Catat! 6 Juli Besok Bumi akan Berada di Titik Terjauhnya dari Matahari dalam Fenomena Aphelion, Ini Akibatnya Bagi Kita

Ade S

Penulis

Apa Itu Rotasi dan Revolusi Bumi? Ini Perbedaan serta Dampaknya

Intisari-Online.com -Pada 6 Juli 2021 mendatang akan terjadi sebuah fenomena antariksa yang diberi nama Aphelion.

Hal tersebut disampaikan oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).

Menurut Lapan, fenomena ini tak seperti fenomena antariksa lainnya yang bisa diliha oleh masyarakat dari belahan Bumi mana pun

Namun, masih menurut Lapan, sebagian besar penduduk Bumi akan merasakan dampaknya.

Baca Juga: Jauh Lebih Aneh dari Matahari Terbit di Jeneponto Hingga Dijuluki 'Tanduk Setan', Inilah Salah Satu Momen Matahari Terbit Teraneh yang Pernah Terjadi di Muka Bumi

Fenomena Aphelion sendiri merupakan kondisi di mana posisi Bumi berada pada titik terjauhnya dari Matahari.

Peneliti Pusat Sains dan Antariksa Lapan Andi Pangerang menyebut kondisi terjadi karena orbit Bumi terhadap Matahari memang tidak berbentuk lingkaran sempurna.

"Karena berbentuk elips, setiap tahunnya Bumi berada pada jarak terdekat dengan Matahari (yang disebut perihelion) yang terjadi setiap Januari, dan berada pada jarak terjauh dari Matahari (yang disebut sebagai aphelion) yang terjadi setiap bulan Juli," ujar Andi, seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (2/7/2021).

Nah, untuk tahun ini, fenomena Aphelion akan terjadai ada 6 Juli 2021. Tepatnya padapukul 05.27 WIB atau 06.27 WITA atau 07.27 WIT.

Baca Juga: Jangan Keburu Panik Jika Muncul Bercak Putih Putih di Wajah, Ini Penyebabnya dan Cara Mengatasinya!

Fenomena Aphelion tentu saja memberikan dampak pada Bumi dan isinya, hanya saja tidak signifikan.

Suhu dingin, yang dipicu oleh fenomena ini, akan sejalan dengan suhu dingin di pagi hari yang umum terjadi pada musim kemarau di Indonesia.

"Kejadian ini nanti berlangsung sampai dengan Agustus, dan merupakan hal yang biasa pada musim kemarau," ujar Andi.

Seperti di ketahui, pada musim kemarau, suhu di pagi hari umumnya terasa dingin karena tutupan awan yang sedikit.

Hal ini menghilangkan panas dari permukaan Bumi yang dipantulkan oleh awan ke Bumi.

Selain itu, disebabkan oleh posisi Matahari yang kini sedang berada di bagian utara Bumi, maka tekanan udara di belahan utara lebih rendah dibanding tekanan udara di belahan selatan.

Baca Juga: Maroko Dandani 600 Masjid Jadi Lebih ‘Hijau’ dan Ramah Lingkungan, Manfaatkan Energi Matahari untuk Ciptakan Sumber Daya Terbarukan

Dalam kondisi ini, maka angin umumnya akan bertiup dari arah selatan Bumi menuju utara Bumi, yang kebetulan saat ini tengah berada di musim dingin.

Akibatnya, seperti yang penduduk Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara saat ini rasakan, suhu mengalami penurunan.

Kondisi serupa dialami oleh penduduk-penduduk lain yang berada di bagian selatan garis Khatulistiwa.

Kembali mengenai posisi Bumi yang berada di titik terjauhnya dari Matahari, maka kondisi di atas akan semakin 'bertambah'.

Sebab, dengan jauhnya jarak, maka aliran panas dari Matahari ke Bumi akan berkurang.

"Mengingat saat ini angin bertiup dari arah selatan yang musim dingin, maka kita akan merasakan suhu yang lebih dingin," ungkap Andi.

Baca Juga: Jam Matahari sebagai Penanda Waktu Salat, Populer Sejak Al-Khawarizmi Membuat Perbaikan Penting Pada Teori Pendahulunya dari India dan Helenistik

"Terlebih, diameter tampak Matahari akan terlihat sedikit lebih kecil dibandingkan rata-rata yakni sekitar 15,73 menit busur atau berkurang 1,68 persen," tutup Andi.

Baca Juga: Al-Khawarizmi: Metematikawan Muslim yang Mengenalkan Angka Arab ke Dunia Barat dan Berkat Dirinya Jam Matahari Ditempatkan di Masjid untuk Menentukan Waktu Salat

Artikel Terkait