Penulis
Intisari-Online.com -Selama enam bulan pertama tahun 2021, ketika AS dan Eropa berjuang untuk mendapatkan cukup vaksin untuk populasi mereka, China tampaknya berhasil mengendalikan virus corona.
China juga tampaknya menjadi satu-satunya sumber vaksin untuk negara-negara berkembang, terutama di Asia Tenggara.
Namun, diplomasi vaksin China di Asia Tenggara telah runtuh.
Halini diungkap dalam artikel berjudulLetter to Editor: China’s vaccine diplomacy collapses in South East Asia oleh An Ly yang tayang di Taiwan News pada Minggu (25/7/2021).
Baca Juga: Cukup 10 Menit! Inilah 4 Trik Alami Untuk Turunkan Tekanan Darah Tinggi Sebelum Vaksinasi Covid-19
Jutaan vaksin buatan China telah dikirim ke negara-negara di Asia Tenggara.
Filipina, Indonesia, dan Kamboja menerima sebagian besar vaksin buatan China di kawasan itu, baik yang dibeli maupun disumbangkan.
Pada 13 Januari lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan mendapatkan suntikan vaksin Sinovac pertamanya, untuk memulai kampanye vaksin COVID-19 massal di seluruh negeri.
Hanya beberapa bulan kemudian, Indonesia berada dalam kekacauan di mana jumlah kasus COVID meningkat pesat.
Para ahli di seluruh dunia memperingatkan situasi di Indonesia bisa menjadi lebih buruk daripada apa yang terjadi di India, jika pemerintah Indonesia tidak segera bertindak.
Negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand, Kamboja, dan Malaysia, juga mengalami hal yang sama.
Jumlah kasus baru Covid-19 yang dilaporkan di negara-negara tersebut lebih tinggi setiap harinya.
Satu poin penting adalah bahwa negara-negara yang begitu sukses dalam mengendalikan virus pada tahun 2020 semuanya mengandalkan vaksin dari China.
Namun, meningkatnya jumlah staf medis yang divaksinasi di Indonesia yang telah terinfeksi atau meninggal karena virus corona telah menimbulkan banyak pertanyaan tentang efisiensi vaksin dari China.
Menurut Reuters, Singapura, Thailand, dan Malaysia harus membuat keputusan tentang vaksin dari China.
Singapura tidak akan memasukkan orang yang mendapat suntikan Sinovac dalam kelompok yang divaksinasi.
Thailand mengatakan orang yang menerima suntikan Sinovac harus menerima AstraZeneca sebagai suntikan kedua.
Sementara itu, Malaysia akan berhenti menggunakan vaksin Sinovac setelah persediaannya habis.
Tidak jauh dari negara-negara tersebut, meskipun otoritas Vietnam tidak memiliki pernyataan yang jelas tentang vaksin buatan China, publik Vietnam telah mengirimkan pesan yang kuat dan jelas kepada pemerintah China: "Tidak, terima kasih."
Di banyak forum dan platform media sosial, publik Vietnam tidak ragu untuk memberi tahu dunia bahwa mereka tidak mempercayai vaksin buatan China.
Tidak berhenti sampai di situ, sikap orang Vietnam terhadap China dalam hal vaksin telah berubah dari tidak percaya menjadi marah.
Sekarang mereka tahu pemerintah komunis China memutuskan bagaimana vaksin itu digunakan — meskipun China mengatakan vaksin itu adalah hadiah untuk Vietnam.
Taktik vaksin China telah gagal sejak hari-hari pertama.
Alih-alih menggunakan vaksin untuk membantu negara-negara yang membutuhkan dan memperbaiki hubungannya dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya akibat sengketa di Laut China Selatan, China justru menggunakan vaksinnya sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan politik.
Tapi, itu bukan satu-satunya alasan diplomasi vaksin China runtuh.
Varian baru virus corona adalah tes untuk vaksin buatan China, dan China telah gagal dalam tes itu.