Penulis
Intisari-Online.com -Sultan Baabullahgigih mengusir Portugis, ahli dalam berdiplomasi, hingga dijuluki sebagai khalifah imperium Islam di Nusantara.
Dalam usianya yang masih muda, Sultan Baabullah diangkat sebagai Kapita Laut, jabatan militer tertinggi dalam struktur kerajaan Ternate.
Karena jabatan itu pula Sultan Baabullah terlibat dalam berbagai ekspedisi atas nama kesultanan Ternate, terutama ke wilayah Sulawesi Utara dan Tengah.
Bahkan, setelah menjadi sultanpun Baabullah masih memimpin ekspedisi ke Buton, Tobungku, Banggai, dan Selayar.
Melansir Kompas.com, prestasi terbesarnya adalah mengusir Portugis keluar dari Maluku dan tak kembali untuk selamanya.
Setelah pengangkatan Baabullah sebagai sultan Ternate, di bawah sumpah, ia berjanji tidak akan berhenti mengusir orang-orang Portugis dan wilayah Maluku dan menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili.
Benteng–benteng Portugis di Ternate, yakni Tolucco, Santo Lucia, dan Santo Pedro jatuh dalam waktu singkat hanya menyisakan Benteng Sao Paulo kediaman De Mesquita.
Atas perintah Baabullah, pasukan Ternate mengepung Benteng Sao Paulo dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar.
Suplai makanan dibatasi hanya sekedar agar penghuni benteng dapat bertahan.
Sultan Baabullah dapat saja menguasai benteng itu dengan kekerasan.
Namun, beliau tak tega karena cukup jumlah rakyat Ternate yang telah menikah dengan orang Portugis dan mereka tinggal dalam benteng bersama keluarganya.
Karena tertekan, Portugis terpaksa memecat Lopez de Mesquita dan menggantinya dengan Alvaro de Ataide.
Namun, langkah ini tidak berhasil meluluhkan Baabullah. Orang Portugis mulai tertekan dan gelisah.
Mesquita dituduh telah berbuat salah dan kejam.
Dia ditangkap oleh kawan-kawan sebangsanya, dirantai, dan dikirimkan ke Malaka.
Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Sultan Baabullah dan rakyat Maluku melakukan serangan dan mengepung Benteng San Paolo.
Baca Juga: Mempelajari Sumber Sejarah Kerajaan Kediri yang Masih Bisa Dipelajari, Ini Dia
Baca Juga: Ceritakan Sejarah Berdirinya Kerajaan Islam Samudera Pasai di Sumatera
Walaupun bersikap “lunak” terhadap Portugis di Sao Paulo, Sultan Baabullah tidak melupakan sumpahnya.
Beliau mencabut segala fasilitas yang diberikan Sultan Khairun sebagai Portugis terutama menyangkut misi Jesuit.
Beliau mengobarkan perang Soya–Soya (perang pembebasan negeri). Kedudukan Portugis di beragam tempat digempur habis.
Sebagain kapal berlayar (lari) meninggalkan Ternate menuju Ambon.
Mendengar kabar tersebut, Baabullah segera mengirimkan lima kora-kora berkekuatan 500 prajurit menuju Ambon di bawah Kapita Kalakinko, pamannya sendiri.
Pulau Buru berhasil direbut dari Portugis. Selanjutnya Kapita Kalakinko menuju Hitu dan bersama-sama rakyat Hitu menyerang Portugis. Pertarungan di Hitu Selatan berlangsung sengit dan berakhir dengan tewasnya Kapita Kalakinko.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya awal 1671, Baabullah menyusun strategi untuk melumpuhkan kekuatan Portugis di Hitu dan Ambon.
Untuk itu ia mengirimkan satu armada di bawah pimpinan Kapita Rubohongi dan berhasil merebut Hitu Selatan.
Selama pengepungan Portugis di dalam benteng, Sultan Baabullah tidak tinggal diam di istananya.
Ia berlayar menuju Selayar dan Makassar dan berhasilmengajak Raja Makassar Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).
Dalam melawan Portugis,Baabullah telah menunjukan sikap patriot dan sifat kemanusiaannya seperti halnya Al Ayyubi dalam perang Salib, yaitu suatu sikap toleransi dengan mengeluarkan beberapa ultimatum.
Demikianlah, pada 26 Desember 1575, orang Portugis pergi secara memalukan dari Ternate dan tak satupun yang disakiti.
Baca Juga: Sejarah dan Proses Berdirinya Kerajaan Mataram yang Harus Anda Ketahui
(*)