Penulis
Intisari-online.com - Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit adalah dua kerajaan Indonesia yang pernah menguasai hampir wilayah Asia Tenggara.
Kehebatan dua kerajaa dari Indonesia tersebut ternyata disoroti oleh media asal Malaysia Astro Awani yang membeberkan betapa hebatnya bangsa Melayu ketika dua kerajaan itu berkuasa.
Sriwijaya adalah kerajaan Melayu bersatu pertama yang mendominasi sebagian besar wilayah Kepulauan Melayu.
Kerajaan yang hilang dan terlupakan ini diingatkan kembali oleh sejarawan Prancis, George Coedes.
Didirikan pada abad ketujuh Masehi oleh Maharaja Melayu Hindu, Dapunta Hyang Sri Jayanasa mendirikan ibu kota Sriwijaya di Palembang.
Terletak dekatdari Selat Malaka dan Selat Sunda.
Sriwijaya menjadi kerajaan aktif dalam pertumbuhan ekonomi dunia pada waktu itu dan makmur dengan terlibat dalam perdagangan yang luas di kamper, cengkeh, cendana, pala dan komoditas berharga lainnya.
Dengan komunitas pedagang dan pedagang dari berbagai belahan Asia, yaitu Cina, India dan Timur Tengah.
Baca Juga: Perdagangan di Kerajaan Sriwijaya Mengalami Kemajuan yang Pesat Terutama Karena Apa?
Baca Juga: Apa Faktor Utama Majapahit Menjadi Kerajaan Besar Agraris dan Perdagangan?
Maharaja Sriwijaya adalah penakluk besar yang menempatkan sebagian besar Asia Tenggara dalam pengaruhnya melampaui wilayahIndonesia modern.
Catatan Arab mencatat bahwa kerajaan Sriwijayabegitu luas sehingga dalam dua tahun kapal tercepat tidak dapat melakukan perjalanan mengelilingi semua pulaunya.
Setelah Sriwijaya media Malaysia itu juga soroti kerajaan Majapahit yang berasal dari Jawa yaitu Majapahit.
Kekuatan ekonomi dan politik inti di Kepulauan Melayu bergeser dari Sumatera ke pulau Jawa pada tahun 1293 M.
Dari ibu kota Trowulan di Jawa Timur, wilayah Majapahit berkembang secara signifikan pada abad ke-13 M di seluruh Kepulauan Melayu, yang meliputi Sumatera dan Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Mindanao.
Kerajaan ini menghasilkan kekayaan melalui hasil pertanian, khususnya beras, dan juga melalui perdagangan laut yang melewati selat kepulauannya.
Dengan wilayah yang begitu luas, para pedagang Majapahit mengumpulkan bahan mentah dari pedalamannya untuk diperdagangkan di pelabuhan.
Di antaranya lada, garam dan minyak kelapa dari Jawa, rempah-rempah dari Maluku, gading dari Sumatera, timah dan timah hitam dari Semenanjung Malaya untuk ditukar dengan tekstil dari India dan porselen dari Cina, pada abad ke-13 M.
Dengan melemahnya Majapahit pada abad kelima belas, Malaka menjadi kerajaan berikutnya yang mengambil alih komando dalam mengendalikan perdagangan di Kepulauan Melayu.
Kerajaan lain yang menjadi sorotan media Malaysia itu adalah kerajaan dari Brunei.
Didirikan oleh Parameswara, seorang pangeran dari Kerajaan Sriwijaya yang hancur, kerajaan ini memiliki pengaruh besar di Selat Malaka, sedemikian rupa sehingga nama Kesultanan yang pernah kuat ini diabadikan di salah satu selat tersibuk di planet ini.
Menjelang akhir abad ke-14, Malaka mulai meningkatkan pengaruhnya sebagai pusat perdagangan.
Kesultanan Malaka makmur sampai tahun 1511 sebagai mata rantai penting dalam perdagangan dunia.
Dikatakan bahwa populasi pelabuhan Malaka sebelum jatuhnya Kesultanan mungkin sekitar 100.000.
Dengan demikian, sama besarnya dengan kota-kota Eropa lainnya pada waktu itu, seperti Napoli dan Paris.
Di sisi lain Laut Cina Selatan, kerajaan Melayu Brunei mendominasi Kalimantan selama ratusan tahun.
Baca Juga: Berikut Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Demak pada Akhir Abad ke-15
Nama 'Borneo' dikatakan berasal dari versi rusak dari nama 'Brunei'.
Selama masa keemasannya pada abad keempat belas dan kelima belas, Brunei memegang kekuasaan yang berpengaruh atas seluruh wilayah pesisir di sekitar Kalimantan.
Ia juga mendirikan Kerajaan satelit Maynila di kota modern Manila sebelum diambil alih oleh Spanyol.
Pada tahun 1578, Spanyol memulai kampanye agresifnya melawan Brunei yang mengobrak-abrik ibu kotanya, Kota Batu, sebelum meruntuhkan kota itu hingga rata dengan tanah.
Para pemimpin Melayu Brunei saat itu berhasil memimpin pasukan Brunei yang kacau balau hingga akhirnya mengusir Spanyol pada 26 Juni 1578, hanya 72 hari setelah jatuhnya Kota Batu.
Jika bukan karena keberanian dan keberanian orang Melayu Brunei, Brunei mungkin sudah tidak ada lagi dan dianeksasi sebagai bagian dari kerajaan Spanyol.
Tidak seperti Malaka, Brunei tidak berumur pendek dan tetap menjadi Negara berdaulat sampai hari ini, menunjukkan kekuatan Melayu untuk menahan penjajahan.