Tak Terima Perusahaan China Masuk Daftar Hitam AS Terkait Tindakan Kejam pada Minoritas Xinjiang, China Ungkap Amerika Sebenarnya Tak Peduli pada Orang-orang Xinjiang

Tatik Ariyani

Penulis

Intisari-Online.com -Pemerintahan Joe Biden pada Rabu memerintahkan larangan impor AS atas bahan panel surya utama dari Hoshine Silicon Industry Co. yang berbasis di China atas tuduhan kerja paksa, kata dua sumber yang diberi pengarahan tentang masalah tersebut.

Departemen Perdagangan AS secara terpisah membatasi ekspor ke Hoshine, tiga perusahaan China lainnya dan paramiliter Xinjiang Production and Construction Corps (XPCC), dengan mengatakan mereka terlibat dengan kerja paksa orang Uyghur dan kelompok minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, seperti diwartakan Reuters, Kamis (24/6/2021).

Tiga perusahaan lain yang ditambahkan ke daftar hitam ekonomi AS termasuk Xinjiang Daqo New Energy Co, sebuah unit dari Daqo New Energy Corp (DQ.N); Xinjiang East Hope Nonferrous Metals Co, anak perusahaan dari raksasa manufaktur East Hope Group yang berbasis di Shanghai; dan Xinjiang GCL New Energy Material Co, bagian dari GCL New Energy Holdings Ltd (0451.HK).

Departemen Perdagangan mengatakan perusahaan dan pasukan paramiliter, XPCC, "telah terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran dalam pelaksanaan kampanye penindasan China, penahanan sewenang-wenang massal, kerja paksa dan pengawasan teknologi tinggi terhadap Uyghur, Kazakh, dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya di" Xinjiang.

Baca Juga: Pastikan Taiwan Tak Lepas dari Pengawasannya, China Kerahkan Jet Tempur Siluman Tercanggih, Sekaligus Beri Peringatan Keras Kepada Para Sekutu AS Agar Tak Ikut Campur

Setidaknya beberapa perusahaan yang terdaftar di Departemen Perdagangan adalah produsen utama silikon monokristalin dan polisilikon yang digunakan dalam produksi panel surya.

Xinjiang Daqo New Energy Co menanggapi permintaan komentar Reuters dengan email yang mengatakan bahwa perusahaan tersebut "tidak menoleransi" terhadap kerja paksa, dan bahwa mereka tidak menjual langsung ke perusahaan AS, atau membeli dari Amerika Serikat dan tidak akan ada "dampak yang signifikan terhadap bisnis perusahaan."

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, kemudian menanggapilarangan impor AS tersebut.

Baca Juga: Kebohongan China Terungkap Lagi? Peneliti Ungkap Covid-19 Kemungkinan Sudah Menyebar di China Sejak Oktober 2019

Pada hari Jumat, Zhao mengatakan bahwa Washington menggunakan "hak asasi manusia sebagai penyamaran" untuk "menekan perkembangan industri Xinjiang."

Melansir Newsweek, Jumat (25/6/2021), Zhao berkata: "Amerika Serikat tidak peduli sama sekali tentang orang-orang Xinjiang. Plot sebenarnya dan niat jahat mereka adalah mengacaukan Xinjiang untuk membatasi China," lapor Associated Press.

Badan bea cukai AS mengatakan penyelidikan menemukan bukti bahwa pekerja di industri polisilikon Xinjiang diintimidasi dan diancam.

Selain itu, pergerakan mereka juga dibatasi.

Pejabat China menolak tuduhan kerja paksa dan pelanggaran lainnya terhadap kelompok mayoritas Muslim di Xinjiang.

Mereka mengatakan kamp-kamp penahanan di mana sebanyak 1 juta orang ditahan adalah untuk pelatihan kerja dan untuk memerangi radikalisme.

Langkah AS merupakan rintangan potensial bagi ambisi Presiden Joe Biden untuk mempromosikan tenaga surya.

Baca Juga: Hubungannya Tegang dengan Barat, Rusia Unjuk Kekuatan Luncurkan Latihan di Mediterania, Pamer Jet Tempurnya yang Mampu Bawa Rudal Hipersonik Ini

Hoshine adalah salah satu pemasok polysilicon global terbesar, bahan yang digunakan untuk membuat panel surya.

Zhao mengatakan Beijing akan "mengambil semua tindakan yang diperlukan" untuk melindungi perusahaannya tetapi tidak memberikan rincian.

Juru bicara China tersebut telah membuat komentar serupa sebagai tanggapan atas sanksi perdagangan AS sebelumnya, biasanya tidak diikuti dengan tindakan resmi.

Impor langsung dari Hoshine ke Amerika Serikat selama 2 1/2 tahun terakhir berjumlah sekitar $6 juta sementara barang jadi yang mencakup bahan dari perusahaan sekitar $150 juta, menurut pemerintah AS.

Artikel Terkait