Penulis
Intisari-Online.com - Mendengar kata 'Mumi Mesir' mungkin sudah biasa bagi orang-orang, tapi bagaimana jika mumi Mesir yang memiliki paspor?
Ya, ternyata ada mumi Mesir yang punya bukti identitas diri untuk bepergian ke luar negeri itu.
Bukan mumi biasa, mumi tersebut adalah Mumi Ramses II.
Ramses II sering dianggap sebagai firaun terbesar, paling terkenal, dan paling berkuasa di Mesir. Ia berkuasa selama 67 tahun dan dikenang atas penandatanganan traktat perdamaian pertama.
Pada tahun 1974, hampir 3.000 tahun setelah kematiannya, pemerintah Mesir mengeluarkan dokumen perjalanan untuk mumi Raja Ramses II ini.
Paspor sendiri mulai dikeluarkan pada tahun 450 SM, sedangkan Kerajaan Inggris baru menggunakan dokumen perjalanan ini pada abad ke-15.
Kemudian, standarisasi ukuran paspor baru dilakukan pada awal abad ke-20 dan hasilnya adalah paspor berbentuk buku kecil seperti yang kita gunakan sekarang ini.
Lalu bagaimana mumi Ramses II bisa memiliki paspor?
Ternyata, itu bermula ketika mumi Ramses II mulai menunjukkan tanda-tanda dekomposisi pada awal 1970-an.
Pihak berwenang Mesir pun mencari ahli dunia dan ahli Mesir yang mampu melestarikan tubuh purba.
Pakar semacam itu rupanya hanya ditemukan di Prancis, sehingga mumi Ramses II harus dibawa ke negara tersebut.
Tetapi, diperlukan paspor untuk melakukan perjalanan ke Prancis, bahkan untuk mumi.
Undang-undang Prancis mengatakan semua orang, baik meninggal atau hidup, harus memiliki dokumen identifikasi yang sah agar dapat masuk secara legal ke Prancis.
Sehingga dibuatlah paspor untuk mumi Rames II, membuatnya menjadi Firaun pertama dalam sejarah yang memiliki paspor.
Layaknya paspor lainnya, paspor milik sang Firaun itu pun foto identitas.
Bedanya, foto raja dari dinasti ke-19 kerajaan Mesir ini baru diambil beberapa ribu tahun setelah kematiannya.
Dengan memiliki paspor, maka mumi Ramses II pun bisa tiba di Prancis untuk melakukan perawatan yang diperlukan.
The New York Times melaporkan pada 27 September 1976 bahwa “Mumi itu disambut oleh Sekretaris Negara untuk Universitas, Alice Saunter-Seite dan detasemen tentara. Raja Ramses II mendapat perlakuan khusus di Bandara Le Bourget.”
Mumi Raja Ramses II kemudian dibawa ke Museum Etnologi Paris untuk diperiksa oleh Profesor Pierre-Fernand Ceccaldi. Ia merupakan kepala ilmuwan forensik di Laboratorium Identifikasi Kriminal Paris.
Selama pemeriksaan, Cecaldi membuat catatan tentang rambut Raja Ramses II menunjukkan beberapa data pelengkap, terutama tentang pigmentasi.
Ia memaparkan bahwa Firaun ke-19 ini berambut “jahe”atau cymnotricche leucoderma. Ini juga berarti dia adalah orang berkulit putih dengan rambut jahe bergelombang.
"Di Mesir kuno orang-orang dengan rambut merah dikaitkan dengan dewa Set, pembunuh Osiris. Nama ayah Raja Ramses II, Seti I, berarti "pengikut Set" tambah Cecaldi.
Pemeriksaan tersebut juga mengungkapkan bukti luka, patah tulang, dan radang sendi yang membuat sang Raja bungkuk di tahun-tahun terakhir hidupnya.
Mumi Raja Ramses II sendiri ditemukan pada tahun 1881 di makam seorang imam bersar bernama Pinedjem II yang hidup hampir 400 tahun setelah pemerintahan firaun agung itu.
Pada saat ditemukan sebenarnya kondisi mumi Rameses II dalam kondisi bersih, kulitnya pun juga masih terjaga.
Namun, karena beberapa faktor seperti faktor kondisi mumi yang semakin tua dan kelembapan udara di ruang mumi Ramses II tersimpan, kondisinya mumi itu pun mulai memburuk.
Setelah mumi Ramses II berhasil diperbaiki, mumi itupun dikembalikan ke Museum Mesir di Kairo dimana mumi itu dapat dikunjungi hari ini.
Sementara pada 2007, ditemukan bahwa ternyata jumbai kecil rambut Raja Ramses II dicuri selama proses pelestarian tahun 1976, tapi saat itu pihak berwenang Prancis berhasil menanganinya sebelum rambut itu dijual.
(*)