Penulis
Intisari-Online.com – Setelah pengeboman Pearl Harbor pada 7 Desember 1941, semua orang Amerika dalam siaga tinggi selama Perang Dunia II.
Ada ketakutan yang terlihat jelas bahwa militer Jepang mungkin saja menyerang lokasi lain di Amerika Serikat.
Ketakutan itu pun menjadi kenyataan 10 bulan kemudian, ketika seorang pilot Jepang sendirian dalam sebuah pesawat apung meluncurkan serangan udara masa perang pertama negara itu di daratan AS dengan menjatuhkan bom di hutan Oregon.
Sementara, militer Jepang yang merasa berhasil melakukan serangan mendadak mereka di Pearl Harbor, berharap dapat menyerang target utama lainnya di daratan Amerika Utara.
Salah satu target yang dibicarakan adalah Terusan Panama karena lokasinya yang strategis, tetapi mereka juga ingin mencapai titik di sepanjang Pantai Barat.
Secara khusus, Penerbang Nobuo Fujita ingin menggunakan pesawat apung yang diluncurkan dari kapal induk kapal selam jarak jauh yang telha dirancang untuk menyerang Terusan Panama, untuk menjatuhkan bom pembakar di hutan sekitar Bookings, Oregan.
Harapan Fujita, dengan kebakaran hutan besar maka akan mengalihkan tenaga kerja dan sumber daya dari teater Pasifik.
Dan itu, semacam, berhasil.
Ketika kapal selama itu muncul di dekat perbatasan Oregon-California pada 9 September 1942, Fujita melepaskan satu bom di Gunung Emily Oregon (yang kedua, dilepaskan tetapi tidak pernah ditemukan).
Melansir historydaily, bom itu memicu kebakaran hutan sekitar 14,5 km di luar Brookings.
Untungnya, dia gagal memperhitungkan iklim basah dan hujan yang terkenal di Bara Laut Pasifik.
Hutan itu terlalu basah untuk menciptakan bencana yang dia bayangkan, dan anggota Dinas Kehutanan AS yang berbasis di Brookings, yang menyaksikan pengeboman dari posisi mereka di menara pengawas kebakaran, dengan mudah memadamkan api.
Setelah perang, Fujita membuka toko perangkat keras dan menetap di kehidupan sipil.
Dia tidak pernah mempertimbangkan untuk kembali ke Oregon.
Tetapi pada tahun 1962, dia diundang untuk mengunjungi Brookings.
Tentu saja, dia curiga dengan undangan itu, tetapi setelah pemerintah AS meyakinkannya bahwa itu bukan jebakan, Fujita sangat ingin menebus kesalahan dengan orang-orang di barat laut Pasifik itu.
Meski demikian, dia begitu khawatir akan penerimaannya di negara bagian AS itu, sehingga dia membawa katana berusia 400 tahun, pusaka keluarga yang berharga.
Dia bermaksud untuk menebus kehormatan keluarganya dengan melakukan seppuku.
Yang membuatnya terkejut, ketika orang-orang Brookings menyambutnya dengan kebaikan dan rasa hormat.
Fujita lalu mempersembahkan pedangnya sebagai tanda persahabatan dengan kota itu dan terlibat dalam komunitas lokal.
Dia juga mensponsori siswa dari sekolah menengah setempat untuk mengunjungi Jepang dan menanam pohon di lokasi pemboman sebagai simbol perdamaian dan persahabatan, di antara banyak proyek komunitas lain yang dilakukannya pada kunjungannya yang kemudian menjadi sering.
Pedangnya, yang awalnya dipajang di balai kota, dipindahkan pada tahun 1995 ke perpustakaan kota yang baru, yang dibantu penggalangan dananya oleh Fujita.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari