'Semoga Tuhan Membantu Kita', Ketika Ethiopia Umumkan Keadaan Darurat, Pasukan Pemberontak Melancarkan Ancaman hingga Perdana Menterinya Dituduh Melanggar HAM

Tatik Ariyani

Penulis

Ethiopia umumkan keadaan darurat

Intisari-Online.com -Pada hari Selasa, Ethiopia mengumumkan keadaan darurat setelah pemberontak dari wilayah utara Tigray mengancam akan melangkah di Addis Ababa.

Negara terpadat kedua di Afrika itu mengumumkan telah memasuki keadaan darurat setelah pasukan pemberontak mengklaim telah merebut kota Dessie dan Kombolcha.

Kedua kota itu terletak sekitar 160 mil timur laut Addis Ababa.

Seorang pejabat PBB mengatakan pemberontak sejak itu terlihat menuju ke selatan.

Baca Juga: Di Dalam Negeri Masih Harus Bereskan Perang Saudara, Negara Termiskin di Dunia Ini Tiba-tiba Harus Angkat Senjata PerebutkanSumber Air yang Juga Diklaim 3 Negara Ini!

Menurut Guardian, pemberontak Tigrayan juga bergabung dengan pasukan dari penduduk Oromo di negara itu.

Pasukan Oromo, yang berasal dari satu kelompok etnis terbesar di negara itu, berperang melawan Pemerintah Abiy sebelum bergabung dengan pemberontak dari Tigray.

Namun, pengumuman dari pemerintahan Abiy Ahmed datang hanya dua hari setelah Perdana Menteri Ethiopia itu mendesak rekan-rekannya untuk mengangkat senjata melawan apa yang disebut Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), melansir Express.co.uk, Rabu (3/11/2021).

TPLF, yang masih mendominasi majelis regional di wilayah utara, kehilangan banyak pengaruh politik mereka setelah Abiy naik ke tampuk kekuasaan pada 2018.

Baca Juga: Dikenal Sebagai Tujuan Hijrah Sahabat Nabi Muhammad pada Abad ke-7, Sekarang di Ethiopia Masih Tahun 2014, Kok Bisa?

Perdana Menteri Ethiopia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 2019, tak lama setelah ia menjabat, setelah ia membantu meredakan konflik dengan Eritrea.

Laporan menunjukkan keadaan darurat enam bulan telah memungkinkan Pemerintah untuk memperkenalkan kekuatan besar untuk menangkap, menahan kritik, memberlakukan jam malam dan membatasi akses ke media berita.

Menteri Kehakiman Gedion Timotheos juga mengatakan pada konferensi pers bahwa setiap warga Ethiopia yang berusia di atas 18 tahun dapat wajib militer untuk mengangkat senjata dan menambahkan warga negara dapat "diwajibkan" untuk menyerahkan senjata kepada Pemerintah.

Tetapi Ethiopia, yang berpenduduk sekitar 115 juta, telah dicengkeram konflik selama hampir satu tahun penuh.

Pada 3 November 2020, pasukan dari TPLF merebut pangkalan militer di Tigray.

Konflik tersebut telah mengakibatkan kematian ribuan orang, memaksa lebih dari dua juta orang di utara untuk melarikan diri dari rumah mereka dan menyebabkan sekitar 400.000 orang di Tigray mengalami kelaparan.

Sejak pecahnya perang, Abiy juga dituduh mengawasi pelanggaran hak asasi manusia dan pembantaian.

Baca Juga: Beginilah Ketika Kobaran Semangat Bung Tomo Berhasil Buat Pemuda Surabaya yang Awam Senjata Bisa Gunakan Senjata Berbahaya di Pertempuran 10 November 1945, Apa Penyebabnya?

Menyusul keadaan darurat, orang-orang Etiopia tampak terpecah tentang bagaimana negara harus bergerak maju.

Menurut sebuah laporan di New York Times, seorang sopir taksi bernama Dereje berkata: "Saya tidak akan duduk di rumah saya dan menunggu musuh."

"Saya akan berjuang untuk anak-anak saya dan negara saya."

Namun laporan itu juga mengatakan seorang guru yang tidak disebutkan namanya kini telah kehilangan kepercayaan pada pemerintahan Abiy.

"Mereka berbohong kepada kami bahwa TPLF telah dikalahkan," katanya.

"Saya sangat khawatir tentang apa yang akan terjadi.

"Semoga Tuhan membantu kita."

AS telah menyatakan pemerintahan Abiy telah melakukan "pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang diakui secara internasional" dan mengatakan mereka akan menghapus Ethiopia dari program perdagangan utama Amerika.

Artikel Terkait