Penulis
Intisari-online.com - Saat dunia sedang disibukkan dengan muculnya virus corona varian delta, China lebih sibuk siapkan rencana gempur Taiwan.
Pada Sabtu (19/6/21), China mengeluarkan pernyataan yang kontradiktif setelah Jenderal AS, Mark Milley mengatakan China tak punya motivasi militer untuk gempur Taiwan.
China disebut tidak memiliki kemampuan dan motivasi militer untuk merebut kembali Taiwan dalam waktu dekat.
Dalam waktu dekat, China tidak memiliki kemampuan militer untuk menghancurkan Taiwan, ungkap Mark Milley.
Milley mengatakan meluncurkan operasi militer untuk merebut kembali Taiwan sangatlah rumit dan sulit,
Saya pikir mereka tidak memiliki niat dan motivasi untuk melakukan itu sekarang.
Kemungkinan Beijing mengambil kembali Taiwan dengan cara militer dalam waktu dekat sangatlah rendah, ungkap Milley.
Namun, mendengar pernyataan dari Mark Milley, Global Times, media asal China memberikan tanggapannya.
Surat kabar China mengatakan bahwa masalah pengambilan pulau Taiwan pertama-tama tergantung pada kemauan politik, kemudian pada masalah militer.
Dari sudut pandang militer, China daratan memiliki kekuatan yang cukup untuk merebut kembali pulau Taiwan, tulis Global Times.
Masalahnya adalah untuk mempertimbangkan cara sepenuhnya untuk menghilangkan ancaman di pulau itu, serta membatasi korban dalam operasi militer, surat kabar China menekankan.
Menurut Global Times, AS telah lama memiliki keunggulan militer di Selat Taiwan. Namun perkembangan pesat daratan Cina telah meratakan keunggulan ini.
Kemampuan mencegah intervensi militer AS di Selat Taiwan semakin nyata.
"AS bergantung pada strategi pencegahan yang efektif untuk mencegah daratan mengambil kembali pulau Taiwan. Begitu perang pecah, intervensi militer AS akan menjadi pertaruhan besar," tulis Global Times.
Namun, surat kabar China juga meremehkan risiko pecahnya perang di Selat Taiwan.
"Penting bagi AS untuk mengambil tindakan praktis untuk mengurangi ketegangan," katanya.
"Jika AS benar-benar tidak menginginkan perang, mari kita bertindak secara bertanggung jawab daripada menghitung kapan perang akan pecah," tutup surat kabar China itu.