Penulis
Intisari-Online.com - Apa buah favorit para Firaun dari Kerajaan Mesir Kuno ribuan tahun silam?
Padaabad 19, ditemukan fragmen daun semangka di samping sebuah mumi, pada areal pemakaman yang berusia sekitar 3.500 tahun.
Temuan ini menarik perhatian Susanne Renner, ahli botani dari University of Munich, Jerman.
Bersama koleganya, Renner menganalisis sampel daun ini, yang tersimpan dalam wadah di samping mumi, dan belum pernah dibuka sebelumnya sejak ditemukan pada tahun 1876.
Melansir Kompas.com, analisis DNA terhadap sampel daun ini mengungkapkan sekuens genom semangka, yang meski tidak sempurna, memberikan informasi baru terkait keberadaan dua gen yang mengungkap rupa dan rasa semangka ini.
Salah satunya adalah gen yang mengontrol produksi cucurbitacin, penyebab rasa pahit pada semangka liar.
Pada semangka berumur 3.500 tahun ini, terdapat mutasi pada gen cucurbitacin, sehingga gen menjadi tidak aktif dan dapat menghasilkan daging buah yang manis, layaknya semangka modern.
Gen lain yang juga tak kalah penting adalah gen yang mengubah pigmen merah lycopene ke senyawa lain.
Pada semangka ini, gen tersebut juga mengalami mutasi dan tidak aktif.
Artinya, semangka dari zaman Mesir Kuno juga memiliki daging buah berwarna merah terang.
Hasil analisis DNA juga mengungkap bahwa semangka ini berkerabat dekat dengan varietas semangka daging putih yang tumbuh di kawasan Darfur, Sudan.
Hal ini mengimplikasikan bahwa semangka pertama kali didomestikasikan di kawasan tersebut, lalu didistribusikan sepanjang Sungai Nil dengan berbagai perubahan, seperti warna daging merah terang yang umum dijumpai saat ini.
Berdasarkan bukti analisis DNA, saat ini kita dapat mengetahui bahwa semangka merah telah eksis sejak masa Mesir Kuno ribuan tahun yang lalu.
Selain itu, ada petunjukberupa lukisan dinding pada situs kompleks pemakaman Mesir Kuno, yang menggambarkan objek mirip semangka, lengkap dengan bentuknya yang lonjong serta garis-garis hijau pada kulit buahnya.
Semangka liar yang ditemukan di berbagai lokasi di Afrika tidaklah sama dengan varietas semangka yang kita kenal saat ini.
Semangka liar berukuran kecil, bulat, dan memiliki daging buah berwarna putih, dengan rasa pahit yang ditimbulkan oleh senyawa cucurbitacin yang dikandungnya.
Sementara itu, semangka yang kita sering jumpai dan konsumsi merupakan varietas hasil domestikasi.
Namun, asal usul semangka modern ini masih terjadi perdebatan, terutama mengenai kapan dan di mana domestikasi tersebut dimulai, dengan kandidat kuat adalah kawasan Afrika Selatan atau Barat.
(*)