Bikin Seantero Indonesia Iri karena Berani Akhiri Covid-19, Faktanya Swedia Punya Alasan yang Sulit Dipenuhi Indonesia Jika Ingin Menirunya

K. Tatik Wardayati

Penulis

Swedia mengumumkan berakhirnya pandemi Covid-19 di negaranya.

Intisari-Online.com – Setelah beberapa waktu sempat melandai, Covid-19 kembali ‘menghantui’ rakyat indonesia, itu berarti pandemi belum berakhir di negara kita.

Tahukah Anda, bahwa ada negara yang sudah mengumumkan bahwa di tempat mereka pandemi Covid-19 ini sudah berakhir?

Salah satunya Swedia yang mengumumkan pandemi berakhir.

Swedia juga menghentikan pembatasan dan pengujian skala luas Covid-19, bahkan di antara orang-orang yang menunjukkan gejala infeksi.

Tidak hanya itu, tenda keliling kota, pusat swab drive-in, hingga tes yang dikirim ke rumah yang tadinya ada di mana-mana selama pandemi, pun berakhir.

Dengan ini pemerintah Swedia juga tidak lagi menyediakan data penting untuk melacak penyebaran Covid-19.

Bahkan, Swedia pada Rabu (9/2/2022), juga membatalkan batasan tentang berapa banyak orang boleh berkumpul di acara atau restoran, sertifikat vaksin tidak lagi diperlukan, dan pengurangan jam operasional pun telah dibatalkan untuk bar dan restoran.

Loh, kok bisa?

Baca Juga: Sudah Lampaui Total Pasien di Wisma Atlet Saat Ini, Kasus Covid-19 pada Anak Alami Lonjakan Drastis, Luhut Tetap Bergeming Tolak Usulan Anies Hentikan PTM?

Baca Juga: Dihubungkan Dengan Situasi Covid-19, Misteri Kematian Jenghis Khan Selama 800 Tahun Terpecahkan, Semasa Hidup Dikenal Kejamnya Setengah Mati Ternyata Begini Akhir Riwayatnya

Rupanya pemerintah mulai mempertimbangkan untuk memperlakukan Covid-19 seperti yang mereka lakukan pada penyakit endemik lainnya.

Karena, pengujian yang mahal menghasilkan lebih sedikit manfaat dengan kemunculan varian omicron yang mudah menular, tetapi lebih ringan.

“Kami telah mencapai titik di mana biaya dan relevansi pengujian tidak lagi dapat dibenarkan,” kata Kepala Badan Kesehatan Masyarakat Swedia, Karin Tegmark Wisell, kepada siaran nasional SVT minggu ini, melansir kompas.com.

“Jika kami melakukan pengujian ekstensif yang disesuaikan dengan semua orang yang memiliki Covid-19, itu berarti setengah miliar kroner per minggu (sekitar 55 juta dollar AS setara Rp788 miliar) dan 2 miliar per bulan (220 juta dollar AS setara Rp3,1 triliun),” tambah Tegmark Wisell melansir AP.

Maka, hanya petugas kesehatan dan perawatan lansia dan paling rentan saja yang berhak mendapatkan tes PCR gratis jika menunjukkan gejala.

Sementara, populasi lainnya hanya akan diminta untuk tinggal di rumah jika menunjukkan gejala yang kemungkinan Covid-19.

Tes antigen sudah tersedia untuk dibeli di supermarket dan apotek, tetapi hasilnya tidak dilaporkan ke otoritas kesehatan.

Sedangkan penyedia layanan kesehatan swasta juga bisa melakukan tes dan menawarkan bukti Covid-19 untuk perjalanan internasional, tetapi biayanya tidak adakan diganti oleh negara atau asuransi kesehatan.

Baca Juga: Terlihat Baik-baik Saja, Tapi Pemerintah Kalang Kabut Umumkan Situasi Lonjakan Covid-19 Gelombang Ke-3, Terkuak Beginilah Kondisi Asli Rumah Sakit di Indonesia

Baca Juga: Covid-19 Kembali Tinggi, Siapkan Diri Anda Saat Isolasi Mandiri, Konsumsi 7 Makanan yang Senantiasa Bantu Lawan Covid-19 Ini

Tingkat vaksinasi yang tinggi di Swedia juga menciptakan optimisme di kalangan pejabat kesehatan, dari studi akhir di tahun 2020 saja menunjukkan bahwa antibodi ditemukan dalam 85 persen sampel.

Menurut Bharat Pankhania, dosen klinis senior di University of Exeter Medical School di Inggris, mengatakan bahwa persentase besar orang yang divaksinasi, ‘populasi yang terinformasi, terdidik, dan berpengetahuan’ dapat dipercaya untuk mengisolasi jika mereka menunjukkan gejala, tanpa perlu ‘pengujian grosir yang tidak akan menghasilkan uang.’

“Swedia memimpin, dan negara-negara lain pasti akan mengikuti,” kata Pankhania.

“Kami tidak memerlukan pengujian ekstensif demi pengujian, tetapi kami harus tetap menerapkan pengaturan sensitif seperti rumah sakit, panti jompo, dan tempat sensitif lainnya di mana ada orang yang sangat rentan.”

Dalam penanganan Covid-19, Swedia menonjol di antara negara-negara Eropa karena responnya yang relatif lepas tangan.

Swedia tidak pernah mengunci atau menutup bisnis, sebagian besr mengandalkan tanggung jawab individu untuk mengendalikan infeksi.

Kematian akibat virus corona memang tinggi dibandingkan dengan negara-negara Nordik lainnya, tetapi jumlah itu tetap lebih rendah daripada tempat lain di Eropa yang menerapkan lockdown.

Bagaimana dengan Indonesia, mungkinkah menerapkan pengakhiran pandemi Covid-19?

Baca Juga: Dulu Mati-Matian Ratakan Vaksinasi ke Seluruh Dunia, Kini WHO Malah Dibikin Sakit Kepala Gara-Gara Masalah Vaksin yang Terlalu Membludak Ini

Baca Juga: Kencangkan Masker dan Perketat Prokes, Kondisi Covid-19 Kian Mengkhawatirkan dan Kembali Disorot Media Asing, Vaksin Sejuta Umat Mungkin Kurang Kuat Melawan Omicron

Bila di Swedia dari hasil studi menunjukkan antibodi dalam 85 persen sampel, berapa di Indonesia?

Banyak syarat yang harus dipenuhi di Indonesia, untuk dapat mengumumkan berakhirnya pandemi Covid-19 ini.

Baca Juga: Bikin Satu Indonesia Ketakutan, Hanya Dalam 1 Hari Kasus Covid-19Tembus 27.197, Peneliti ChinaBongkar Alasan Omicron Berkali-kali Lipat Lebih Menular, Ditularkan dari Hewan Ini

Baca Juga: Ilmuwan Terkejut, Sebut Hal Mengerikan Ini Bisa Terjadi Jika Virus Covid-19 Menginfeksi Seorang Penderita HIV, Wanita Ini Sudah Mengalaminya

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait