kekuasaan oleh pemuda, Peta, dan rakyat yang dianjurkan kepadanya pada sore hari itu juga oleh almarhum Subianto dan Subagio.

Menurut Bung Hatta, perebutan kekuasaan harus didahului oleh pernyataan kemerdekaan oleh Bung Karno melalui corong radio. "Kepada kedua pemuda itu saya tegaskan bahwa saya suka revolusi, akan tetapi menolak putsch," tuturnya. Tetapi keterangan tersebut rupanya tidak memuaskan, bahkan sebaliknya menimbulkan kekecewaan di kemudian hari, Subianto yang sejak zaman pendudukah Jepang memiliki hubungan yang akrab seperti anak dengan ayahnya, akhirnya menjauhi Bung Hatta. Tetapi belakangan, pemuda yang kecewa itu kembali lagi ke orang yang menganggapnya sebagai anak dan menyatakan pendirian Bung Hatta yang benar. Sejak itu ia menerima tugas-tugas penting dari Bung Hatta sampai akhirnya meninggal di Serpong.(Her Suganda/Intisari)