Saking Takutnya pada Program Nuklir Iran, Israel Sampai Peringatkan Amerika untuk Tidak Melakukan Hal Ini

Tatik Ariyani

Penulis

ilustrasi Program Nuklir Iran

Intisari-Online.com -Setelah terpilihnya presiden baru Iran Ebrahim Raisi, 60, Israel berniat memulai kembali rencana untuk menyerang situs nuklir Iran.

Melansir Express.co.uk, Senin (21/6/2021), dalam rapat kabinet pertamanya di Yerusalem, Perdana Menteri terbaru Israel Naftali Bennett mencap Presiden baru Iran sebagai "pembunuh massal".

Perdana Menteri Israel mengatakan pemilihan Raisi adalah "kesempatan terakhir bagi kekuatan dunia untuk bangun sebelum kembali ke perjanjian nuklir dan untuk memahami dengan siapa mereka berurusan".

Bennett menambahkan: “Orang-orang ini adalah pembunuh, pembunuh massal.

Baca Juga: Ini 5 Kelompok Minoritas di Israel, Tak Semua Populasi Israel Merupakan Orang Yahudi, Ada Juga Muslim Sunni

“Rezim algojo brutal tidak boleh diizinkan memiliki senjata pemusnah massal yang memungkinkannya untuk membunuh tidak hanya ribuan, tetapi jutaan (orang).”

Lior Haiat, juru bicara kementerian luar negeri Israel, menggambarkan Raisi sebagai "seorang ekstremis yang bertanggung jawab atas kematian ribuan orang Iran".

Rupanya peringatan tentang program nuklir Iran tak hanya dilakukan oleh Bennett saja, namun juga petinggi Israel lainnya.

Baca Juga: Bakal Digunakan Bersama Iron Dome, Inilah Senjata Baru Israel Laser Udara Canggih yang Mampu Tembak Jatuh Drone Bersenjata

Melansir The Jerusalem Post, Selasa (22/6/2021), Kepala Staf IDF Letnan Jenderal. Aviv Kohavi memperingatkan para pejabat Amerika agar tidak bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Iran saat berada di Washington untuk membahas ancaman yang ditimbulkan oleh program nuklir Teheran.

Unit Juru Bicara IDF dalam sebuah pernyataan mengatakan, “Kepala Staf Umum menekankan kekurangan dari perjanjian nuklir saat ini yang akan memungkinkan Iran untuk membuat kemajuan signifikan terkait dengan sentrifugal serta secara substansial meningkatkan jumlah dan kualitas materi yang diperkaya selama beberapa tahun ke depan, juga menekankan kurangnya pengawasan dalam hal proliferasi nuklir.”

Perwira tinggi militer Israel "menjelaskan ancaman yang diciptakan dengan kembali ke perjanjian nuklir asli dan menekankan bahwa semua tindakan harus diambil untuk mencegah Iran mencapai kemampuan nuklir militer," tambah pernyataan itu.

Kohavi berada di Washington dalam kunjungan empat hari.

Di sana, Kohavi mengadakan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Lloyd Austin, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, Ketua Kepala Staf Gabungan Mark Milley, kepala Komando Pusat AS Jenderal Kenneth McKenzie, dan kepala Komando Operasi Khusus AS (SOCOM) Jenderal Richard Clark.

Baca Juga: Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi, Mantan Anggota KKB Papua Ini Bocorkan Kondisi Mereka di Hutan, 'Saya Capek,Tinggal di Gunung, dan Susah Cari Makan'

Mengingat aliansi erat antara Israel dan Amerika Serikat, jarang seorang kepala staf membuat pernyataan publik tentang masalah politik atau mengkritik kebijakan luar negeri sekutu.

Tetapi Kohavi telah menjelaskan bahwa dia memandang Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPA) 2015 sebagai berbahaya.

Pada bulan Januari lalu, Kohavi mengatakan bahwa dia telah mengarahkan IDF untuk mempersiapkan rencana operasional baru untuk menyerang Iran guna menghentikan program nuklir mereka jika perlu.

“Iran dapat memutuskan bahwa ia ingin mengambangkan bom, baik secara diam-diam atau dengan cara yang provokatif. Berdasarkan analisis dasar ini, saya telah memerintahkan IDF untuk menyiapkan sejumlah rencana operasional, selain yang sudah ada. Kami sedang mempelajari rencana ini dan kami akan mengembangkannya selama tahun depan,” kata Kohavi dalam pidatonya di konferensi tahunan lembaga think tank Institute for National Security Studies.

“Tentu saja pemerintah yang akan memutuskan apakah mereka harus digunakan. Tetapi rencana-rencana ini harus ada di atas meja, ada dan dilatih, ”tambahnya.

Selama perjalanannya, yang merupakan yang pertama sebagai perwira tinggi militer Israel, ia bertemu dengan rekan-rekan Amerika-nya untuk membahas tantangan keamanan bersama di kawasan itu.

Baca Juga: Terlepas dari Beringasnya KKB Papua, Inilah Uniknya Tradisi di Papua Barat, Salah Satunya Tradisi Potong Jari Sebagai Bentuk Ungkapan Duka Cita Atas Kematian Anggota Keluarga

Hal itu termasuk isu-isu yang berkaitan dengan ancaman yang ditimbulkan oleh proyek nuklir Iran.

Juga tentang upaya Hizbullah untuk memperkuat diri dan konsekuensi dari proyek rudal presisi kelompok teror Lebanon tersebut.

Para pemimpin juga membahas tantangan dan tanggapan terkait di arena Palestina, dengan fokus di Jalur Gaza.

Artikel Terkait